√  15 Peninggalan Kerajaan Kutai Beserta Gambarnya [LENGKAP]

Posted on

Peninggalan Sejarah Kerajaan Kutai – Kerajaan kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Hal ini terbukti dengan ditemukannya tujuh prasasti yupa (batu tulis) yang ditulis menggunakan huruf pallawa dan berbahasa sanskerta.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Diperkirakan kerajaan kutai ini berdiri pada abad ke-5 Mi atau sekitar 400 M. Letak kerajaan kutai berada di Muara Kaman, Kalimantan Timur (dekat kota Tenggarong) atau tepatnya berada di hulu sungai Mahakam.

Kehidupan politik kerajaan kutai dibahas dalam yupa yang menyatakan bahwa raja terbesar Kutai adalah Raja Mulawarman yaitu putra Aswawarman yang merupakan putra Kudungga. Dalam yupa disebutkan bahwa Aswawarman adalah  Dewa Matahari dan pendiri keluarga raja. Berikut ini maharaja yang pernah memimpin kerajaan kutai, diantaranya yaitu:

  • Kudungga
  • Asmawarman
  • Mulawarman
  • Irwansyah
  • Sri Aswawarman
  • Marawijaya Warman
  • Gajayana Warman
  • Tungga Warman
  • Jayanaga Warman
  • Nalasinga Warman
  • Nala Parana Tungga
  • Gadingga Warman Dewa
  • Indra Warman Dewa
  • Sangga Warman Dewa
  • Singsingamangaraja XXI
  • Candrawarman
  • Prabu Nefi Suriagus
  • Ahmad Ridho Darmawan
  • Riski Subhana
  • Sri Langka Dewa
  • Guna Parana Dewa
  • Wijaya Warman
  • Indra Mulya
  • Sri Aji Dewa
  • Mulia Putera
  • Nala Pandita
  • Indra Paruta Dewa
  • Dharma Setia

Masa kejayaan kerajaan kutai terjadi pada masa pemerintahan Mulawarman. Keruntuhan kerajaan kutai terjadi pada masa kepemimpinan Maharaja Dharma Setia, penyebab keruntuhan kerajaan kutai ini adalah tewasnya Maharaja Dharma Setia dalam peperangan melawan Aji Pengeran Sinum Panji yang merupakan raja kerajaan Kutai Kartanegara yang berdiri di kutai lama pada abad ke-13.

Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kediri

Kehidupan sosial kerajaan kutai terjalin hubungan yang harmonis antara Raja Mulawarman dengan Kaum Brahmana, seperti dijelaskan dalam Yupa, bahwa Raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada Kaum Brahmana dalam tanah yang suci bernama Waprakeswara, yaitu tempat suci untuk memuja Dewa Siwa.

Peninggalan Kerajaan Kutai dan Gambarnya

Berikut ini beberapa peninggalan kerajaan kutai yang menjadi bukti sejarah kerajaan kutai, diantaranya:

Prasasti Yupa

Prasasti Yupa merupakan bukti tertua Kerajaan Kutai dan bukti sejarah Kerajaan Hindu di Kalimantan. Jumlah prasasti Yupa yang masih dapat dilihat hingga kini yaitu 7 prasasti yupa. Yupa adalah pilar batu yang digunakan untuk mengikat hewan atau manusia yang dijadikan tumbal bagi para Dewa dan di pilar batu ada prasasti yang diukir. Prasasti tersebut ditulis menggunakan huruf Sansekerta atau Pallawa tapi tidak ada tahun pasti  prasasti tersebut dibuat.

Isi prasasti yupa mengenai kehidupan politik. Dalam prasasti pertama bercerita tentang raja pertama kutai yaitu Raja Kudungga yang merupakan nama asli orang Indonesia dan menunjukkan bahwa dia bukan pendiri kerajaan. Selain itu, dalam yupa tercantum masa pemerintahan Asmawarman, ada upacara Aswamedha yaitu upacara pelepasan kuda untuk menentukan batas wilayah kerajaan. Kudungga memiliki seorang putra terkenal bernama Aswawarman dan dia memiliki 3 putra terkenal seperti tiga api suci.

