√ Sejarah Masuknya Islam Di Indonesia : Saluran, Teori dan Bukti Masuknya Islam Ke Indonesia

Posted on

Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia Lengkap – Indonesia merupakan negara dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam (muslim) dan merupakan negara dengan mayoritas terbesar umat muslim di dunia. Bagaimana sejarah masuknya islam di Indonesia?

Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Sejarah Islam Di Indonesia

Islam mulai diperkenalkan ke berbagai negara di dunia sejak dahulu mulai ke afrika, timur tengah, asia dan eropa. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, agama Islam sudah disebarluaskan ke berbagai negara bahkan setelah beliau wafat pada 632 M, syi’ar agama Islam masih terus dilakukan oleh para khalifah dan para pemimpin Dinasti Islam lainnya.

Islam pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada saat Dinasti Umayyah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Indonesia yang terkenal akan rempah-rempahnya, ramai dikunjungi pedagang dari berbagai penjuru dunia. Para pedagang muslim juga berdatangan ke Indonesia untuk berdagang dan sudah berlangsung dari abad ke abad.

Selain berdagang, para pedagang muslim yang berasal dari Arab, Gujarat dan Persia juga mendakwahkan ajaran Islam pada penduduk sekitar.

Islam masuk ke nusantara sekitar abad ke 7 masehi dan sebelum islam masuk di nusantara sudah banyak agama dan kepercayaan yang berkembang seperti animisme, dinamisme, hindu, buddha. Islam masuk di nusantara melalui berbagai macam cara seperti melalui perdagangan, kebudayaan, pendidikan, kekuasaan politik.

Setelah islam masuk di nusantara, islam langsung berkembang dengan sangat pesat dan semakin banyak orang yang masuk islam karena cara penyebaran islam sangat bagus dan tanpa paksaan. Karena semakin banyak orang yang memeluk agama islam sehingga hal ini menyebabkan mulai banyak kerajaan kerajaan islam yeng berdiri di nusantara. Kerajaan yang pertama berdiri di nusantara adalah samudera pasai, selanjutnya muncul banyak kerajaan islam di Indonesia seperti Demak, Cirebon, Ternate, Tidore, Aceh, Perlak, Banten dan lain sebagainya.

Baca Juga : Sejarah G30S/PKI

Perkembangan Islam Di Indonesia

Ada 6 (enam) saluran perkembangan Islam di Indonesia diantaranya yaitu:

Pendekatan Perdagangan

Para pedagang Islam yang berasal dari Gujarat, Persia dan Arab menetap di Malaka dan pelabuhan yang ada di Indonesia selama berbulan-bulan, mereka menantikan angin musim yang baik berlayar kembali. Hal tersebut mengakibatkan adanya interaksi antara pedagang dengan raja, bangsawan dan pribumi. Peluang tersebut dimanfaatkan para pedagang untuk menyebarkan Islam di Indonesia.

Pendekatan Politik

Hal ini bisa diamati dengan banyaknya penduduk kerajaan Samudera Pasai yang menganut agama Islam. Hal tersebut juga terjadi di Maluku dan Sulawesi Selatan dimana kebanyakan rakyat memeluk agama Islam setelah raja mereka masuk Islam. Bisa disimpulkan bahwa kekuatan politik pemimpin sangat berkontribusi dalam penyebaran Islam atau bisa dikatakan bahwa secara politis kemenangan kerajaan Islam banyak memikat rakyat non muslim untuk masuk Islam.

Pendekatan Perkawinan

Dibandingkan kaum pribumi, status sosial para pedagang muslim memang lebih baik. Hal tersebut membuat kaum pribumi tertarik untuk diperistri, terutama para putri bangsawan. Mereka diislamkan lebih dulu sebelum dinikahi dan setelah menghasilkan keturunan maka lingkungan muslim meluas dan tak aneh apabila banyak muncul perkampungan muslim.

Mulanya daerah pesisir pantai menjadi pusat perkembangan kampung muslim dan biasa dikenal dengan kampung arab. Kelanjutannya,  terdapat wanita keturunan bangsawan dinikahi pedagang muslim, yang tentunya mempercepat proses islamisasi. Sebagai contoh penikahan dari Sunan Ampel dan Nyai Manila; Sunan Gunung Jati dan Puteri Kawunganten; Brawijaya dan puteri Campa dan lainnya

Baca Juga : Kerajaan Samudera Pasai

Pendekatan Pendidikan

Penyebaran islam juga dilakukan melaui pendidikan yang dilakukan oleh para wali, ulama, kiai, atau guru agama. Pondok pesantren menjadi wadah pengembangan ajaran Islam yang cepat. Para santri yang ada di pesantren secara mendalam dibimbing dan diajarkan hingga menguasai ilmu agama islam sepenuhnya. Setelah para santri lulus maka mereka akan kembali ke daerah asalnya dan menyiarkan ajaran islam yang mereka peroleh di masyarakat.

