√ Sarekat Islam : Sejarah, Latar Belakang, Tokoh dan Kemuduran Organisasi Sarekat Islam (SI)

Posted on

Sarekat Islam (SI) – Ada banyak organisasi pergerakan nasional, salah satunya adalah Sarekat Islam. Syarikat Islam (SI) atau Sarekat Islam, dahulu bernama Sarekat Dagang Islam (disingkat SDI) didirikan pada tanggal 16 Oktober 1905 oleh Haji Samanhudi. SDI merupakan organisasi yang pertama kali lahir di Indonesia. Awalnya, organisasi yang dibentuk oleh Haji Samanhudi dan kawan-kawan merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang menentang politik Belanda memberi keleluasaan masuknya pedagang asing untuk menguasai komplar ekonomi rakyat pada masa itu.

Baca Juga : Pemberontakan Andi Aziz

Sejarah Singkat Sarekat Islam

Awalnya, Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah organisasi yang didirikan di Surakarta pada 16 Oktober 1905 dengan beranggotakan para saudagar Islam. Pendiri organisasi dagang ini adalah Haji Samanhudi

Tujuan awal sarekat dagang islam adalah untuk menyatukan para saudagar muslim pribumi terutama pengusaha batik agar dapat bersaing  dengan para saudagar keturunan Tionghoa.

Masa itu, usaha milik para saudagar keturunan Tionghoa sudah lebih maju dan lebih tinggi hak dan kedudukannya dibandingkan penduduk Hindia Belanda lainnya. Kesengajaan pemerintah Hindia Belanda menciptakan kebijakan tersebut menyebabkan terjadinya perubahan sosial karena kesadaran kaum pribumi yang dikenal dengan Inlanders mulai muncul.

Sarekat Dagang Islam adalah perkumpulan dibidang ekonomi yang berlandaskan Islam dengan dasar penggeraknya ialah perekonomian rakyat. Pada saat dipimpin oleh H. Samanhudi, sarekat dagang ini berkembang dengan pesat dan menjadi organisasi yang mendominasi. Pada 1909, R.M. Tirtoadisurjo membentuk Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo membentuk organisasi sejenis di Buitenzorg. Selain itu, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa pada tahun 1912. Bersama Hasan Ali Suratin, Tjokroaminoto masuk Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912, Tjokroaminoto yang terpilih sebagai petingginya dan mengubah nama Sarekat Dagang Islam (SDI) sebagai Sarekat Islam (SI). Tujuan perubahan nama tersebut adalah agar organisasi tidak hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tetapi juga dalam bidang lain seperti politik.

Keanggotaan sarekat Islam tidak hanya dibatasi untuk bangsawan Jawa dan Madura saja. Tujuan Sarekat Islam adalah menjalin persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong antar muslim serta memajukan perekonomian rakyat. Keanggotaan Sarekat Islam (SI) terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada saat Sarekat Islam mengajukan diri menjadi Badan Hukum, Gubernur Jendral Idenburg menyatakan keberatan. Badan hukum hanya diberi kepada Sarekat Islam lokal saja. Meski tidak ada unsur politik dalam anggaran dasarnya, tapi kegiatan Sarekat Islam meletakkan ketertarikan yang besar pada politik dan memprotes pemerintah kolonial yang melakukan ketidakadilan juga penindasan. Artinya Sarekat Islam (SI) memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Apabila dilihat dari anggaran dasarnya, Tujuan Sarekat Islam (SI), diantaranya yaitu:

  • Mengembangkan jiwa dagang.
  • Membantu pata anggota yang mengalami kesulitan dalam usahanya.
  • Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat kenaikan derajat rakyat.
  • Memperbaiki  berbagai pendapat yang keliru tentang Islam.
  • Hidup berdasarkan perintah agama.