Dari ketiga putra tersebut, Mulawarman menjadi anak yang paling terkenal karena dia sangat ketat, kuat dan sabar serta mahar bagi raja untuk mempersembahkan kurban Bahu Suwarnakam. Pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mencapai masa kejayaannya dan setelah masa pemerintahannya, tidak diketahui siapa saja raja yang memerintah karena sumber daya sejarah yang sangat terbatas. Mulawarman diabadikan di salah satu Yupa karena kedermawanannya yang murah hati dengan menawarkan 20 ribu ekor sapi kepada para Brahmana dan ia dikatakan sebagai cucu Kudungga atau putra Aswawarman, yang keduanya juga dipengaruhi oleh budaya India.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga

Sedangkan isi Prasasti Yupa tentang kehidupan sosial, diketahui bahwa abad ke-4 M, di Kerajaan Kutai, orang Indonesia sudah memeluk agama Hindu sehingga pola pengaturan kerajaan juga sangat terorganisasi seperti pemerintahan kerajaan di India. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan sosial selama Kerajaan Kutai telah berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan masyarakat Indonesia juga sudah mulai menerima unsur dari India lalu dikembangkan untuk menyesuaikan diri dengan tradisi di Indonesia.

Saat Raja Mulawarman memberikan hadiah seribu sapi juga pohon kelapa pada Brahmana yang berbentuk seperti api di Vaprakeswara, yaitu yaitu tempat suci untuk memuja Dewa Siwa. Karena kebaikannya, pilar upacara pemakaman dibuat oleh para pendeta yang berkumpul di sana.

Isi prasasti Yupa tentang kehidupan budaya dalam budaya orang Kutai sangat berkaitan dengan agama yang dianut dan prasasti Yupa merupakan produk budaya masyarakat Kutai, monumen batu merupakan warisan budaya nenek moyang dari orang Indonesia di era Meghalithic yaitu budaya Menhir.

Dalam salah satu Prasasti Yupa disebutkan tempat suci dengan Vaprakecvara yang merupakan tempat pemujaan dewa Siwa dan menunjukkan bahwa agama Hindu adalah Siwa Hindu. Hal ini semakin diperkuat karena pengaruh besar Kerajaan Pallawa yang juga beragam dalam Siwa juga peran penting para Brahmana di Kerajaan Kutai dalam agama Siwa.

Bukti lain yang menunjukkan kejayaan Kerajaan Kutai dari perspektif ekonomi ditulis di salah satu Yupa yang menyebutkan bahwa Raja Mulawarman sering mengadakan upacara pengorbanan emas yang sangat besar juga bisa dilihat dari kemunculan kelompok terdidi/terpelajar yang terdiri dari para ksatria dan brahmana yang diperkirakan sudah melakukan perjalanan jauh ke India dan juga beberapa tempat penyebaran agama Hindu di wilayah Asia Tenggara. Orang-orang ini mendapatkan posisi dan perilaku dalam sistem pemerintahan Kerajaan Kutai.

Sedangkan isi Yupa yang bercerita tentang kehidupan beragama menjelaskan bahwa Kerajaan Kutai, agama Hindu sangat berkembang, terutama pada masa pemerintahan Raja Asmawarman. Perkembangan hindu di Kerajaan Kutai ditandai dengan adanya tempat suci yang disebut Waprakeswara yang merupakan tempat suci untuk menyembah dewa Siwa. Meski agama hindu adalah agama resmi Kerajaan Kutai, itu hanya dikembangkan di daerah istana, sedangkan orang Kutai masih menggunakan budaya asli mereka dan memeluk agama Kaharingan, yaitu kepercayaan yang dipegang oleh orang Dayak asli, yaitu menyembah Ranying Hatalla Langit yang telah menciptakan dunia supranatural dan pengikut Kaharingan juga mengadakan upacara kremasi seperti Ngaben di Hindau sehingga pada 20 April 1980, Kaharingan masuk ke agama Hindu.

Kelambu Kuning

Beberapa benda peninggalan kerajaan kutai diyakini oleh adat kutai memiliki kekuatan magis hingga sekarang sehingga untuk menghindari bala dan tuah yang munkin ditimbulkan maka semua benda tersebut disimpan dalam kelambu kuning. Benda peninggalan kerajaan kutai yang disimpan dalam kelambu kuning ini dantaranya yaitu Sangkoh Paitu, Gong Bende, Patung Singa, Tajau, Lengkungan Besi, Gong Raden Galuh dan juga Keliau Aji Siti Cloudy.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Ketopong Sultan

Ketopong merupakan mahkota emas dilengkapi permata miliki Sultan Kerajaan Kutai yang beratnya mencapai 1,98 kg dan sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta. Benda ini ditemukan di daerah Muara Kaman, Kutai Kartanegara pada tahun 1890, sedangkan yang dipamerkan di Museum Mulawarman adalah mahkota sultan tiruan. Mahkota ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman (1845-1899) dan juga dipakai Sultan Kutai Kartanegara.

