√ Sejarah Kerajaan Sriwijaya : Letak, Raja, Masa Kejayaan, Keruntuhan dan Peninggalannya

Posted on

Kejayaan Kerajaan Sriwijaya – Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim yang sempat muncul di pulau Sumatra dan berpengaruh besar bagi Nusantara dengan wilayah kekuasaan berdasarkan peta meliputi Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa Barat dan bolehjadi juga sampai Jawa Tengah.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Kata sriwijaya berasal dalam bahasa Sanskerta yaitu sri  yang artinya bercahaya atau gemilang, dan wijaya yang artinya kemenangan atau kejayaan, sehingga Sriwijaya diartikan sebagai kemenangan yang gemilang.

Kata Sriwijaya pertama kali ditemukan pada prasasti kota kapur di pulau Bangka. Berdasarkan observasi sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin menyimpulkan bahwa letak Kerajaan Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.

Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Bukti fisik yang menyatakan adanya kerajaan Sriwijaya belum banyak bisa ditemukan untuk menggambarkan sejarah awal hingga keruntuhan kerajaan sriwijaya sehingga beberapa orang menyarikan bahwa letak kerajaan ini tengah menjadi tanda tanya.

Sebelum 1920, orang-orang di Indonesia belum ada yang mendengar tentang sejarah Sriwijaya, kemudian memasuki 1920an diungkit lagi oleh sarjana Prancis yang bernama George Cœdès yang menerbitkan hasil temuannya dalam surat kabar yang menggunakan bahasa Belanda dan Indonesia. Ia mengungkapkan bahwa referensi Tiongkok terhadap “San-fo-ts’i”, yang sebelumnya dibaca “Sribhoja” dan sejumlah prasasti dalam Melayu Kuno mengacu pada imperium yang sama.

Sriwijaya merupakan kerajaan tersohor di Nusantara pada abad ke-20 dan saat itu menjadi lambang kebesaran Pulau Sumatra. Sriwijaya memiliki beberapa julukan diantaranya Javadeh dan Yavadesh. Orang Tionghoa menyebut Sriwijaya dengan sebutan San Fo Qi atau San Fo Ts’i dan Li Fo Shih. Selain itu, ada pula sebutan lain seperti Zabaj (Arab) dan Melayu (Khamer). Hal tersebut menjadi salah satu hambatan yang menyebabkan kerajaan ini sulit ditemukan.

Latar Belakang Kerajaan Sriwijaya

Berdasarkan catatan I-Tsing, berdirinya kerajaan sriwijaya sekitar tahun 671 Masehi. Dalam prasasti kedukan bukit  yang tertulis angka 682 menyatakan bahwa raja yang memerintah saat itu bernama Dapunta. Kerajaan sriwijaya merupakan kerajaan bahari juga pusat perniagaan di Asia Tenggara, terutama nusantara.

Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kediri

Pada prasasti kota kapur yang berangka 686 M menyebutkan bahwa kerajaan sriwijaya sudah merajai beberapa wilayah diantaranya Lampung, Belitung, Sumatera Selatan dan Pulau Bangka. Selain itu,  prasasti tersebut bercerita mengenai perjalanan militer ke Bhumi Jawa yang bertujuan untuk menaklukan kerajaan disana. Jika berpatokan dengan tahun itu, maka perjalanan penaklukan ini dilakukan berbarengan bengan keruntuhan beberapa kerajaan besar di Jawa seperti Kalingga dan Tarumanegara.

Letak Geografis Kerajaan Sriwijaya

Berdasarkan prasasti Kedukan Bukit, pertama kali kerajaan sriwijaya berdiri  di tepi sungai musi, palembang. Sedangkan, menurut teori Palembangyang dipelopori oleh  Coedes dan Pierre Yvs Manguin beranggapan bahwa ada wilayah lain selain Palembang yang dispekulasikan menjadi pusat kerajaan Sriwijaya diantaranya Muara Takus dekat Sungai Kampar di Riau dan dekat Sungai Batanghari Muaro Jambi.

Sekitar tahun 1993, Pierre Yves Manguin pernah melakukan studi mengenai pusat kerajaan Sriwijaya. ia menyatakan bahwa pusat sriwijaya berada di sungai Musi, Sumatera Selatan antara Sabokingking dengan Bukit Seguntang.