Baca Juga : Sejarah G30S/PKI

Seiring perubahan waktu, akhirnya pada bulan Maret tahun 1916 Sarekat Islam pusat menerima penetapan sebagai Badan Hukum. Setelah pemerintah mengizinkan berdirinya partai politik, Sarekat Islam beralih menjadi sebuah partai politik dan pada tahun 1917, SI mengutus wakil ke Volksraad (semacam dewan rakyat), yakni HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tokoh CSI menjadi anggota volksraad bukan sebagai tokoh SI pusat tapi atas namanya berdasarkan ketokohannya. Tak lama berada Volksraad, Tjokroaminoto mengundurkan diri, karena volksraad dianggap sebagai “Boneka Belanda” yang hanya mengutamakan kepentingan  mereka dan mengabaikan hak pribumi. Pada saat itu, HOS Tjokroaminoto menyuarakan agar bangsa Indonesia diberi hak untuk mengatur sendiri segala urusan pemerintahannya, tapi pihak Belanda menolaknya.FPol

Pada Januari 1913, Sarekat Islam mengadakan kongres pertama di Surabaya. Dalam kongres pertama ini, Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik dan bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat Indonesia.

Selanjutnya, kongres kedua diadakan di Surakarta yang menegaskan bahwa SI hanya terbuka bagi rakyat biasa. Para pegawai pemerintah tidak boleh menjadi anggota. Pada tanggal 17-24 Juni 1916 diadakan kongres SI yang ketiga di Bandung. Dalam kongres tersebut, SI sudah mulai melontarkan pernyataan politiknya. SI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat (merdeka). Pada tahun 1917, SI mengadakan kongres yang keempat di Jakarta. Dalam kongres keempat ini, SI menegaskan ingin memperoleh pemerintahan sendiri (kemerdekaan) dan mendesak pemerintah agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Sarekat Islam (SI) mencalonkan H.O.S. Tjokroaminoto dan Abdul Muis sebagai wakilnya di Volksraad.

Latar Belakang Sarekat Islam

Pada zaman penjajahan, sumber daya di Indonesia dikuasai pihak asing sebagai penerapan sistem imperialisme modern Barat. Pihak kolonial menjadikan nusantara sebagai sumber bahan mentah dan pasar industri . Setelah mendengar kebijakan ekonomi yang dibuat kolonial tersebut, pada 16 Oktober 1905 Haji Samanhoedi langsung membangun Organisasi Sarikat Dagang Islam (SDI) di Surakarta sebagai tanggapan. Berita mengenai pendirian Sarekat Dagang Islam disiarkan melalui buletin Taman Pewarta.

SDI dianggap Belanda sebagai sebuah ancaman besar bagi posisi dan perkembangan ekonominya di Indonesia. Lebih-lebih, SDI berupaya bekerjasama dengan organisasi perdagangan Cina bernama Kong Sing. Sehingga pemerintah Belanda merasa perlu mendirikan organisasi yang akan bersanding dengan mereka.

Berdirinya Sarekat Dagang Islam ini menjadi simbol awal kesuksesan gerakan pembaharuan sistem organisasi Islam.  Pada kongres I Sarekat Dagang Islam diadakan di Solo pada tahun1906, Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam.

Kebijakan yang dilakukan Haji Samanhodi dalam Sarekat Islam sangat strategis, gerakan ini berdasarkan operasi kegiatan pasar.  Sarekat Islam bisa mendapatkan dana dipasar yang nantinya digunakan untuk melanjutkan gerakan mereka. Nama organisasi yang membawa Islam didalamnya membuat Sarekat Dagang Islam mengambil hati rakyat.

Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia

Sebagai organisasi tandingan, pada tahun 1909 M pemerintahan kolonial mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Bogor dan R.M.T Adhisoerjo sebagai pemimpinnya.

Sarekat Dagang Islamiyah Adhisoerjo sangat akrab dengan Belanda. Hal ini terlihat dari ketegantungan dana dan perlindungan bagi mereka kepada Belanda. Karena tidak dapat menandingi SDI Haji Samanhoedi, selanjutnya Adhisoerjo memilih meneruskan usahanya dan memberikannya kepada Haji Samanhoedi lalu Syarekat Dagang Islamiyah dibubarkan pada tahun 1911 M.

Pada masa revolusi Cina yang terjadi pada 1911, pemerintah Belanda melihat keberadaan Sarekat Islam dan koleganya semakin berbahaya bagi kepentingan mereka. Kemudian Belanda berupaya mengadu domba Sarekat Dagang Islam dan Kong Sing.