Pendekatan Kesenian

Kesenian digunakan para wali yang menyebarkan agama Islam di Jawa. Pertunjukan wayang menjadi kesenian yang banyak digunakan dan Sunan Kalijaga adalah tokoh yang menggunakan wayang sebagai media menyebarkan islam di daerah Jawa Tengah. Cerita Ramayana dan Mahabarata biasanya digunakan dalam pertunjukan wayang karena cerita itu sudah sangat tasawuf dengan ajaran Islam.

Biasanya, para tokoh tasawuf memiliki kemampuan khusus yang dapat membuat penduduk tertarik menganut agama Islam. Biasanya, kemampuan itu terlaksana dalam bentuk penyembuhan bagi orang  yang disembuhkan dari penyakit. Selain itu terwujud juga dalam kekuatan magic yang saat itu memang terkenal dan digemari  penduduk pribumi.

Dalam pertunjukan wayang, selalu diselipkan ajaran Islam sehingga kaum pribumi mulai familier dengan Islam. Hal yang membuat pertunjukan wayang semakin menarik adalah penduduk dapat menonton pertunjukan wayang tsecara gratis dan hanya diminta untuk mengucapkan kalimat syahadat sehingga akhirnya mereka masuk dan mendalami Islam.

Pendekatan Tasawuf

Tasawuf adalah salah satu bagian dari ajaran Agama Islam. Dimana umumnya para tokoh tasawuf mempunyai kemampuan khusus yang dapat menarik masyarakat untuk menganut agama islam. Penerapan ajaran tasawuf ini dilakukan dengan penyembuhan orang sakit dan juga kekuatan magic.

Teori Masuknya Islam Di Indonesia

Ada beberapa teori masuknya agama islam ke Indonesia diantaranya yaitu:

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Teori Mekkah

Teori Mekah menyatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia langsung berasal dari Mekah atau Arab. Mekansme masuk tersebut berlangsung pada abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang mengemukakan mengenai teori Mekkah adalah seorang ulama juga sastrawan Indonesia bernama Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA. HAMKA memberikan pemahaman tentang teori ini kepada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) Yogyakarta pada tahun 1958. Dalam orasinya, HAMKA tidak setuju dengan pernyataan yang amengatakan bahwa islam masuk ke Indonesia tidak berasal dari Arab langsung. Sumber referensi HAMKA dalam orasi tersebut berasal dari sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Ia menyatakan bahwa, faktor pendorong orang arab datang ke Indonesia bukan karena nilai ekonomi, tetapi dorongan untuk menyebarkan agama Islam. Hamka berpendapat bahwa hubungan dagang  antara Indonesia dan Arab telah terjalin jauh sebelum alur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum penanggalan masehi.

Teori HAMKA merupakan bentuk bantahan pada Teori Gujarat yang dirasa masih lemah. Hamka menduga penulis orientalis Barat cenderung menyudutkan Islam di Indonesia. HAMKA mengatakan bahwa para penulis barat berusaha menghilangkan keyakinan negeri Melayu tentang keeratan hubungan rohani antara negeri Melayu dengan Arab sebagai sumber utama Indonesia dalam menggali ilmu agama Islam.

Dalam teori HAMKA ditekankan bahwa orang Islam di Indonesia menerima ajaran Islam dari orang pertama yaitu orang Arab, bukan hanya sebatas perdagangan. Teori HAMKA mirip dengan Teori Sufi yang dikemukakan oleh A.H. Johns yang menyatakan bahwa para musafirlah yang memulai islamisasi di Indonesia. Umumnya, pengembaraan kaum Sufi ke suatu tempat bertujuan untuk membangun perguruan tarekat.

Teori Gujarat

Teori Gujarat menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia bermula dari Gujarat dimana proses islamisasi tersebut berlangsung pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi. Letak Gujarat berada di India bagian barat dekat dengan Laut Arab. Mayoritas pengemuka teori Gujarat ini adalah sarjana dari Belanda. Sarjana Belanda pertama yang mengungkapkan teori ini bernama J. Pijnapel dari Universitas Leiden sekitar abad ke 19.

 J. Pijnapel  berpendapat bahwa orang-orang Arab beraliran Syafi’i menetap di Gujarat dan Malabar mulai dari abad ke-7 M atau awal Hijriyah, namun penyebar Islam ke Indonesia bukan orang Arab langsung, tapo pedagang Gujarat yang sudah menganut agama Islam dan berdagang ke belahan dunia bagian timur, meliputi Indonesia.