Raja Kerajaan Sriwijaya

Berikut ini raja-raja yang pernah memerintah kerajaan sriwijaya, diantaranya:

  • Srijayanasa (Dapunta Hyang) (671)
  • Sri Indrawarman (Shih Li T’o Pa Mo) (708)
  • Rudra Vikraman (Lieou Teng Wei Kong) (728)
  • Sri Maharaja WisnuDharmmatunggadewa (775)
  • Rakai Panangkaran (778)
  • Samaragrawira (782)
  • Samaratungga (792)
  • Balaputradewa (856)
  • Sri Udayaditya Warmadewa
  • Hie-tche (Haji)
  • Sri Caudamani Warmandewa
  • Sri Mara Vijayottunggawaran
  • Sumatrabhumi
  • Sangrama Vijayottunggawaran
  • Rajendra Dewa KulottunggaTi-hua-ka-lo
  • Rajendra II
  • Rajendra III
  • Srimat Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa
  • Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa
  • Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra Maulimali Warmadewa.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga

Kehidupan Politik Kerajaan Sriwijaya

Raja Sriwijaya disebut dengan Maharaja atau Dapunta Hyang.  Selain itu ada kedudukan dibawahnya yaitu putra mahkota (Yuvaraja), putra mahkota 2 (Pratiyuvaraja) dan pewaris selanjutnya (Rajakumara). Dalam prasasti Telaga Batu  dapat diketahui susunan jabatan dalam pemerintahan Sriwijaya.

Bukan hanya berisi struktur jabatan, prasasti tersebut juga berkisah tentang kutukan raja bagi mereka melawannya serta pekerjaan  rakyat saat itu.

Masa Keemasan Kerajaan Sriwijaya

Kejayaan kerajaan sriwijaya tercapai pada masa pemerintahan Balaputradewa. Balaputradewa adalah putra Samaratungga dari Dinasti Syailendra yang memerintah di Jawa Tengah tahun 812-824 M.

Balaputradewa mengadakan hubungan dengan raja Dewapaladewa dari India. Dalam prasasti Nalanda yang berasal dari sekitar tahun 860 M disebutkan bahwa Balaputradewa mengajukan permintaan kepada raja Dewapaladewa dari Benggala untuk mendirikan asrama untuk mahasiswa dan pendeta Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

Sriwijaya juga pernah menjadi sentra pendidikan dan ekspansi agama Budha. Seorang biksu Budha dari Cina bernama I-tsing pada tahun 671 berangkat dari Kanton ke India untuk belajar agama Budha. Ia singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk belajar bahasa sansekerta. Di Sriwijaya mengajar seorang guru agama Budha terkenal bernama Sakyakirti yang menulis buku berjudul Hastadandasastra.

Para biksu Cina yang hendak belajar agama ke India dianjurkan untuk belajar di Sriwijaya selama 1-2 tahun. Pada masa berikutnya, yaitu pada tahun 717, dua pendeta Tantris bernama Wajrabodhi dan Amoghawajra datang ke Sriwijaya. Kemudian, sekitar tahun 1011-1023 M datang pendeta dari Tibet bernama Attisa untuk belajar agama Budha pada mahaguru di Sriwijaya bernama Dharmakirti.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Kemunduran Kerajaan Sriwijaya

Ada beberapa penyebab runtuhnya kerajaan sriwijaya,diantaranya yaitu:

  • Dampak dari serangan yang dilakukan India, Raja yang saat itu memerintah Sriwijaya ialah Sri Sundamani Warmadewa.
  • Terjadinya ekspedisi besar-besaran ke semenanjung Malaya yang diinstruksikan oleh raja Kertanegara.
  • Berdirinya kerajaan islam baru, yakni Kerajaan Samudra Pasai.
  • Serangan yang terjadi pada tahun 1023 dan 1030.
  • Serbuan Majapahit tahun 1477.

Akhirnya, kerajaan sriwijaya runtuh pada abad ke-13.

Sistem Pemerintahan Kerajaan Sriwijaya

Untuk menjaga eksistensi kekuasaannya, Raja Sriwijaya menerapkan beberapa kebijakan, seperti dalam beberapa prasasti dituliskan tentang kutukan bagi siapa saja yang tidak taat pada raja, seperti dalam Prasasti Telaga Batu Kota Kapur.

Fungsi ancaman (kutukan) ini semata-mata untuk menjaga eksistensi kekuasaan seorang raja terhadap daerah taklukannya. Secara struktural, Raja Sriwijaya memerintah secara langsung terhadap seluruh wilayah kekuasaan. Di beberapa daerah taklukan ditempatkan wakil raja sebagai penguasa daerah. Biasanya wakil raja masih keturunan dari raja yang memimpin.