Awalnya, Belanda menciptakan konflik dengan mempersulit para produsen batik pribumi memperoleh bahan batik mereka. Dengan memepersulit perolehan bahan yang terjadi, pemerintah Belanda menyebarluaskan bahwa hal ini terjadi karena perbuatan pedagang Cina. Tapi usaha itu percuma, justru mempererat hubungan pribumi dan Cina.

Kemudian Belanda mencari cara lain yaitu dengan menciptakan gerakan huru-hara anti Cina dengan memakai Laskar Mangkunegara untuk menghasut rakyat untuk menghancurkan toko-toko milik Cina. Hasutan tersebut  menciptakan  kegaduhan di Surakarta dan kota lainnya. Setelah rakyat tahu bahwa pelaku perusak toko adalah Laskar Mangkunegara, rakyat kembali melakukan kegiatan pasar seperti sediakala.

Pada Maret 1912, Belanda mengetahui pergerakan SI di Surabaya. Pada Mei 1912, tiga tokoh propagandis SI berkunjung ke rumah Tjokroaminoto untuk melakukan diskusi dengan hasil bahwa Tjokroaminoto siap menjadi pemimpin Sarekat Islam. Hal itu mengalihkan pandangan para pengurus Sarekat Islam di Surakarta  lalu mereka mengundang Tjokroaminoto untuk diatang ke Surakarta.  Pada 13 Mei 1912, Tjokroaminoto yang datang ke Surakarta diberi kehormatan untuk menjadi pemimpin Sarekat Islam menggantikan Haji Samanhoedi.

Kondisi tersebut kembali digunakan kembali oleh Belanda untuk mengadu domba rakyat dengan menggunakan Laskar Mangkunegara lagi untuk menciptakan huru-hara anti Cina diikuti keputusan skorsing pada SI oleh Residen Surakarta.

Muncul kerusuhan akibat skorsing tersebut. Para petani yang menjadi anggota SI menggelar aksi mogok kerja di onderming Krapyak Surakarta. Karena dikhawatirkan kerusuhan yang terjadi semakin tak terkendali maka skorsing  dicabut oleh Residen Surakarta pada 26 Agustus 1912.

Baca Juga : Sejarah Perang Aceh

Tokoh Sarekat Islam

Berikut beberapa tokoh sarekat islam, diantaranya yaitu

Kiai Haji Samanhudi

KH Samanhudi yang memiliki nama kecil Sudarno Nadi lahir pada tahun 1868 di Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah adalah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah sebagai wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.

Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya. KH Samanhudi meninggal di Klaten, Jawa Tengah pada 28 Desember 1956 dan Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo. Setelah itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji Oemar Said Cokroaminito.

H.O.S. Cokro Aminoto

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto adalah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia. Tjokroaminoto lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882 dan Ia meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun.

Tjokroaminoto adalah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah bernama R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada saat itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo. Sebagai salah satu pelopor pergerakan nasional, ia memiliki tiga murid yang selanjutnya memberikan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.

Pada Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat Islam. setelah jatuh sakit setelah mengikuti Kongres SI di Banjarmasin, ia meninggal dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta. Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur adalah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Hal tersebut menggambarkan suasana perjuangan Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang pejuang kemerdekaan.

Semaun

Semaun adalah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI) yang lahir sekitar tahun 1899 di Curahmalang, Sumobito, Mojoagung, Kab. Jombang, Jawa Timur dan meninggal sekitar tahun 1971.

Ia terjun ke dunia politik pada usia 14 tahun. Pada tahun 1914, Semaun bergabung dengan Sarekat Islam afdeeling Surabaya. Pada tahun 1915, Ia berjumpa Sneevliet yang mengajaknya bergabung ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet .

Pada tahun 1916, ia pindah ke Semarang dan menjadi propagandis VSTP yang digaji. Karena kemampuannya, membuat Semaun cukup dekat dengan Sneevliet.

