Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai – Kesultanan Pasai, Samudera Darussalam atau Samudera Pasai adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatra, kurang lebih di kawasan Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Kerajaan Samudera didirikan oleh Marah Silu yang bergelar Sultan Malik as-Saleh pada sekitar tahun 1267.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
Masa kejayaan kerajaan majapahit terjadi pada masa pemerintahan Sultanah Nahrasiyah (Ratu pertama Kerajaan Samudera Pasai). Sedangkan runtuhnya kerajaan majapahit disebabkan karena beberapa pengaruh internal dan eksternal seperti sering terjadi pertikaian antar keluarga kerajaan, perebutan kekuasaan dan jabatan sehingga pemberontakan dan perang saudara tidak bisa dihindari, selain itu ada beberapa penyebab runtuhnya kerajaan samudera pasai yang lain.
Ada banyak peninggalan yang menjadi bukti sejarah kerajaan samudera pasai. Berikut peninggalan kerajaan samudera pasai:
Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai dan Gambarnya
Berikut beberapa peninggalan kerajaan samudera pasai yang menjadi sumber sejarah kerajaan samudra pasai, diantaranya yaitu:
Dirham
Pada zaman dahulu, dirham tidak menggunakan kertas karena itu dirham-dirham yang ada di Kerajaan Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas dengan diameter 10 mm dengan 0,6 gram setiap koinnya.
Ada 2 jenis dirham yang dicetak yaitu satu Dirham dan setengah Dirham. Pada satu sisi dirham atau mata uang emas tersebut tercetak tulisan Muhammad Malik Al-Zahir. Sedangkan di sisi lainnya tercetak tulisan nama Al-Sultan Al-Adil. Dirham banyak digunakan sebagai alat transaski, terutama tanah.
Kemudian, tradisi mencetak dirham mas menyebar ke seluruh Sumatera, bahkan hingga semenanjung Malaka sejak Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Majapahit
Cakra Donya
Cakra Donya adalah sebuah lonceng yang bisa dikatakan keramat. Cakra Donya merupakan lonceng yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina tahun 1409 M. Cakra Donya memiliki ukuran tinggi 125 cm dan lebar 75 cm. Cakra berarti poros kereta, lambang-lambang Wishnu, matahari atau cakrawala, sedangkan Donya berarti dunia.
Pada bagian luar Cakra Donya terdapat sebuah hiasan dan simbol berbentuk aksara Arab dan Cina. Aksara Arab tidak bisa dibaca lagi karena telah aus. Sedangkan aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5).
Intinya, Cakra Donya adalah sebuah lonceng impor. Cakra Donya ini adalah hadiah dari kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Sejak portugis berhasil dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah, hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh.
Naskah Surat Sultan Zainal Abidin
Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin sebelum meninggal pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat tersebut ditujukan ke Kapitan Moran yang bertindak atas nama wakil Raja Portugis di India.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kutai
Surat Sultan Zainal Abidin ditulis menggunakan bahasa arab, isinya menjelaskan mengenai keadaan Kesultanan Samudera Pasai pada abad ke-16. Selain itu, dalam surat ini juga menggambarkan mengenai keadaan terakhir yang dialami Kesultanan Samudera Pasai setelah bangsa Portugis berhasil menaklukkan Malaka pada tahun 1511 Masehi.
Nama-nama kerajaan atau negeri yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Samudera pasai juga tertulis di dalamnya. Sehingga diketahui pengejaan serta dan nama-nama kerajaan atau negeri tersebut. Kerajaan atau negeri yang tertera dalam surat tersebut diantaranya Negeri Mulaqat (Malaka) dan Fariyaman (Pariaman).
Stempel Kerajaan
Para tim peneliti sejarah kerajaan Islam menduga bahwa stempel kerajaan ini merupakan kepunyaan Sultan kedua kerajaan samudera pasai yang bernama Muhamad Malikul Zahir. Lokasi penemuan stempel ini berada di Desa Kuta Krueng, Kec. Samudera, Kab.Aceh Utara.
Ukuran stempel yang ditemukan yaitu 2×1 cm, dan bahan yang digunakan untuk membuat stempel ini adalah tanduk hewan. Saat ditemukan stempel ini gagangnya sudah patah. Pendapat lain mengatakan bahwa stempel ini digunakan sampai pemerintahan Sultan Zainal Abidin.
