√ Sejarah Masa Pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) [Lengkap]

Posted on

Pendudukan Jepang di Indonesia – Setelah Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, setelah sebagian wilayah Belanda berhasil dikuasi Jerman pada saat perang dunia II.

Bagaimana kronologi awal pendudukan Jepang di Indonesia? Bagaimana sifat pendudukan Jepang di Indonesia? Bagaimana respon bangsa Indonesia terhadap pendudukan Jepang?

Baca Juga : Organisasi Bentukan Jepang Di Indonesia

Pendudukan Jepang di Indonesia dimulai tanggal 9 Maret 1942 dan merupakan rangkaian politik imperialisme di Asia Tenggara dan menyebabkan kemajuan industri di Jepang maju sangat pesat dan membuat strategi ekspansi untuk mencari bahan mentah sumber pangan dan pemasaran baru.

Konstalisasi negara Jepang didorong oleh menguatnya ambisi militerime Jepang yang memungkinkan hal tersebut terjadi. Imperialisme Jepang memiliki hubungan yang sangat erat dokumen Tanaka di dalam kerangka politik makro. Dokumen Tanaka merupakan dokumen tentang rencana ekspansionisme negara Jepang.

Invansi ke Nusantara adalah salah satu bagian politik ekspansionisme Jepang di Asia Tenggara. Jepang bercita-cita untuk membangun kawasan makmur di bawah naungannya bersama dengan Asia Timur Raya dan direalisasikan dengan cara mencetuskan perang Asia Timur Raya.

Latar Belakang Pendudukan Jepang di Indonesia

Jepang merupakan negara paling maju di Asia bahkan banyak memberi bantuan kepada Indonesia. Di dalam perang dunia ke II (1939-1945), Jepang sangat ingin membangun imperium di Asia, dengan tujuan untuk menguasai benua tersebut, Jepang beranggapan bahwa Amerika Serikat adalah penghalang utamanya.

Sehingga sebelum Jepang menyerang Asia, pada Desember 1941 Jepang melumpuhkan armada pasukan Amerika Serikat di samudra pasifik. Pangkalan armada Amerika Serikat di pulau Hawaii, tepatnya di Pearl Harbour dengan tiba-tiba di serang oleh Jepang. Dengan melakukan hal tersebut, Jepang telah membuka jalan untuk menduduki benua Asia, terutama Asia timur dan Asia tenggara termasuk Indonesia.

Setelah sekitar 5 jam penyerangan di pearl Harbour, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborg Stachouwer menyatakan perang kepada Jepang.

Jepang menyerang markas-markas Belanda yang berada di Tarakan, Sumatra, dan Jawa. Pada tanggal 18 Maret 1942, Belanda menyerah tanpa syarat yang diwakilkan oleh panglima angkatan perang Hindia Belanda yaitu Letnan Jenderal ter poorten atas nama angkatan perang sekutu di Indonesia kepada angkatan perang Jepang di bawah pimpinan letnan Jenderal Imamura, maka saat itu berakhirlah pemerintahan hindia belanda di Indonesia dan dengan resmi dimulai pendudukan Jepang di nusantara.

Kedatangan Jepang ke Indonesia

Pada tahun 1936, ketua Persatuan Pegawai Bestuur (Pamong Praja) Bumi Putera bernama Sutarjo Kartohadikusumo mengajukan petisi kepada pihak pemerintah Hindia Belanda yang terkenal dengan sebutan Petisi Sutarjo.

Petisi Sutarjo berisi tentang permintaan dilakukan perundingan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda untuk membuat rencana pemerintahan bagi Indonesia walaupun tengah berda dalam kekuasaan Belanda. Pemerintahan dilaksanakan dalam kurun waktu 10 tahun atau sesuai dengan hasil perundingan.

Pada tahun selanjutnya, Gabungan Politik Indonesia menyusun saran dalam semboyan Indonesia Berparlemen. Namun pihak Belanda tidak menerima saran tersebut.

Baca Juga : Latar Belakang Perang Dunia 1

Pada Agustus 1940, sejumlah wilayah Belanda terlah ambilalih Jerman dalam Perang Dunia II. Indonesia sebagai daerah kekuasaann diserukan tawanan perang. Kemudian, GAPI menyatakan resolusi yang kembali menuntut diselenggarakannya transformasi ketatanegaraan di Indonesia dengan hukum tata negara dalam kondisi darurat.

Resolusi GAPI berisi permintaan untuk mengganti Volksraad sebagai badan legislatif sejati dengan anggota berasal dari rakyat dan mengganti fungsi kepala departemen menjadi menteri yang memiliki tanggung jawab pada badan legislatif. Hal ini disampaikan ke Gubernur Jenderal, Ratu Wilhelmina dan Kabinet Belanda yang pada saat itu berada di London.

Akhirnya pemerintah Belanda janji akan membuat komisi dengan tugas menghimpun materi mengenai pergantian ketatanegaraan yang diidamkan bangsa Indonesia. Kemudian dibentuk Commissie tot Berstudeering van Staatsrechtelijke Hervormingen pada 14 September 1940. Komisi ini lebih dikenal dengan Komisi Visman dengan Dr. F.H. Visman sebagai ketuanya.