Semaun menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu dan Sinar Djawa-Sinar Hindia yaitu koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen menjadi tokoh termuda dalam organisasi namun ia andal dan cerdas.

Pada tahun 1918, Semaun menjadi anggota dewan pimpinan SI. Saat menjabat sebagai Ketua SI Semarang, ia banyak terlibat dengan pemogokan buruh dan berhasil memaksa pengusaha menaikkan upah buruh sebesar 20% dan uang makan 10%.

Baca Juga : Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Bersama Alimin dan Darsono, Semaoen berhasil mencapai cita-cita Sneevliet untuk memperluas dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme Semaoen merenggangkan  hubungan dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia.

Setelah 7 bulan,  Partai Komunis Hindia diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dengan Semaoen sebagai ketuanya. Mulanya PKI adalah bagian dari SI, tapi karena perbedaan paham yang membuat SI pecah menjadi dua kubu  pada Oktober 1921.

Pada akhir 1921, Semaun  pergi ke Moskow dan sebagai gantinya posisi ketum dipegang Tan Malaka. Pada Mei 1922, Semaun kembali dan mengambilalih posisi ketum dan berusaha memberikan pengaruh pada SI tapi tak cukup berhasil.

Abdul Muis

Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya adalah di Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan namun tidak tamat. Abdul Moeis lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 dan meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun.

Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).

Prinsip Dasar Sarekat Islam

Sejak awal pendirian Sarekat Islam di Solo pada 16 Oktober 1905 dan diresmikan melalui notaris pada 10 September 1912. SI telah menempatkan tiga prinsip sebagai dasar perjuangan, antara lain:

  • Agama Islam sebagai dasar perjuangan.
  • Kerakyatan  sebagai dasar himpunan.
  • Sosial ekonomi sebagai usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Pertama, asas agama Islam berdasarkan pernyataan langsung dari HOS Tjokroaminoto “Memang Sarekat Islam menggunakan nama agama sebagai ikatan persatuan bangsa, untuk mencapai cita-cita sebenarnya, dan agama tidak akan menghambat tujuan itu.”

Pada dasarnya, Sarekat Islam sudah menyadari bahwa kolonialisme tidak dapat dimusnahkan selain dengan iman dan takwa kepada Allah. Untuk itu, muslim harus disatukan untuk menjaga kehormatan dan harga diri Sehingga mereka harus dihimpun dalam satu tempat.

Berikutnya, asas kerakyatan dimana penderitaan rakyat akibat kekejaman Belanda menjadi salah satu alasan Haji Samanhudi mendirikan organisasi Sarekat Islam. SI berjuang bagi rakyat miskin dan hidup sengsara. Meski kebanytakan pemimpin SI berasal dari keturunan bangsawan tidak menghalangi mereka menumpas kemiskinan di tanah air.

Terakhir , asas sosial ekonomi. Pemerintah kolonial memberikan fasilitas dan hak monopoli perdagangan kepada orang Cina dimana itu  tidak diterima para pengusaha pribumi yang berakibat pada ketidak mampuan mereka untuk bersaing dengan pengusaha Cina.

Kenyataan yang terjadi, membuat  Haji Samanhoedi dan Tjokroaminoto mengerahkan potensi nasional terutama muslim untuk menghadapi monopoli Cina sebagai upaya menjaga hak dan martabat bangsa Indonesia.

Baca Juga : Pemberontakan DI/TII

Penyebab Perpecahan dalam Sarekat Islam

Pada awalnya, Sarekat Islam (SI) dilarang untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan untuk menjalankan aktivitasnya kembali. Rutgers (2012:4) menerangkan bahwa, “…pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan dan untuk sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916 Pimpinan Pusat SI diperkenankan sesudah pengawasan pemerintah diperkuat”

Pada 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto menyampaikan intinya bahwa SI setia terhadap pemerintahan Belanda. Hal ini disebutkan dalam Rutgers (2012:4), “SI bukanlah suatu partai politik yang menghendaki revolusi seperti yang disangka kebanyakan orang.

Jika nanti diadakan pengejaran-pengejaran, kita harus meminta perlindungan terhadap gubernur Jenderal. Kita setia dan puas terhadap kekuasaan Belanda. Sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan hendak menyebabkan huru-hara, sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan berontak. Itu semua tidak benar, tidak, seribu kali tidak.”