Teori Pijnapel kemudian dibenarkan dan disiarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda bernama Snouck Hurgronje. Snouck menyatakan bahwa Islam berkembang lebih dulu di kota pelabuhan Anak Benua India. Para pedagang Gujarat lebih dulu menjalin hubungan dagang dengan Indonesia dibandingkan para pedagang Arab. Ia berpendapat bahwa orang Arab datang setelahnya dan kebanyakan orang Arab yang datang adalah keturunan Nabi Muhammad yang didepan namanya terdapat gelar sayid atau syarif.

Kemudian J.P. Moquetta (1912) mengembangkan teori Gujarat dengan beralasan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurut Moquetta, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat di Gresik, Jawa Timur pada pada 1419  sama dengan bentuk  nisan yang berada di Kambay, Gujarat.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga

Akhirnya, Moquetta memberikan kesimpulan bahwa batu nisan yang ada di Indonesia didatangkan dari Gujarat atau dibuat orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah mempelajari kaligrafi Gujarat. Argumen lain yang diberikan Moquetta adalah adanya persamaan aliran Syafi’i antara muslim Gujarat dan Indonesia.

Teori Persia

Teori Persia menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia bermula dari Persia atau Parsi (sekarang Iran). Tokoh yang mengemukakan teori Persia adalah sejarawan asal Banten bernama Hoesein Djajadiningrat. Hoesein lebih menekankan kajiannya pada persamaan budaya dan tradisi yang berkembang di masyarakat Persia dan Indonesia. Seperti tradisi memperingati 10 Muharram sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali yang merupakan cucu Nabi Muhammad; tradisi tabut di Pariaman, Sumatera Barat.

Selain itu, ajaran mistik antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia memiliki banyak persamaan. Tidak hanya kebetulan, keduanya mati dihukum pemimpin di daerahnya karena ajaran mereka yang dinilai bertentangan dengan Islam dan membahayakan kestabilan politik dan sosial. Sejalan dengan teori Moquetta yang menyatakan bahwa terdapat kemiripan antara seni kaligrafi pahat pada batu nisan yang digunakan di makam Islam awal di Indonesia dan juga muslim Indonesia yang memeluk mahzab Syafi’i, sama seperti kebanyakan umat islam di Iran.

Bukti Masuknya Islam di Indonesia

Berikut beberapa bukti sejarah masuknya islam di Indonesia, diantaranya yaitu:

Surat Raja Sriwijaya

Salah satu bukti masuknya Islam ke Indonesia dikemukakan oleh Prof.Dr.Azyumardi Asra dalam bukunya Jaringan Ulama Nusantara. Dalam buku itu, Azyumardi menyebutkan bahwa Islam telah masuk ke Indonesia pada masa Kerajaan Sriwijaya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya surat yang dikirim oleh Raja Sriwijaya kepada Umar bin Abdul Azis yang berisi ucapan selamat atas terpilihnya Umar bin Abdul Azis sebagai pemimpin dinasti Muawiyah.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Makam Fatimah binti Maimun

Berdasarkan penelitian sejarah telah ditemukan sebuah makan Islam di Leran, Gresik. Pada batu nisan dari makam tersebut tertulis nama seorang wanita, yaitu Fatimah binti Maimun dan angka tahun 1082. Artinya, bisa dipastikan pada akhir abad ke-11 Islam sudah masuk ke Indonesia. Dengan demikian, bisa diduga bahwa Islam masuk dan berkembang di Indonesia sebelum tahun 1082.

Makam Sultan Malik As Saleh

Makam Sultan Malik As Saleh yang berangka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan berkembang di daerah Aceh pada abad ke-12. Malik As Saleh adalah seorang sultan, maka diperkirakan bahwa Islam sudah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik As Saleh mendirikan Kesultanan Samudra Pasai.

Cerita Marco Polo

Pada tahun 1092, seorang musafir dari Venesia (Italia) bernama Marco Polo singgah di Perlak dan beberapa tempat di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venesia ke Negeri Cina. Ia menceritakan bahwa pada abad ke-11, Islam telah berkembang di Sumatra bagian Utara. Ia juga menceritakan bahwa Islam berkembang sangat pesat di Jawa.

Cerita Ibnu Battutah

Pada tahun 1345, Ibnu Battutah mengunjungi Samudra Pasai. Ia menceritakan bahwa Sultan Samudra Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Selain itu, ia menceritakan bahwa Samudra Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana Ibnu Battutah bertemu dengan para pedagang dari India, Cina dan Jawa.

