√ Kerajaan Pajang : Sejarah, Raja, Kehidupan, Masa Kejayaan, Runtuhnya dan Peninggalan

Posted on

Sejarah Kerajaan Pajang – Kesultanan Pajang atau Kerajaan Pajang adalah salah satu kesultanan atau kerajaan islam yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan Kesultanan Demak. Sekarang ini, kompleks keraton kerajaan pajang hanya tersisa berupa batas fondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Masa kejayaan kerajaan pajang terjadi pada masa pemerintahan Hadiwijaya.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai

Sejarah Kerajaan Pajang

Kerajaan pajang merupakan salah satu kerajaaan islam di Jawa, walaupun pemerintahannya tidak begitu lama namun kerajaan pajang pernah berkuasa. Kerajaan pajang ini diperkirakan muncul sebelum kerajaan Majapahit runtuh. Saat itu, kerajaan majapahit masih berkuasa sehingga kerajaan pajang belum begitu diperhatikan. Pada abad ke-14 Pajang sudah disebut dalam kitab Negarakertagama karena dikunjungi oleh Hayam Wuruk dalam perjalanannya memeriksa bagian Barat.

Sekitar abad ke-11 dan 14 di Jawa Tengah Selatan tidak ada kerajaan namun kerajaan majapahit masih berkuasa. Sedangkan, di Demak mulai muncul kerajaan kecil yang didirikan oleh para tokoh beragama Islam tapi hingga awal abad ke-16 kewibawaan raja Majapahit masih diakui.

Setelah kerajaan majapahit runtuh atau tepatnya pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 para penulis kertasura menuliskan asal-usul kerajaan pajang.

Kerajaan Pajang adalah kerajaan islam di Jawa yang didirikan oleh Jaka Tingkir. Letak kerajaan pajang berada di pengging yang dulunya dipimpin oleh Ki Ageng Pengging selaku Bupati. Ki Ageng Pengging dihukum mati oleh raja Demak karena dugaan ingin berontak terhadap kerajaan Demak. Setelah dewasa, Jaka Tingkir mengabdikan diri ke Demak, kemudian karena kepandaiannya ia diangkat menjadi menantu oleh Sultan Trenggono.

Setelah Sultan Trenggono mangkat, terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepan dan Sunan Prawoto dan dimenangkan oleh Sunan Prawoto dan ia menjadi raja. Sunan Prawoto kemudian berhasil dibunuh oleh Arya Penangsang, yang merupakan anak Pangeran Sekar Sedolepan. Kemudian terjadi pertempuran antara Aryo Penangsang dengan Joko Tingkir (Adipati Pajang), menantu Sultan Trenggono. Aryo Penangsang berhasil dikalahkan oleh Joko Tingkir. Kemenangan tersebut juga atas bantuan dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi. Kemenangan yang diperoleh membuat Joko Tingkir memimpin Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya, gelar tersebut diberikan oleh Sunan Giri dan mendapat pengakuan dari kerajaan lain yang berada dalam kekuasaan Demak.

Kemudian, Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan begitu, maka secara resmi berdiri Kerajaan Pajang. Atas jasa yang telah dilakukan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, mereka berdua diberi hadiah berupa tanah di wilayah Mataram untuk Ki Ageng Pemanahan dan tanah di daerah Pati untuk Ki Ageng Penjawi. Serta mereka berdua diangkat menjadi adipati diwilayah tersebut.

Pada masa kepimpinan Sultan Hadiwijaya kerajaan pajang mengalami kejayaan, pemerintahan berlangsung dengan baik dan hubungan dengan kerajaan bawahan juga baik. Kesenian dan sastra juga berkembang pesat, pengaruh budaya Islam pun semakin menyebar hingga ke pelosok daerah.

Namun semuanya berlangsung dengan cepat, setelah Ki Ageng Pemanahan mangkat pada 1575, maka pemerintahan di Mataram diteruskan oleh putranya yang bernama Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar. Dalam kepemimpinan Sutawijaya, Mataram berkembang dengan pesat. Hal tersebut membuat Sutawijaya enggan untuk menghadap ke Pajang.

Pada tahun 1582, terjadi perang Pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang yang dihukum buang ke Semarang oleh Hadiwijaya. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram walaupun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar. Sepulang dari perang, Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah itu, terjadi perebutan kekuasaan antara putra dan menantunya yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri. Arya Pangiri yang didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta pada tahun 1583.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Gowa Tallo

Pada saat berkuasa, Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram dan kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal tersebut membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang merasa prihatin. Pada tahun 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menyerbu Pajang. Walaupun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, tapi Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.

Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Kemudian, ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Lalu, Pangeran Benawa menjadi raja Pajang yang ketiga dan pemerintahannya berakhir pada tahun 1587. Karena tidak ada putra mahkota yang menggantikannya, Pajang dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Selanjutnya yang menjadi bupati di Pajang adalah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sedangkan Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram dan ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.