Kongres Sarekat Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai organisasi daerah Surakarta tapi organisasi terbuka yang cakupannya meliputi Hindia Belanda. Untuk itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam meliputi Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Fungsi tiga kota sentral Sarekat Islam menurut Suryanegara (2012:380) diantaranya yaitu:

  • Dari centraal Sjarikat Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur hingga seluruh wilayah Indonesia Timur;
  • Dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah hingga seluruh wilayah Indonesia Tengah;
  • Dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat hingga Indonesia barat.

Dalam waktu beberapa bulan sejak kongres Sarekat Islam pertama, SI sempat dibekukan. Menurut Kartodirdjo (Mulyanti, 2010: 22-23) bahwa:

“Sarekat Islam yang berdiri di Semarang sempat menyulut perkelahian antara orang Cina dengan anggota Sarekat Islam Semarang. Perkelahian tersebut terjadi di kampung Brondongan pada tanggal 24 Maret 1913. Penyebab perkelahian adalah kebencian seorang Cina penjual tahu dan nasi, bernama Liem Mo Sing terhadap orang-orang Sarekat Islam.

Semula warung Liem Mo Sing tergolong laku, buruh yang bekerja di perusahaan di dekat warungnya hampir sebagian besar menjadi langganan. Setelah di kampung Brondongan berdiri Sarekat Islam dan buruh perusahaan tersebut menjadi anggota maka berdiri toko dan koperasi. Sebagai akibat warung Liem Mo Sing tidak laku. Oleh karena itu Liem Mo Sing menjadi benci terhadap Sarekat Islam dan berusaha mengganggu orang-orang yang sedang salat, memaki-maki orang-orang Sarekat Islam dan sebagainya.

Pada hari Kamis malam tanggal 27 Maret 1913, seorang bernama Rus setelah salat Isya melihat Liem sedang bersembunyi di bawah surau. Karena diketahui Liem melarikan diri, kemudian dikejar oleh orang-orang yang sedang di surau. Akhirnya Liem tertangkap dan dipukuli, sedangkan orang-orang Cina yang berusaha melarikan diri karena takut ikut dipukuli penduduk karena dikira akan membantu Liem.”

Perselisihan dengan Tinghoa tersebut juga dituliskan oleh Rutgers (2012:5), “kejadian-kejadian seperti merampoki Tinghoa adalah juga tergolong kelompok “nasional” ini. Dalam sikap terhadap bangsa Tinghoa terdapat perubahan antara lain disebabkan oleh meletusnya Revolusi Tiongkok 1911-1912 yang menyebabkan banyak penduduk Tinghoa berubah sikap dan menyakinkan akan benarnya gerakan kemerdekaan di Indonesia juga. Sebaliknya rakyat Indonesia mulai ikut serta dalam demonstrasi yang amat menguntungkan gerakan revolusioner Tionghoa.

Baca Juga : Provinsi di Indonesia

Pengaruh Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional

Pada mulanya, Serikat Islam yang dibangun oleh Haji Samanhudi bernama Sarekat Dagang Islam dengan dasar pergerakannya berlandaskan Agama dan Perekonomian Rakyat. Tujuannya adalah melindungi hak pedagang pribumi dari monopoli dagang pedagang tionghoa dan diharapkan dapat bersaing dengan asing.

Pada tahun 1912, nama Sarekat Dagang Islam diubah jadi Sarekat Islam oleh H.O.S. Tjokroaminoto agar organisasi tidak hanya bergerak bidang agama dan ekonomi saja, tapi juga dibidang politik. Setelah SI bergerak dibidang politik juga membuat gerakan organisasi menjadi lebih luas tanpa batasan anggota. Tujuan Sarekat Islam dituangkan dalam Anggaran Dasar yang tertanggal 10 September 1912; meliputi:

  • Menumbuhkan perdagangan;
  • Memberi bantuan pada anggota yang mengalami kesulitan.
  • Meningkatkan kecerdasan rakyat dan hidup berdasarkan perintah agama;
  • Mengembangkan agama Islam dan menghilangkan paham yang salah mengenai Islam.