Kerajaan Islam Di Indonesia

Penyebaran yang sangat pesat, membuat Indonesia menjadi negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Berikut kerajaan kerajaan bercorak islam di Indonesia:

Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudra Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Belum diketahui seacara pasti kapan kerajaan ini terbentuk. Hasyimi mengungkapkan bahwa berdasarkan naskah tua yang berjudul Izhharul Haq karya Al-Tashi menyatakan bahwa sebelum Samudra Pasai berkembang, pada abad ke-9 sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureulak yang berkembang sebagai pusat perdagangan, namun Perlak runtuh akibat pusat perdagangan dipindahkan ke Pasai.

Dari jatuhnya kerajaan Perlak, seorang penguasa lokal bernama Marah Silu dari Samudra berhasil menyatukan daerah Samudra dan Pasai menjadi sebuah kerajaan bernama Samudra Pasai. Letak kerajaan ini berada di perbatasan selat malaka tepatnya di  Lhokseumauwe,  Aceh Utara.

Kerajaan Demak

Awalnya Demak merupakan kadipaten dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi. Kadipaten Demak dikuasai oleh Raden Patah. Perkembangan islam di Demak membuat demak berkembang pula menjadi pusat perdagangan dan penyebaran islam di Jawa.

Momen tersebut dijadikan peluang bagi Demak untuk melepaskan diri dari Majapahit dan meruntuhkannya. Kemudian kerajaan Demak menjadi kerajaan islam pertama di pulau jawa dengan Eaden patah menjadi raja pertama disana. Secara geografis, kerajaan Demak berada di Jawa Tengah dengan ibukota di Bintoro, dekat muara sungai Demak yang dikelilingi rawa yang luas di perairan Laut Muria.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Sebagai pusat pemerintahan, Bintoro yang terletak diantara Bergola dan Jepara. Bergola adalah pelabuhan penting di masa pemerintahan kerajaan Mataram, sedangkan Jepara berkembang menjadi pelabuhan penting bagi Demak.

Kerajaan Banten

Setelah diislamkan oleh Fatahillah, Banten diberikan kepada putranya yang bernama Hasannudin. Pada tahun 1552-1570, Hasannudin menaruh dasar pemerintahan kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama di kerajaan Banten.

Kerajaan Banten berada di wilayah Banten sekarang, yakni di tepi Timur Selat Sunda. Letaknya yang strategis membuat Banten menjadi pusat perdagangan nasional yang sangat ramai.

Kerajaan Mataram Islam

Awalnya, kerajaan mataram merupakan kadipaten yang dipimpin oleh Ki Gede Pamanahan yang dulunya daerah ini diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) sebagai ucapan terima kasih atas bantuan yang diberikan untuk mengatasi perang saudara di Demak.

Ki Gede Pamanahan memiliki seorang putra bernama Sutawijaya yang melayani raja Pajang sebagai komando pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan mangkat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi adipati di Kota Gede. Setelah berakhirnya pemerintahan Hadiwijaya di Pajang, perang saudara kembali terjadi antara Pangeran Benowo yang merupakan putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, yaitu Bupati Demak,  keturunan Raden Trenggono.

Perang saudara yang terjadi membuat banyak daerah dibawah pemerintahan Pajang melepaskan diri dan memaksa Pangeran Benowo meminta bantuan pada Sutawijaya. Perang saudara tersebut akhirnya dapat teratasi dengan bantuan Sutawijaya. Selain itu akibat ketidakmampuannya maka Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya secara sukarela  pada Sutawijaya. Maka pemerintahan kerajaan panjang berakhir dan muncul kerajaan Mataram yang berada di Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede (sekitar kota Yogyakarta kini).

Kerajaan Gowa-Tallo

Pada abad ke-16, Ada beberapa kerajaan berdiri di Sulawesi Selatan seperti Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Setiap kerajaan membentuk persekutuan sesuai pilihan mereka diantaranya kerajaan Gowa dan Tallo yang membentuk persekutuan pada tahun 1528, sehingga muncul kerajaan yang lebih dikenal bernama kerajaan Makasar.

Sebenarnya Makassar adalah nama ibukota kerajaan Gowa. Secara geografis, letak Sulawesi Selatan sangat strategis karena berada di jalur pelayaran juga sebagai pusat persinggahan para pedagang dari Indonesia Timur juga Indonesia Barat. Letaknya yang strategis, membuat kerajaan Makasar berkembang menjadi kerajaan besar dan menguasai  perdagangan di nusantara.