Sehingga masuk akal jika dijumpai prasasti yang berisi kutukan untuk anggota keluarga kerajaan. Maksud kutukan tersebut yaitu untuk menunjukkan sikap keras dari raja yang berkuasa, sekaligus sikap raja yang tidak menghendaki kebebasan bertindak yang terlalu besar pada penguasa daerah.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mampu mengembangkan diri sebagai negara maritim yang pernah menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan.

Kondisi ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapal yang singgah di pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya diantarabnya kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian. Faktor yang mendorong Sriwijaya menjadi kerajaan besar diantaranya yaitu:

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

  • Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan.
  • Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.
  • Runtuhnya Kerajaan Funan di Indocina. Dengan runtuhnya Funan memberikan kesempatan pada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.
  • Sriwijaya memiliki kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

Kehidupan Sosial Kerajaan Sriwijaya

Letaknya yang strategis dalam lalu lintas perdagangan internasional menyebabkan masyarakat sriwijaya lebih terbuka dalam menerima berbagai pengaruh asing. Masyarakat Sriwijaya juga mampu mengembangkan bahasa komunikasi dalam dunia perdagangannya.

Kemungkinan bahasa Melayu Kuno sudah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia. Penduduk Sriwijaya juga bersifat terbuka dalam menerima berbagai kebudayaan yang datang. Salah satunya adalah mengadopsi kebudayaan India, seperti nama India, adat-istiadat juga tradisi dalam Agama Hindu. Karena hal tersebut Sriwijaya pernah menjadi pusat pengembangan ajaran Buddha di Asia Tenggara.

Kehidupan Budaya Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi kebudayaan India seperti kebudayaan agama Hindu lalu diikuti kebudayaan agama Buddha. Berdasarkan berbagai sumber sejarah, sebuah masyarakat yang kompleks dan kosmopolitan yang sangat dipengaruhi alam pikiran Budha Wajrayana digambarkan bersemi di ibu kota Sriwijaya.

Beberapa prasasti Siddhayatra abad ke-7 seperti Prasasti Talang Tuwo menggambarkan ritual Budha untuk memberkati peristiwa penuh berkah yaitu peresmian taman Sriksetra, anugerah Maharaja Sriwijaya untuk rakyatnya. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka belajar agama Budha dari seorang guru besar yang bernama Dharmapala.

Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di luar India. Walau dikenal sebagai pusat agama Budha, kerajaan sriwijaya tidak banyak peninggalan purbakala seperti candi atau arca sebaga tanda kebesaran Kerajaan Sriwijaya dalam bidang kebudayaan.

Kehidupan Agama Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat pertemuan antara para jemaah agama Budha dari Cina ke India dan dari India ke Cina. Melalui pertemuan itu, di Kerajaan Sriwijaya berkembang ajaran Budha Mahayana. Bahkan perkembangan ajaran agama Budha di Kerajaan Sriwijaya tidak terlepas dari pujangga yang berasal dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya Dharmapala dan Sakyakirti. Dharmapala merupakan seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Berikut ini beberapa bukti sejarah kerajaan sriwijaya, antara lain:

Prasasti Palas Pasemah
Prasasti ini ditemukan di sekitar rawa di desa palas Pasemah dengan  berisi 13 kalimat dengan bahasa melayu kuno.

Prasasti Hujung Langit
Prasasti ini ditemukan di desa Haur Kuning yang berangka 997 M, serta berisi mengenai pemberian tanah yang dilakukan raja Sima.

Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini ditemukan di pesisir pulau bangka yang berisi tentang kutukan bagi bagi siapa saja yang membangkang raja dan struktur pemerintahan kerajaan.

Prasasti Talang Tuo
Isi prasasti ini adalah  himpunan doa.

Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti ini berisi tentang kisah seorang utusan sriwijaya yang melakukan ekspedisi dengan perahu dan berhasil menguasai daerah lain.

Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini berisi mengenai kutukan bagi siapa saja yang berbuat jahat dalam kehidupan masyarakat Kerajaan Sriwijaya.

Prasasti Leiden
Prasasti ini berisi tentang hubungan baik diantara dinasti Sailendra dengan dinasti Chola.

Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Demikian artikel tentang sejarah kerajaan sriwijaya secara lengkap. Semoga bermanfaat