Pendirian komisi ini tidak disambut dengan baik oleh para kaum pergerakan seperti Volksraad dan GAPI secara langsung mengutarakan ketidaksetujuan mereka. Hal tersebut terjadi didasarkan dari pengalaman apabila komisi bentukan Belanda tidak akan memberi manfaat untuk pihak Indonesia.

Pada waktu berbarengan, beberapa negara di Asia Tenggara telah dikuasai oleh Jepang dan keberadaan Belanda di Indonesia juga berbahaya. Jepang yang melakukan propoganda 3A sehingga memperkuat  kedudukannya di Asia .

Karena merasa terancam, pihak Belanda yang bersikeras semakin membuat kaum pergerakan nasional Indonesia yakin apabila belanda tetap berkuasa maka Indonesia tidak akan merdeka. Propaganda Jepang yang menyuarakan kemerdekaan bagi negara-negara Asia memperoleh simpati dari rakyat Indonesia.

Agar dapat mengambil alih Indonesia dari Belanda, Jepang menyerbu sejumlah markas milik belanda yang terletak di daerah Tarakan, Sumatra, dan Jawa. Pada 8 Maret 1942,  pihak Belanda melalui Letnan Jenderal H. Ter Poorten  menyerah tanpa syarat pada pihak tentara Jepang yang diwakilkan oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.

Hal tersebut disepakati melalui perjanjian Kalijati yang dilaksanakan di Subang, Jawa Barat. Perjanjian kalijati berisi tentang penyerahan kekuasaan dari pihak Belanda atas daerah jajahannya di Indonesia kepada pihak Jepang.

Sebenarnya, tujuan jepang sama dengan Belanda yaitu untuk menjajah, namun kedatangan Jepang disambut lebih baik oleh bangsa Indonesia. Latar belakang yang menyebabkan respon bangsa indonesia lebih baik pada pihak  jepang antara lain::

  • Jepang menyerukan bahwa kedatangannya tidak bertujuan untuk melakukan penjajahan, tapi untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan.
  • Jepang menyerukan propaganda 3A yaitu Jepang cahaya Asia, Jepang pelindung Asia  dan Jepang pemimpin Asia.
  • Jepang mengatakan bahwa jepang adalah saudara tua bangsa Indonesia yang datang untuk membebaskan rakyat Indonesia.
  • Terdapat slogan Hakoo Ichiu, yakni dunia adalah satu keluarga dan pemimpin keluarga tersebut adalah Jepang yang berupaya mewujudkan kemakmuran.

Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Para pemimpin pergerakan juga setuju untuk melakukan kerjasama dengan pihak Jepang, diantaranya Ir Soekarno dan  Moh. Hatta. Walaupun dua tokoh ini dikenal tokoh nonkooperatif yang kukuh, mereka setuju bekerja sama. Hal tersebut dinyatakan Soekarno  dalam biografinya karya  Cindi Adams, bahwa ketika itu Jepang sedang dalam keadaan kuat, sedangkan Indonesia sedang dalam keadaan lemah. Sehingga Indonesia memerlukan bantuan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.

Masa Pendudukan Jepang Di Indonesia

Pada tahun 1942, Jepang mulai menguasai Indonesia dan berakhir pada pada tanggal 17 Agustus 1945 ditandai dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh  Ir. Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa Indonesia.

Pada awal perang dunia II, sebagian wilayah Belanda dikuasai oleh Nazi Jerman, tepatnya pada Mei 1940. Karena itu, pihak Hindia-Belanda menyatakan status siaga dan ekspor untuk Jepang dipindahkan ke Amerika Serikat dan Inggris.

Pada Juni 1941, Pihak Belanda melakukan perundingan dengan pihak Jepang, tujuannya untuk menyelamatkan ketersediaan bahan bakar untuk penerbangan ketidakberhasilan.

Pada Desember 1941, Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara. Jepang memberikan bantuan pada faksi Sumatra untuk melakukan revolusi terhadap pemerintahan Belanda terjadi pada bulan yang sama. Pada Maret 1942, Jepang berhasil mengalahkan pasukan Belanda.

Kekuasaan Jepang di Indonesia beragam karena kaum pribumi hidup pada status sosial mereka. Kaum pribumi mengalami perbudakan seksual, penyiksaan dan berbagai kejahatan perang lainnya. Target utama dalam pendudukan jepang ini adalah orang berdarah campuran Indonesia Belanda.