Rencana tersebut  tetap menjafa tujuan lama dibidang perdagangan tapi ruang geraknya diperluas tidak terbatas hanya pedagang sebagai anggota. Dampak perluasan keanggotaan tersebut adalah jumlah anggota SI meningkat drastis dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu, terjadi perluasan mobilitas terhadap rakyat karena telah muncul  nasionalisme baru. Tujuan politik belum tertulis karena partai politik masih dilarang  pemerintah .

Sarekat Islam memiliki beberapa program kerja diantaranya:

Dalam bidang politik,  SI  menghendaki pendirian dewan daerah, perluasan hak Volksraad dengan tujuan untuk merubahnya  menjadi suatu lembaga perwakilan legelatif. Selain itu, SI  juga menghendaki  dihapusnya kerja paksa dan sistem izin bepergian.

Dalam bidang pendidikan, SI menghendaki dihapusnya peraturan diskriminatif penerimaan siswa di sekolah.

Dalam bidang agama, SI  menghendaki penghapusan semua peraturan dan undang-undang yang menyebabkan penyiaran agama islam terhambat. SI juga menghendaki pemisahan lembaga yudikatif dan eksekutif serta  dibutuhkan pembentukan hukum yang sama untuk menegakan hak rakyat.

Selain itu, SI menghendaki perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapus particuliere landerijen dan menasonalisasi industri monopolistik yang melibatkan pelayanan dan kebutuhan pokok rakyat

Dalam bidang keuangan, SI menghendaki adanya pemungutan pajak berdasarkan proporsional dan keuntungan perkebunan.

SI pun menghendaki  pemerintah melenyapkan minuman keras dan candu, perjudian, prostitusi serta melarang pemaiakan tenaga kerja anak juga membentuk peraturan perburuhan dan menambah poliklinik secara cuma-cuma.

Setelah 7 tahun memimpin, Tjokroaminoto memusatkan SI pada orang Indonesia dengan mengambil mereka dari berbagai kalangan.

Baca Juga : Kerajaan Samudera Pasai

Serikat Islam menyamakan kesadaran Nasional pada semua lapisan masyarakat di Indonesia, khusunya melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916.

Pada awal perkembanganya, SI bisa memobilisasi anggota dengan sangat baik terbukti setelah  4 tahun berdiri, anggotanya mencapai 360.000 orang, Lalu hampir tahun 1919, anggotanya hampir berjumlah dua setengah juta orang.

Tidak hanya untuk mengadakan perlawanan pada pihak  Cina, SI juga bertujuan untuk membangun barisan melawan segala penghinaan yang diterima pribumi.

Awalnya,  sifat SI sangat loyal dan mendukung pemerintah. Kongres SI pertama dilakukan pada tahun 1916 di Bandung  dengan menghasilkan  kebijakan yang akan mendukung pemerintahan. Namun, ketika kongres Nasional yang diadakan di Madiun pada tanggal 17-20 Februari 1923, hasilnya yaitu pembentukan Partai Serikat Islam. Dalam kongres tersebut, juga dibahas sikap politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan sikap politik terhadap pemerintah dimana  partai tidak lagi percaya dan menolak kerjasama dengan pemerintah. Sikap politik ini disebut Politik Hijrah.

SI Putih dan SI Merah

Pada tahun 1917, pasca revolusi Bolshevik pada bulan Oktober, Sneesvliet yang merupakan pengasuh para aktis SI menarik ISDV menjadi sebuah organisasi yang lebih radikal. Pada 23 Mei 1920, secara resmi ISDV merubah bentuk menjadi PKI. Sejak terbentuknya PKI, para kader SI yang sebelumnya juga anggota ISDV melebur dalam PKI. Para anggota Sarekat Islam dengan keanggotaan ganda ini berpusat di Semarang.