Ketopang dalam bentuk mahkota brunjungan dan pada wajah meru bertingkat dihiasi dengan kombinasi dua motif yaitu spiral dan sulur. Di mahkota sisi belakang ada hiasan berbentuk elang yang mungkin dihiasi motif bunga, burung dan rusa.

Kalung Ciwa

Kalung ini ditemukan pada saat Sultan Aji Muhammad Sulaiman memerintah yakni pada tahun 1890 oleh seorang rakyat di sekitar Danau Lipan, Muara Kaman. Hingga kini, kalung ciwa masih digunakan sebagai perhiasan kerajaan dan sudah dikenakan oleh Sultan selama penobatan Sultan baru.

Kalung Uncal

Kalung Uncal adalah kalung yang dihiasi dengan liontin lega dengan cerita Ramayana. Kalung ini terbuat dari emas seberat 170 gram yang. Kalung ucal digunakan sebagai simbol Kerajaan Kutai Martadipura dan dikenakan oleh Sultan Kutai Kartanegara setelah penaklukan Kutai Martadipura. Dari penelitian yang dilakukan, Kalung Uncal berasal dari India dengan nama Unchele dan masih ada 2 Kalung Uncal di dunia yang terletak di India dan juga di Museum Mulawarman di Tenggarong.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Kalung ini dari emas 18 karat berbentuk bulat dengan ukurab panjang 9 cm. Terdapat ukiran Dewi Sinta dan Rama yang sedang membidik babi pada kalung ini. Selain itu, ada juga 4 buah dan 2 di antaranya berhiaskan batu permata. Kalung ini juga merupakan penentu kevalidan pelantikan Raja Kutai.

Raja Kutai bisa mengenakan Kalung Uncal ini sebanyak dua kali, yaitu pada saat penobatan dan juga pernikahan dan tidak ada yang bisa mengenakan kalung ini selain Sultan atau Raja. Kalung ucal akan dilepas pada prosesi ritual tertentu seperti membakar dupa dan membaca dimensi disebut basawai. Dikatakan bahwa jika kalung Uncal dari India hanya ada 2 pasang di dunia karena hanya digunakan oleh Sri Rama dan Dewi Shinta.

Pada saat Sri Rama bisa mendapatkan kembali Dewi Shinta dari Rahwana, ia ragu apakah istrinya masih murni dan belum diganggu oleh Rahwana. Kecurigaan Sri Rama dibenarkan, karena kalung Uncal yang menjadi simbol kemurnian sudah menghilang dari leher Dewi Shinta.

Dewi Shinta merasa dapat dimengerti dengan keraguan suaminya Sri Rama, namun meskipun kalungnya hilang, dia masih suci dan untuk membuktikannya, dia meminta api unggun terbesar untuk membakar dirinya untuk membuktikan bahwa dia masih murni dan jika dia sudah ternoda, maka dia berkata jika dia akan mati ditelan oleh Dewi Agni yang merupakan Dewi Api.

Orang-orang Ayodiapala kemudian menyadari permintaan itu, ketika api dinyalakan di depan Sri Rama dan juga pejabat Kerajaan Ayodiapala, Sinta naik ke tangga menara yang disiapkan. Pada saat dia sampai di atap menara, dia juga mengatakan kepada suaminya bahwa meskipun kalungnya hilang, dia masih suci dan jika memang dia ternoda, maka dia akan dibakar oleh Dewi Agni. Namun jika tidak, maka Anda melihat saya kembali ke kanda dan Dewi Shinta terjun ke dalam nyala api.

Shinta kemudian dilalap api dan tidak terlihat, namun beberapa saat kemudian, muncul dari api sebuah singgasana yang naik perlahan dan berhenti di depan Sri Rama dan melihat Dewi Shinta duduk sambil tersenyum melihat Sri Rama. Kalung ucul dikatakan milik Ratu Kudungga yang merupakan ratu di India dan dari cerita, apabila kalung ini tidak bisa disatukan dan kembali berdampingan, selama itu juga India tidak bisa hidup dalam kedamaian, kemakmuran dan kedamaian. Bencana akan selalu melanda negara dan juga kelaparan, perang dan kemiskinan juga tidak akan pernah berhenti dan inilah yang diyakini oleh rakyat India.