Sebagai upaya untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, Jepang membentuk Dokuritsu Junbi Chosakai (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia disingkat BPUPKI). Tugas BPUPKI adalah untuk melakukan persiapan sebelum kemerdekaan dan menyusun dasar negara. Kemudian tugas BPUPKI, digantikan oleh Dokuritsu Junbi Inkai (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau disingkat PPKI) untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Sifat Pendudukan Jepang Di Indonesia

Berikut ini beberapa karakteristik pendudukan Jepang di Indonesia diantaranya yaitu:

Dengan Melakukan Mengambil Hati Rakyat Indonesia
Jepang berusaha memikat hati rakyat Indonesia dengan memperdengarkan lagu kebangsaan Indonesia dan pidato para tokoh Indonesia secara terus menerus di Radio Tokyo. Dengan begitu, rakyat Indonesia percaya bahwa Jepang akan membantu kemerdekaan  Indonesia.

Baca Juga : Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Mengikutsertakan Semboyan 3G
Dengan menggunakan semboyan 3G yaitu Gold, Glory, serta Gospel. Jepang mengaku bahwa kedatangan mereka sebagai saudara tua Indonesia yang akan membawa Indonesia ke gerbang kemerdekaan.

Menyerukan Propaganda
Jepang menyerukan propaganda mereka yaitu propaganda 3A untuk memberi kesan pada rakyat Indonesia bahwa Jepang adalah negara yang kuat dan bisa membantu kemerdekaan Indonesia.

Jepang banyak memberi rayuan, propaganda dan juga tipu muslihat. Salah satu contohnya dengan membebaskan tokoh Indonesia dari pengasingan dan mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia. Dengan kebenaran dibalik semua itu hanyalah tipu muslihat yang dilakukan Jepang hanya untuk mendapat simpati rakyat Indonesia.

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik penjajahan Jepang dilakukan dengan cara propaganda dan tipu muslihat. Semua itu dilakukan seakan-akan kehadiran jepang di Indonesia memberikan keuntungan dan dapat membawa Indonesia lebih dekat dengan kemerdekaan.

Singkatnya, kependudukan jepang di indonesia bersifat sangat kejam. Tapi meskipun Indonesia diperlakukan sangat kejam oleh Jepang, Indonesia dapat merdeka dan mengambil sisi positif dari tindakan Jepang seperti kerja paksa romusha mengajarkan Indonesia untuk berkerja keras, dilatih cara baris berbaris, cara memegang senjata juga cara berperang.

Sistem Stratifikasi Sosial pada Zaman Industri Modern

Jika dibandingkan, industri modern lebih berdampak jauh dan luas ketimbang indistrialisasi di zaman Belanda. Terdapat perubahan dalam struktur kerja dan angkatan kerja di perkotaan. Selain itu, terjadi perubahan di kalangan buruh dimana yang tadinya pegawai laki-laki memonopoli namun sekarang perempuan juga bisa ikut serta dalam berbagai profesi.

Kini perekonomi tidak lagi ditentukan hanya dari aspek kelas sosial, tapi juga faktor lain seperti profesionalisme dan kelangkaan. Hal tersebut dikarenakan kreativitas menambah nilai pekerjaan di kalangan masyarakat industri.

Masyarakat industri sangat menghargai orang dengan latar belakang pendidikan tinggi dan orang dengan latar belakang pendidikan lebih rendah ditempatkan pada pangkat yang lebih rendah.

Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia

Pada masa kekuasaan Jepang, Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah, antara lain:

  • Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-25 atau Tentara ke duapuluhlima yang berpusat di Bukittinggi dengan daerah kekuasaan mencakup Sumatra.
  • Pemerintahan Militer Angkatan Darat ke-16 atau Tentara keenambelas yang berpusat di Jakarta dengan daerah kekuasaan mencakup Jawa dan Madura.
  • Pemerintahan Militer Angkatan Laut II atau armada selatan kedua yang berpusat di Makassar dengan daerah kekuasaan mencakup Sulawesi, Kalimantan, dan Maluku

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Pendudukan pemerintahan  militer di Jawa hanya bersifat sementara, berdasarkan Osamu Seirei Nomor 1 Pasal 1 yang dinyatakan pada 7 Maret 1942 oleh Panglima Tentara Keenambelas. Selanjutanya Osamu Seirei Nomor 1 Pasal 1 dijadikan sebagai peraturan pokok ketatanegaraan di zaman Jepang. Posisi gubernur jenderal diyang ada pada masa Hindia Belanda dihapuskan dan semua kuasa gubernur jenderal sekarang diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.

Adanya peraturan tersebut juga memberikan tanda bahwa pemerintahan Jepang ingin tetap menggunakan aparat pemerintah sipil juga pegawai yang lama. Tujuannya agar pemerintahan bisa terus berjalan dan mencegah terjadinya kekacauan. Sedangkan, pemerintahan pusat tetap dibawah tentara Jepang.

Berikut ini tatanan pemerintahan militer Jepang, terdiri dari:

  • Gunshireikan (panglima tentara), kemudian disebut Saiko Shikikan (panglima tertinggi), ini adalah kuasa tertinggi.
  • Gunseikan (kepala pemerintahan militer), merangkap kepala staf.

Tugas Gunshireikan adalah mengabsahkan peraturan yang dibuat oleh Gunseikan. Peraturan tersebut dinamakan Osamu Kanrei. Semua peraturan yang dibuat diserukan dalam Kan Po  yakni  publikasi resmi yang dibuat oleh Gunseikanbu.