Pada saat kongres tahun 1921 berlangsung, arah pembicaraan justru terfokus pada ideologi perjuangan. Tiap pihak saling bersikukuh terhadap arah perjuangan melalui keyakinan ideologi masing-masing. Darsono dan kawan-kawan (Semaoen berada di Rusia) sebagai wakil dari SI Semarang, tetap bersikukuh terhadap ideologi Komunisme dan Islam hanya menjadi simbol agama. Sedangkan Tjokroaminoto, Agus Salim, Moeis, serta Suryopranoto tetap pada pendirian awal yaitu Islam tetap menjadi ideologi dan cita dasar pergerakan SI dalam menentukan dasar kebangsaan menuju Indonesia yang merdeka.

Cita dasar pergerakan SI Semarang berpijak pada dua kaki yang masing-masing tergabung dalam lembaga yang berbeda, ternyata menimbulkan konflik berkepanjangan dalam tubuh organisasi. Model ideologi Komunis dinilai sangat bertentangan dengan ide dan gagasan Tjokroaminoto dan Agus Salim. Perdebatan terus berlanjut, berbagai kecaman dari kedua belah terus muncul, sehingga tidak menemukan persamaan di antara keduanya. Dari konfliklah yang menjadi penyebab pecahnya sarekat islam menjadi SI Putih dan SI Merah.

Untuk menghindari perselisihan lebih lanjut, dan keinginan untuk melanjutkan perjuangan Sarekat Islam menentang kolonialisme Belanda. Akhirnya Agus Salim, Moeis dan Suryopranoto mengakhiri hubungan dengan SI Semarang, dengan cara mengesahkan disiplin partai yang sudah disepakati oleh para peserta kongres lainnya.

Pihak SI Semarang yang sudah memprediksi hasil keputusan tersebut tetap tenang dan menerima hasil keputusan tersebut. Disiplin partai sendiri berisi himbauan untuk memilih salah satu lembaga bagi anggota SI yang sebelumnya memiliki keanggotaan ganda dengan PKI. Agus Salim dan Moeis menerapkan disiplin partai dalam SI untuk menghilangkan unsur ideologi Komunis yang telah menyebar dalam SI Semarang dan beberapa SI di sekitarnya.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Dengan berlakunya disiplin partai, sekaligus menyingkirkan anggota SI dengan keanggotaan ganda. Beberapa kelompok yang sudah menentukan sikap keluar dari SI adalah SI Semarang, Kudus, Ambarawa dan Sukabumi. SI Semarang dan beberapa cabang yang mendukungnya merubah nama menjadi Sarekat Rakyat dan tetap melebur di dalam PKI.

Jatuhnya Sarekat Islam

Partai Serikat Islam mulai mengalami kemunduran ketika susunan organisasi partai telah dirasa sempurna, Selanjutnya terjadi pemberhentian Dr. Soekiman sebagai salah satu petinggi partai.

Setelah pemecatan, Dr. Soekiman dan anak buahnya mendirikan partai bernama Partai Islam Indonesia (PII),  namun partai ini melemah setelah terjadi konflik dalam partai.

Kondisi partai terlihat dalam kongres yang diadakan pada tahun 1927 yang menyatakan bahwa tujuan perjuangan ialah menggapai kemerdekaan nasional dengan agama Islam sebagai dasarnya. Kemudian Partai Sarekat Islam bergabung dalam Pemufakatan Penghimpunan Politik Kebangsaan Indonesia.

Pada tahun 1938, Abikusno terlihat mulai tidak konsisten dengan meleburkan Partai Serikat Islam Indonesia ke GAPPI. Tujuan GAPPI adalah mempersatukan partai politik yang ada di Indonesia dengan berlandaskan pada hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang berdasarkan demokrasi mencapai cita-cita bangsa Indonesia.

Pada tahun 1939, kejatuhan partai semakin tampak  saat S.M. Kartosuwiryo yang menjabat sebagai sekjen sekaligus wakil presiden partai  mengundurkan diri dari kepengurusan partai secara resmi. Setelah keluar dari PSII, Kartosuwiryo membentuk lembaga Suffah yaitu lembaga yang dijadikan sebagai pusat pendidikan kaderisasi gerakan.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Kalingga

Demikian artikel pembahasan tentang sejarah sarekat islam. Semoga bermanfaat