Kura-Kura Emas

Penyu emas merupakan peninggalan kerajaan kutai dengan ukuran separuh kepalan tangan dan sekarang disimpan di Museum Mulawarman. Dari label yang tercantum pada etalase, lokasi penemuan kura-kura emas ini berada di daerah Long Lalang (daerah hulu sungai Mahakam).

Objek ini dikatakan sebagai persembahan seorang pangeran kerajaan Cina untuk putri Raja Kutai yang bernama Aji Bidara Putih. Pengeran  memberi beberapa barang unik lainnya ke kerajaan, sebagai bukti ketulusannya yang ingin menikahi sang putri.

Penyu emas ini terbuat dari emas 23 karat dalam bentuk penyu yang juga dipakai dalam upacara pelantikan Sultan Kutai Kartanegara.  Peninggalan  ini merupakan simbol dari inkarnasi Dewa Wisnu.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Kediri

Arca Bulus

Pedang Sultan Kutai

Pedang ini dibuat dari emas murni dan pada gagangnya diukir gambar harimau yang siap menerkam, sedangkan pada bagian ujung sarungnya dihiasi dengan buaya dan sekarang pedang Sultan disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Tali Juwita

Tali Juwita mewakili simbol 7 muara dan 3 anak sungai Mahakam. Tali ini dibuat dari 21 helai benang dan umumnya digunakan saat upacara Bepelas.

Tali juwita terbuat dari emas, perak dan perunggu dengan 3 liontin dalam bentuk gelang dan dua potong mata kucing dan barjat putih lalu liontin lainnya dalam bentuk lentera dengan dua  dekorasi pendulum kecil. Tali Juwita berasal dari kata Upavita yakni kalung yang dianugrahkan pada raja.

Keris Bukit Kang

Keris ini adalah keris yang dipakai permaisuri pertama raja kutai kartanegara yaitu Permaisuri Aji Putri Karang Melenu. Dari legenda, permaisuri tersebut adalah seorang bayi perempuan bersama telur da keris yang ditemukan pada gong yang melayang-layang di aula bambu.

Tahta Sultan

Tahta Sultan atau Singgasana Sultan ini pernah dipakai oleh Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Aji Muhammad Parikesit dan juga beberapa raja Kutai terdahulu. Di atas singgasana Sultan juga dilengkapi spanduk, kelambu dan pengantin wanita Kutai Keraton. Tahta sultan ini disimpan di Museum Mulawarman.

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Meriam

Meriam digunakan sebagai pertahanan bagi Kerajaan Kutai, ada sebanyak 4 buah dan masih dipertahankan hingga sekarang. Meriam tersebut diantaranya Meriam Gentar Bumi, Meriam Aji Entong, Meriam Sapu Jagat dan Meriam Gunung Sri.

Keramik Tiongkok Kuno

Berbagai keramik kuno diduga berasal dari dinasti kekaisaran Cina juga ditemukan di tumpukan dekat Danau Lipan. Hal ini menunjukkan bahwa kerajaan Kutai juga Kekaisaran Cina sudah membuat hubungan dagang yang baik dari dulu. Ratusan Keramik Tiongkok Kuno kini berada di Museum Mulawarman Tengawarong, Kutai Kartanegara, semuanya disimpan di bilik bawah tanah.

Gamelan Gajah Prawoto

Satu set gamelan gajah prawoto disimpan di museum Mulawarman dan asal gamelan ini dipercaya dari Jawa. Selain itu, ada juga berbagai barang lain seperti pangkon, keris, topeng, wayang kulit dan beberapa barang yang terbuat dari kuningan dan perak yang juga merupakan bukti ikatan kuat antara kerajaan ini dengan kerajaan yang ada di Jawa.

Tombak Kerajaan Majapahit

Mengapa ada peninggalan kerajaan kutai berupa tombak kerajaan Majapahit. Tombak tersebut menjadi bukti bahwa kerajaan Kutai memiliki hubungan yang sangat dekat dengan kerajaan Majapahit. Ada yang mengatakan, bahwa tombak ini sudah ada di Muara Kaman sejak dulu.

Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Demikian pembahasan tentang peninggalan kerajaan kutai beserta gambarnya, semoga bermanfaat