Gunseikanbu merupakan petugas pemerintahan militer pusat yang terdiri dari lima bu  atau departemen yang terdiri dari:

  • Sumabu (Departemen Urusan Umum)
  • Zaimubu (Departemen Keuangan)
  • Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan)
  • Kotsubu (Departemen Lalu Lintas)
  • Shihobu (Departemen Kehakiman)

Koordinator pemerintahan militer setempat dinamakan gunseibu. Letak pusat koordinator militer ada di beberapa wilayah diantaranya Bandung, Semarang dan Surabaya. Selain itu, ada dua daerah istimewa atau koci yakni Surakarta (Solo) dan Yogyakarta.

Pada setiap gunseibu ada sejumlah komandan militer yang bertugas mengembalikan ketertiban dan keamanan, menegakkan kekuasaan, dan membentuk pemerintahan. Selain itu, mereka berwewenang memberhentikan pegawai berkebangsaan Belanda. Tapi upaya tersebut tidak berjalan lancar.

Tenaga pemerintahan Jepang masih sangat kurang, mereka sudah berupaya mengirimkan tenaga  dari Jepang tapi belum sampai tujuan kapal yang mengangkut para tenaga pemerintahan diserang sekutu sehingga tenggelam.

Dengan terpaksa Jepang mengangkat pribumi sebagai pegawai pemerintahan yang menguntungkan pihak Indonesiajarena mendapatkan pengalaman di bidang pemerintahan.

Berdasarkan UU No. 27 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah, Wilayah Jawa dan Madura (kecuali koci) terbagi menjadi 6 wilayah pemerintahan yang terdiri dari:

  • Syu (karesidenan), dikepalai seorang syuco.
  • Syi (kotapraja), dikepalai seorang syico.
  • Ken (kabupaten), dikepalai seorang kenco.
  • Gun (kawedanan atau distrik), dikepalai seorang gunco.
  • Son (kecamatan), dikepalai seorang sonco.
  • Ku (kelurahan atau desa), dikepalai seorang kuco.

Baca Juga : Sejarah G30S/PKI

Dalam menjalankan tugasnya, Syucokan mendapat bantuan dari Cokan Kanbo (Majelis Pemusyawaratan Cokan) dengan 3 bu (bagian) yang meliputi Naiseibu (pemerintahan umum), Keizaibu (ekonomi) dan Keisatsubu (kepolisian).

Para syucokan dilantik secara sah oleh gunseikan pada September 1942. Hal ini merupakan awal berjalannya pemerintahan daerah dan menyisihkan tenaga kerja Indonesia yang sempat menempati posisi tinggi dalam pemerintahan darurat.

 Panglima Tentara Ke-25 yang memimpin pemerintahan militer di Sumatra mendirikan 10 karesidenan yang terdiri dari bungsyu, gun dan son. 10 keresidenan tersebut antara lain Aceh, Sumatra Timur, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Jambi, Palembang, Lampung dan Belitung. Posisi syucokan dikuasai orang Jepang.

Armada Selatan Kedua juga membentuk Minseibu di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Seram dengan daerah dibawahnya mencakup syu, ken, bunken, gun dan son.

Setelah tentara Jepang mendarat, rakyat Indonesia memperoleh posisi tinggi dalam pemerintahan dan di awal Agustus 1942 jabatan tersebut hanya terbatas hingga gunco dan sanco. Sedangkan jabatan walikota dikuasasi orang jepang. Walikota tersebut memegang wilayah Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Pontianak

Dalam perekonomian, Jepang menerapkan kebijakan dengan tujuan utama untuk menghimpun bahan mentah industri perang. Tujuan tersebut diwujudkan melalui dua tahap yakni  penguasaan dan restrukturisasi .

Dalam tahap penguasaan, pabrik gula milik belanda diambilalih lalu dikelola pihak swasta Jepang seperti Meiji Seilyo Kaisya dan Okinawa Seilo Kaisya. Dalam tahap restrukturisasi, kebijakan yang dibuat jepang diantaranya yaitu:

  • Sistem autarki, yakni kewajiban bagi rakyat dan pemerintah daerah mencukupi segala kebutuhan mereka bagi kepentingan perang.
  • Sistem tonarigumi, yaitu pembentukan organisasi rukun tetangga yang terdiri dari 10-20 kepala keluarga untuk menghimpun setoran pada pihak Jepang.
  • Berdasarkan UU 22 Tahun 1942 yang dibuat Gunseikan, Jepang memonopoli hasil perkebunan.
  • Memobilitasi tenaga perang.

Sedangkan pengaruh Jepang di Indonesia dalam bidang pendidikan dan kebudayaan, antara lain.