Baca Juga : Sejarah G30S/PKI

Kerajaan Ternate-Tidore

Letak kerajaan Ternate dan Tidore berada di kepulauan Maluku. Kondisi Maluku yang subur dan dikelilingi  hutan rimba, membuat Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan pala.

Pada abad ke-12, saat permintaan akan rempah sangat meningkat, masyarakat Maluku tidak hanya mengandalkan hasil hutan dan memulai mengusahakan perkebunan. Perkebunan cengkeh tersebar di Pulau Buru, Seram dan Ambon.

Banyak pedagang yang datang berburu rempah ke Kepulauan Maluku, termasuk pedagang Islam dari Jawa Timur yang juga membawa islam masuk ke Maluku,  terutama di daerah perdagangan seperti Hitu di Ambon, Ternate dan Tidore.

Selain itu, islam disiarkan oleh para penceramah dari jawa, salah satunya Maulana Hussain dari Jawa Timur. Pada abad ke-15 Islam berkembang pesat di Maluku.

Perkembangan ajaran Islam di Kepulauan Maluku membuat banyak rakyat Maluku yang masuk Islam, termasuk Raja Ternate yaitu Sultan Marhum, putra mahkotanya yang bernama Sultan Zaenal Abidin bahkan pernah memperdalam ajaran islam di Pesantren Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur sekitar abad 15.

Kerajaan Malaka

Pada sekitar tahun 1380-1403, Parameswara mendirikan kerajaan Malaka. Parameswara adalah putra Raja Sam Agi dari Sriwijaya. Pada saat itu, karena kerajaan miliknya yang ada di Sumatera runtuh akibat diserang Majapahit, maka ia yang saat itu masih memeluk agama Hindu kabur ke Malaka. Ketika Malaka berdiri, disana masih ada sekitar tiga puluh keluarga yang merupakan pribumi dari Suku Laut yang kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan.

Rombongan raja dan pasukannya yang merupakan pendatang  dengan kebudayaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk lokal maka dengan mudah mempengaruhi pribumi. Selain itu, para kaum pendatang membuat Malaka menjadi kota yang ramai dan menjadikannya sebagai pusat perdagangan. Kaum pendatang pun mengajak para pribumi untuk bercocok tanam tanaman yang sebelumnya tidak mereka ketahui seperti tebu, pisang dan rempah. Di daratan, kaum pendatang mendapati bahan tambang seperti biji timah.

Malaka kemudian membentuk hubungan dagang dengan Sumatera dengan beras yang dijadikan salah satu barang yang didatangkan dari Sumatera.

Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh terletak di daerah yang kini dikenal dengan Aceh Besar. Kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-15 M, diatas puing-puing kerajaan Lamuri yang didirikan oleh Muzaffar Syah (1465-1497). Dialah tokoh  yang mendirikan kota Aceh Darussalam. Dibawah pemerintahannya, Aceh Darussalam mengalami kemajuan di bidang perdagangan karena para pedagang Muslim memindahkan kegiatan perdagangan dari Maluku ke Aceh.

Baca Juga : Pemberontakan DI/TII

Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang dipandang sebagai penerus kerajaan Islam di Demak. Letak kesultanan ini berada di Kartasura dan menjadi kerajaan Islam pertama jawa di pedalaman. Raja pertama Kerajaan Pajang adalah Jaka Tingkir dari Pengging, lereng gunung Merapi. Usia kerajaan ini tidak panjang  karena berhasil diambil alih  oleh kerajaan Mataram.

Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon adalah kerajaan yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati  dan merupakan kerajaan islam pertama di Jawa Barat. Pada abad ke-16, Cirebon adalah daerah kecil dibawah kerajaan Pajajaran. Raja Pajajaran hanya menempatkan juru labuhan bernama Pangeran Walangsungsang yang mempunyai hubungan darah dengan Raja Pajajaran.

Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar adalah kerajaan yang berdiri setelah Pangeran Samudera sebagai pewaris resmi kerajaan Daha dengan sang paman bernama Pangeran Tumenggung berselisih. Sebelum tewas, Raja Sukarama memberi wasiat agar cucunya yaitu Raden Samudera menjadi pewaris tahta.

Perselisihan yang terjadi membuat Pangeran Samudera meninggalkan kerajaan dan melakukan perjalanan hingga ke kerajaan Demak lalu disana ia meminta bantuan dan Demak akan membatu pangeran Samudera dengan syarat ia memeluk Islam. Akhirnya dengan bantuan demak, pangeran samudera berhasil menang dan kerajaan berkembang menjadi kerajaan Islam.

Baca Juga : Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Demikian artikel tentang sejarah masukya islam di Indonesia, semoga bermanfaat