Nisan Sultan Malik As-Shalih
Dua buah nisan pada makam Sultan Malik As-Shalih memiliki bentuk segiempat pipih bersayap dengan bagian puncak terdapat mahkota dua tingkat. Di setiap nisan ada tiga panil di bagian depan juga belakang dengan pahatan kaligrafi Arab. Di bagian puncak ada bingkai oval dengan pahatan kaligrafi Arab. Secara keseluruhan inskripsi tersebut berbunyi:
Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
“ini kubur adalah kepunyaan almarhum hamba yang dihormati, yang diampuni, yang taqwa, yang menajdi penasehat, yang terkenal, yang berketurunan, yang mulia, yang kuat beribadah, penakluk, yang bergelar dengan Sultan Malik As-Salih. Tanggal wafat, bulan Ramadhan tahun 696 Hijrah/1297 Masehi)”.
Di sampingnya ada syair Arab yang artinya:
- Sesungguhnya dunia ini fana, dunia tiada kekal
- Sungguh, duna ibarat (rumah) sarang yang ditenun oleh laba-laba
- Cukup sudah bagimu dunia ini wahai pencari makan
- Hidup (umur) hanya sekejap, siapapun akan mati
Nisan Sultanah Nahrasiyah
Letak makam Sultanah Nahrasiyah berada di Desa Meunasah Kuta Krueng, Kec. Samudera. Makam Sultanah Nahrasiyah adalah makam muslim paling indah di Asia Tenggara.
Pada makam ini terdapat silsilah raja Samudera Pasai, serta bagian jirat yang tinggi dan nisan bersatu. Konstruksi makam ratu samudera pasai ini terbuat dari pualam yang didatangkan langsung dari Gujarat, India.
Selain itu, Makam Sultanah Nahrasiyah dihiasi ayat suci Al-Quran seperti pahatan kaligrafi Surah Yasin lengkap pada nisannya. Selain itu, ada juga Q.S Ali Imran ayat 18-19, Q.S Al-Baqarah juga tulisan dalam aksara Arab yang artinya berbunyi :
“Inilah makam yang bercahaya, yang suci, ratu yang agung yang diampuni. Almarhumah Nahrasiyah yang digelar dari bangsa Khadiyu anak sultan Haidar bin Said anak sultan Zainal Abidin anak sultan Ahmad anak Sultan Muhammad bin Malik As-Shalih, atas mereka rahmat dan keampunan, mangkat pada hari senin 17 Zulhijjah Tahun 832 atau 1428 M.
Makam Sultan Muhammad Malik Al- Zahir
Sultan Muhammad Malik Al-Zahir merupakan putra sultan Malik Al- Saleh yang pernah memerintah kerajaan Samudera Pasai (1287-1326 M). Makam Sultan Muhammad Malik Al-Zahir berdampingan dengan makam sang ayah.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kediri
Makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah
Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah adalah cicit dari khalifah Al-Muntasir dari Dinasti Abbasiyah. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan di Samudra Pasai. Letak makam Teungku Sidi Abdullah Tajul Nillah berada di Gampong Kuta Krueng. Batu nisan makamnya terbuat dari batu marmer yang dihiasi kaligrafi.
Makam Teungku Peuet Ploh Peuet
Keberadaan makam Teungku Peuet Ploh Peuet terletak di Gampong Beuringen Kec Samudera. Dibagian nisannya terdapat tulisan kaligrafi berupa surat Ali Imran ayat 18. Dalam lingkungan makam yang sama terdapat sebanyak 44 makam ulama Samudera Pasai yang terbunuh akibat menentang terjadinya perkawinan antara raja dan putri kandung mereka.
Makam Ratu Al-Aqla (Nur Ilah)
Letak makam ini berada di Gampong Meunje Tujoh Keca Matangkuli. Makan ini memiliki hiasan batu nisan bertulisakan kaligrafi dalam bahasa kawi juga arab. Perlu diketahui, bahwa Ratu Al-Aqla merupakan putri dari Sultan Muhammad Malikul Dhahir.
Demikian artikel pembahasan tentang peninggalan kerajaan samudera pasai secara lengkap. Semoga bermanfaat