  • pelarangan penggunaan bahasa Belanda dan pewajiban penggunaan bahasa Jepang dan bahasa Indonesia di sekolah dan kantor. Jepang juga memberikan pengajaran tentang penggunaan Kanji dan Hiragana.
  • Menerbitkan koran berbahasa Jepang dan membuka kursus bahasa Jepang guna mengembangkan budaya Jepang.
  • Setiap pagi rakyat diharuskan menghadap ke timur untuk memberikan penghormatan pada matahari.
  • Pendirian Pusat Kebudayaan Keiman Bunka Shidosko pada 1 April 1943.

Untuk menunjang kepentingan perang, Jepang melakuakukan mobilitas sosial seperti:

  • menjalankan kinrohoshi atau latihan kerja paksa.
  • menerapkan romusa atau kerja paksa tanpa bayar.
  • membentuk tonarigumi atau organisasi rukun tetangga.

Baca Juga : Pemberontakan DI/TII

Untuk menumbuhkan mentalitas, maka  ditanamkan seiskin dan bhusido dimana berani mati, rela berkorban, siap menempuh bahaya, dan mengindahkan  keperwiraan.

Berikut organisasi kemiliteran bentukan Jepang, antara lain

  • Seinendan, yakni pasukan yang terdiri dari pemuda yang berusia 14 hingga 22 tahun .
  • Iosyi Seinendan, yakni pasukan cadangan.
  • Bakutai, yakni pasukan pemberani.
  • Keibodan, yaitu pasukan pembantu polisi yang terdiri dari anggota berumur 23 hingga 35 tahun. Di Sumatera, barisan pemuda disebut Bogodan dan di Kalimantan disebut Borneo Konon Hokokudan.
  • Hisbullah, yakni pasukan semi militer.
  • Heiho, yaitu pasukan pembantu prajurit Jepang dengan anggota berumur 18 hingga 25 tahun .
  • Jawa Sentotai, yakni pasukan benteng perjuangan.
  • Suisyintai, yakni barisan pelopor.
  • Peta atau Pembela Tanah Air, yakni pasukan militer daerah  bentukan jepang oleh Kumakichi Harada berdasarkan Osamu Serei No. 44 pada 23 Oktober.
  • Gokutokai, yakni organisasi pelajar yang terbentuk pada Desember.
  • Fujinkai, yakni organisasi wanita yang terbentuk pada 23 Agustus 1943.

Seseorang yang menamatkan pendidikan akan mendapatkan jabatan militer, diantaranya:

  • Daidanco (komandan batalyon), diambil dari tokoh masyarakat misalnya pegawai pemerintah, pemuka agama, pamong praja, politikus, dan penegak.
  • Cudanco (komandan kompi), diambil dari dari golongan pekerja, tapi belum berpangkat tinggi misalnya guru dan juru.
  • Shodanco (komandan peleton), diambil dari golongan pelajar sekolah menengah pertama atau sekolah menengah atas.
  • Budanco (komandan regu), diambil dari golongan pemuda lulusan  sekolah.
  • Giyuhei (prajurit sukarela), diambil dari golongan pemuda yang berada setingkat sekolah dasar.

Kandidat perwira Peta akan dilatih di Bogor lalu setelah itu diposisikan di 66 batalyon yang ada di Jawa, Madura dan Bali. Seiring berjalannya waktu,  anggota Peta banyak yang kecewa dengan pemerintahan jepang  lalu memulai pemberontakan tahun 1944.

Pada 14 Februari, terjadi pembelotan terbesar yang dilakukan Peta Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi. Dalam pemberontakan tersebut sebanyak setengah dari jumlah batalyon ikut serta namun dengan mudah pemberontakan ini dipadamkan oleh Jepang.

Dampak positif kependudukan Jepang di Indonesia diantaranya yaitu:

  • Bahasa Indonesia diperbolehkan menjadi bahasa nasional.
  • Jepang memobilisasi rakyat Indonesia untuk mengambil simpati.
  • Jepang secara tegas memberikan pengakuan posisi nasional dan kesempatan memimpun bagi Indonesia.
  • Jepang mendukung gerakan Anti Belanda dan semangat nasionalisme Indonesia.
  • Membangun sekolah dasar 6 tahun dan 9 tahun lebih singkat dari yang lawas dan SLTA.
  • Membentuk koperasi di  bidang ekonomi dengan tujuan kebaikan bersama.

Baca Juga : Pemberontakan Andi Azis

Dampak negatif kependudukan Jepang di Indonesia diantaranya yaitu:

  • Semua organisasi politik dan lembaga warisan sosial Hindia Belanda dihapuskan meski nyatanya organisasi tersebut banyak memberi manfaat bagi perkembangan sosial, ilmu pengetahuan, ekonomi dan kemakmuran rakyat.
  • Menggunakan sumber daya seperti makanan, logam, pakaian, dan minyak untuk memobilisasi perang.
  • Penerapan kerja paksa romusha yang menyebabkan penderitan bagi rakyat Indonesia.

Organisasi Pergerakan Zaman Jepang

Indonesia tidak diperbolehkan mendirikan organisasi tanpa seizin Jepang, sehingga Jepang membentuk organisasi dengan tujuan untuk membantu jepang namun kemudian organisasi bentukan jepang tersebut berbalik menyerang jepang. Berikut ini beberapa organisasi bentukan jepang di Indonesia:

Gerakan Tiga A

Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda Jepang yang dibentuk pada  April 1942. Gerakan 3A dipimpin oleh Mr. Sjamsuddin. Gerakan ini bertujuan untuk menarik simpati rakyat agar sukarela memberikan bantuan tenaga bagi kepentingan perang Jepang.

Propaganda 3A berbunyi Jepang Cahaya Asia, Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia. Kemudian dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya dengan dikepalai Sukarjo Wiryopranoto untuk menyokong gerakan dan menerbitkan surat kabar Asia Raya untuk menyuarakan propaganda.

Setelah rakyat mengetahui maksud asli organisasi ini, simpati mereka hilang dan keluar organisasi. Pada 20 November 1942, gerakan 3A dibubarkan.

Putera (Pusat Tenaga Rakyat)

Pusat Tenaga Rakyat adalah organisasi bentukan jepang yang didirikan pada 9 Maret 1943. Putera dipimpin oleh Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara dan KH Mas Mansyur atau lebih dikenal dengan empat serangkai.

Ir. Soekarno berpendapat bahwa Putera bertujuan  untuk menciptakan dan membangun semua yang dihancurkan oleh Belanda. Sedangkan Jepang menyatakan bahwa Putera bertujuan memfokuskan semua kemampuan yang dimiliki rakyat Indonesia untuk kepentingan  perang.

Dalam peraturan dasarnya, ada 11 kegiatan yang wajib dilakukan organisasi ini diantaranya menghasut rakyat agar memiliki tanggung jawab yang kuat untuk menghilangkan pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda; ikut andil dalam melindungi Asia Raya, memperert tali persaudaraan diantara Indonesia dan Jepang, serta mengoptimalkan materi bahasa Jepang. Tak hanya itu,  Putera berfungsi juga dalam bidang sosial dan ekonomi.

Tujuan pembentukan Putera adalah untuk menghasut kaum nasionalis sekuler dan golongan terpelajar untuk memberikan tenaga dan pikiran mereka untuk membantu Jepang memenangkan Perang Asia Timur Raya.

Dalam organisasi ini terdiri dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bidang budaya dan pejabat bidang propaganda. Akan tetapi, organisasi Putera yang berada di daerah semakin mengalami kemunduran. Penyeba kemunduran Putera antara lain:

  • Kondisi sosial masyarakat termasuk pendidikan di daerah yang masih tertinggal, sehingga kurang maju dan dinamis.
  • Kondisi perekonomian masyarakat yang kurang mampu membiayai gerakan.

Baca Juga : Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Seiring berjalannya waktu, Putera banyak dimanfaatkan bangsa Indonesia untuk perjuangan dan kepentingan mereka. Setelah Jepang mengetahui hal tersebut, Putera dibubarkan.

Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)

Jawa Hokokai didirikan Jepang pada 1 Januari 1944 dan dipimpin oleh seorang gunseikan. Pembentukan Jawa Hokokai dilatarbelakangi oleh kesadaran jepang bahwasanya Putera lebih bermanfaat bagi Indonesia dibanding Jepang.

Pendirian Jawa Hokokai dideklarasikan Jenderal Kumakichi Harada selaku Panglima Tentara Keenambelas. Jawa Hokokai dibentuk agar mencakup semua kalangan termasuk golongan Cina dan Arab.

Sebelumnya, Jepang meminta pendapat kepada empat serangkai dalam pembentukan Jawa Hokokai dengan alasan Perang Asia Timur Raya semakin dahsyat sehingga Jepang perlu mendirikan organisasi baru guna menggalakkan dan menghimpun kekuatan rakyat.

Dasar organisasi Jwaa Hokokai adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.

Jawa Hokokai ditegaskan sebagai organisasi pemerintah yang resmi. Jika ujung tombak pimpinan Putera diberikan pada golongan nasionalis Indonesia dan pemimpin pusat Jawa Hokokai dibawah Gunseikan.

Pimpinan daerah diberikan pada  pejabat setempat mulai dari Shucokan hingga Kuco. Dalam anggaran dasar, kegiatan Jawa Hokokai  diantaranya yaitu:

  • Menjalankan semua hal dengan nyata dan ikhlas untuk memberikan seluruh tenaga pada pihak Jepang.
  • Memimpin rakyat untuk memberikan seluruh tenaga atas semangat persaudaraan diantara rakyat.
  • Memperkuat pembelaan tanah air.

Jawa Hokokai beranggotakan orang Indonesia yang paling tidak berumur 14 tahun, orang Jepang yang menjadi pegawai negeri dan orang dari segala profesi. Organisasi bentukan jepang ini menjadi penyelenggara utama usaha penghimpunan  padi dan barang.

Pada tahun 1945, Jawa Hokokai menjalankan segala kegiatan pemerintah di bagian pergerakan sehingga harus menjalankan tugas dengan nyata dan sebagai alat kepentingan Jepang.

Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)

Perdana Menteri Jepang, Toyo,  sempat berjanji pada Filipina dan Burma untuk memberikan kemerdekaan bagi mereka, tapi  hal ini  tidak diberikan pada Indonesia. Sehingga, para kaum nasionalis Indonesia memprotes hal tersebut. Menanggapi protes yang dilayangkan kaum nasionalis Indonesia , PM Toyo mengeluarkan kebijakan diantaranya:

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

  • Membentuk Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
  • Membentuk Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah.
  • Tokoh Indonesia diberi wewenng menjadi penasihat bagi pelbagai departemen.
  • Memasukkan orang Indonesia dalam pemerintahan dan organisasi resmi yang lain.

Pada 5 September 1943, Kumakichi Harada mengeluarkan Osamu Serei No. 36 dan 37 Tahun 1943 tentang pembentukan Cuo Sangi In dan Shu Sangi Kai. Dimana Cuo Sangi In diawasi Saiko Shikikan dan bertugas sebaga penjawab pertanyaan mengenai politik dan pemerintahan untuk Saiko Shikikan.

Selain itu, Cuo Sangi In memiliki hal untuk mengusulkan pendapat mereka  ke Saiko Shikikan. Rapat yang dilakukan Cuo Sangi In membahas mengenai perkembangan pemerintah militer, menaikkan derajat rakyat, pengendalian pendidikan dan penerangan, masalah ekonomi dan industri, kesejahterakan dan bantuan sosial juga kesehatan.

Jumlah anggota Cuo Sangi In ada 43 orang dimana 23 orang diambil dari anggota Saiko Shikikan, 18 orang diambil dari anggota Shu Sangi Kai dan 2 orang anggota yang disarankan dari Surakarta dan Yogyakarta. Pelantikan anggota Cuo Sangi In dilakukan pada 17 Oktober 1943 dengan Ir. Soerkarno sebagai ketua serta M.A.A. Kusumo Utoyo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo sebagai wakil.

Tujuan pembentukan Cuo Sangi In ialah agar terdapat perwakilan dari pihak Jepang dan juga pihak Indonesia. Namun, organisasi ini mendapat pengawasan ketat dari Jepang agar tidak digunakan sebagai alat perjuangan bangsa Indonesia.

Majelis Islam A’laa Indonesia (MIAI)

Majelis Islam A’laa Indonesia merupakan organisasi yang terbentuk tahun 1937 di Surabaya saat penjajahan Belanda. Pendiri Majelis Islam A’laa Indonesia ialah K. H. Mas Mansyur dan rekannya.

Pada masa pendudukan Jepang, organisasi ini tetap diperbolehkan berdiri karena organisasi ini merupakan organisasi  anti-Barat dan hanya bergerak di bidang amal dan pengurusan hari-hari besar Islam. Walaupun demikian, karena memiliki pengaruh besar membuat Jepang perlu membatasi ruang gerak Majelis Islam A’laa Indonesia.

Di masa awal pendudukan, Jepang mendirikan Bagian Pengajaran dan Agama yang dikepalai Kolonel Horie. Horie menyelenggarakan konferensi dengan beberapa petinggi agama di Surabaya. Melalui konferensi yang dilakukan, Horie berharap agar umat Islam tidak menjalankan kegiatan politik dan para peserta menyetujui permintaannya.

Selanjutnya pada akhir Desember 1942, dikumpulkan sekitar 32 kyai dari seluruh Jawa Timur untuk bertemu Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan  Mayor Jenderal Okasaki.

Gunseikan menyerukan bahwa Jepang akan selalu menghormati Islam dan akan melibatkan golongan Islam dalam pemerintahan. MIAI dipilih pemerintah militer Jepang sebagai wadah tunggal bagi organisasi gabungan Islam. Akan tetapi, Jepang baru mengakui organisasi ini setelah anggaran dasar mereka diubah, terutama asas dan tujuan organisasi.

Pada asas dan tujuan Majelis Islam A’laa Indonesia diberi tambahan kalimat: “… turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.”

Sebagai satu-satunya wadah bagi Islam, mereka memperoleh simpati luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi semakin berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan yang terjadi, Jepang mecurigainya. Sehingga, tokoh yang terlibat didalamnya yang berada diberbagai daerah mulai diawasi. Sebagai antisipasi gerakan pemuka agama Islam yang menjurus pada kegiatan berbahaya bagi Jepang maka diselenggarakan pelatihan bagi para kyai.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Kediri

Kyai peserta pelatihan dipilih berdasarkan syarat memiliki pengaruh luas di lingkungannya dan berwatak baik. Kegiatan pelatihan ini dilakukan selama sebulan di Balai Urusan Agama Jakarta.

Namun, keterbatasan kegiatan organisasi ini malah dirasa memberikan kepuasaan bagi Jepang. Pada Oktober 1943, secara resmi MIAI dibubarkan dan diganti menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan disahkan pada 22 November 1943 oleh Gunseikan.

Struktur anggota Masyumi diantaranya yaitu:

Ketua Pengurus Besar: K.H. Hasyim Asy’ari
Wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma’ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim dan Kartosudarmo.
Wakil dari Nahdatul Ulama adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin dan K.H. Mochtar.

Reaksi Kaum Pergerakan Nasional Terhadap Jepang

Pada akhirnya, para kaum pergerakan dan intelek Indonesia sadar bahwa Jepang lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia karena tindakan kejam dan penindasan yang dilakukan  mereka pada rakyat Indonesia.

Rasa simpati Indonesia pada Jepang mulai hilang dan menjadi kebencian sejak awal tahun 1944. Lalu muncul gerakan perlawanan pada Jepang, seperti Gerakan Tiga A, Putera, dan Peta.

Contoh pemberontakan terbesar yang dilakukan bangsa Indonesia dan mengejutkan pihak Jepang adalah Peta Blitar yang terjadi pada 4 Februari 1945 dibawah pimpinan Supriyadi. Dalam pembelotan ini tentara Jepang banyak yang tewas. Untuk menumpas pembelotan tersebut, Jepang mengepung pemberontak dan terjadi baku tembak yang menewaskan banyak korban baik dari pihak Jepang maupun pihak pembereontak. Dalam peperangan yang terjadi, Supriyadi menghilang. Hari terjadinya kejadian itu hari tersebut dijadikan sebagai hari Peta.

Kemudian bermunculan perlawanan lain dari berbagai daerah, seperti  Aceh dan Tasikmalaya. Selain itu muncul organisasi anti Jepang di golongan intelektual dan salah satu tokoh gerakan ini diantaranya Sjahrir dan Amir Sjarifuddin.

Perlawanan Rakyat terhadap Jepang

Berikut ini beberapa perlawanan rakyat indonesia terhadap pendudukan jepang:

Peristiwa Cot Plieng Aceh (10 November 1942)

Pemberontakan ini dipimpin seorang ulama muda bernama Tengku Abdul Jalil yang merupakan seorang guru di Cot Plieng, Lhokseumawe. Jepang berusaha untuk menghasut sang ulama tapi gagal. Jepang kemudian menyerang secara  mendadak saat orang sedang mengerjakan shalat subuh.

Meski senjata yang digunakan hanya seadanya, mereka  bisa memukul mundur pasukan jepang kembali ke Lhokseumawe, dan serangan kedua Jepang juga berhasil digagalkan rakyat. Di serangan terakhir,  Jepang berhasil membakar masjid dan  Teuku Abdul Jalil meloloskan diri dari kepungan jepang, tapi akhirnya ia tewas di tembak saat berdoa.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Malaka

Peristiwa Singaparna

Pada tahun 1943, sekolah yang ada di Sukamanah Singaparna Tasikmalaya, Jawa Barat dibawah pimpinan KH. Zainal Mustafa melakukan perlawanan. Beliau dengan tegas menolak ajaran yang berkaitan dengan Jepang yang terutama untuk melakukan tradisi menghormati matahari (seikerei) di setiap pagi hari, dan memberikan penghormatan ke kaisar Jepang menuju matahari terbit.

Jelas sekali, Seikerei menyinggung umat islam karena termasuk perbuatan menyekutukan Allah. Selain itu, tidak teganya melihat penderitaan rakyat yang akibat tanam paksa.

Perlawanan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh (November 1944)

Pemberontakan PETA di Meureudu-Pidie, Aceh dipimpin seorang perwira bernama Teuku Gyugun Hamid. Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh  sikap arogan dan kejam jepang pada kepada orang umum dan terutama bagi tentara Indonesia.

Perlawanan PETA di Blitar (29 februari 1945)

Pemberontakan PETA di Blitar dipimpin Dr. Ismail dan Syodanco Suradi. Latar belakang perlawanan ini yaitu  karena masalah pengumpulan beras, Heiho dan romusha yang di luar kemampuan rakyat Indonesia.

Sebagai anak seorang pejuang tidak akan tega menyaksikan penderitaan yang dialami rakyat sendiri. Selain itu akibat, sikap pelatih militer Jepang yang sangat sombong dan merendahkan tentara Indonesia .

Pemberontakan terbesar di jawa dilakukan oleh PETA Blitar. namun pasukan PETA berhasil ditipu pihak Jepang yang berkedok konsultasi yang dilakukan kolonel katagiri yang merupakan komandan pasukan Jepang.

Sebanyak 4 perwira PETA dihukum mati dan 3 lainnya disiksa hingga mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil melarikan diri.

Peristiwa Indramayu (April 1944)

Pemberontakan pada April 1944 di Indramayu disebabkan karena paksaan untuk deposit porsi nasi dan terjadinya Romusha yang menyebabkan penderitaan berkepanjangan rakyat.

Pemberontakan Teuku Hamid

Pada November 1944, seorang perwira bernama teuku Giguyun Hamid bersama satu peleton pasukan yang kabur  ke dalam hutan untuk melakukan pemberontakan.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Demikian artikel pembahasan tentang sejarah pendudukan jepang di Indonesia, semoga bermanfaat.