Silsilah Kerajaan Pajang

Berikut ini nama nama raja kerajaan pajang yang pernah berkuasa, diantaranya yaitu:

Jaka Tingkir

Jaka Tingkir berasal dari daerah Pengging, di Lereng Gunung Merapi. Jaka Tingkir merupakan cucu dari Sunan Kalijaga yang berasal dari daerah Kadilangun. Nama kecil Jaka Tingkir adalah Mas Karebet. Nama tersebut diberikan karena saat Jaka Tingkir lahir sedang ada pertunjukan wayang beber dirumahnya. Kemudian saat remaja, ia memiliki nama Jaka Tingkir sesuai dengan tempat dimana ia dibesarkan. Pada perkembangannya, Jaka Tingkir menjadi menantu dari Sultan Trenggana (Sultan Kerajaan Demak). Setelah berkuasa di Pajang, ia mendapat gelar “Hadiwijaya”. Sultan Hadiwijaya merupakan raja terkenal kerajaan pajang dan pada saat pemerintahannya kerajaan pajang mencapai masa keemasan.

Arya Pengiri

Arya Pengiri berhasil naik takhta pada tahun 1583. Pada saat memerintah Pajang, Arya Pengiri terkesan kurang bijaksana. Karena itu, pada tahun 1588 Pangeran Benawa atas bantuan Senopati dari Mataram mengambil alih takhta Kesultanan Pajang. Senopati merupakan anak angkat Sultan Adiwijaya.

Pangeran Benawa

Setelah berhasil mendapatkan kembali tahta Kesultanan Pajang, pangeran benawa menyerahkan kekuasaannya kepada Senopati Sutawijaya yang dianggap sebagai saudaranya sendiri. Akan tetapi, Senopati Sutawijaya lebih suka tinggal di Mataram, sehingga Pangeran benawa tetap menjadi Raja Pajang.

Dalam memerintah pajang, pangeran Benawa didampingi oleh Senopati Sutawijaya. Setelah satu tahun menjadi raja, Pangeran Benawa mangkat. Namun ada yang mengatakan bahwa Pangeran benawa tidak wafat tapi meninggalkan Pajang untuk membaktikan diri pada agama.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Ternate

Gagak Bening

Setelah Pangeran Benawa tidak ada, Pajang diperintah oleh gagak Bening. Gagak Bening adalah seorang Pangeran dari Mataram yang juga merupakan adik dari Sutawijaya. Dalam pemerintahannya, Gagak Bening banyak melakukan perombakan dan perluasan istana. Pemerintahan Gagak Bening tidak berlangsung lama hanya sampai tahun 1591.

Pangeran Benawa II

Setelah Gagak Bening mangkat, dia digantikan oleh Pangeran Benawa, cucu Sultan Adiwijaya. Pada saat memerintah Pajang, Pangeran Benawa II masih muda dan pada masa pemerintahannya, pajang tidak banyak mengalami kesulitan. Pada tahun 1617-1618 Pajang mendapat dukungan dari banyak pihak untuk melepaskan diri dari Mataram lalu Pajang menyerang Mataram. Akan tetapi, penyerangan tersebut justru menyebabkan kehancuran bagi Pajang.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Pajang

Kerajaan Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan ke-17. Karena letaknya yang berada di Dataran Rendah dan juga tempat bertemunya sungai pepe dan sungai dengkeng yang airnya berasal dari sumber mata air dari lereng gunung merapi dan bengawan solo sehingga irigasi berjalan lancar dan pertanian juga mengalami kemajuan yang pesat.

Pada masa kejayaan Demak, pajang sudah melakukan ekspor beras melalui perniagaan bengawan solo. Melihat lumbung padi yang begitu besar Demak ingin menguasai pajang dan mataram karana lumbung padinya untuk membentuk negara yang agraris maritim yang ideal.

Kehidupan Politik Kerajaan Pajang

Setelah Sultan Trenggono mangkat, terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepan dan Sunan Prawoto dan dimenangkan oleh Sunan Prawoto dan ia menjadi raja. Sunan Prawoto kemudian berhasil dibunuh oleh Arya Penangsang, yang merupakan anak Pangeran Sekar Sedolepan. Kemudian terjadi pertempuran antara Aryo Penangsang dengan Joko Tingkir (Adipati Pajang), menantu Sultan Trenggono. Aryo Penangsang berhasil dikalahkan oleh Joko Tingkir. Kemenangan tersebut juga atas bantuan dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi. Kemenangan yang diperoleh membuat Joko Tingkir memimpin Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya, gelar tersebut diberikan oleh Sunan Giri dan mendapat pengakuan dari kerajaan lain yang berada dalam kekuasaan Demak.

Kemudian, Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke Pajang. Dengan begitu, maka secara resmi berdiri Kerajaan Pajang. Atas jasa yang telah dilakukan Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Penjawi, mereka berdua diberi hadiah berupa tanah di wilayah Mataram untuk Ki Ageng Pemanahan dan tanah di daerah Pati untuk Ki Ageng Penjawi. Serta mereka berdua diangkat menjadi adipati diwilayah tersebut.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Malaka

Pada masa kepimpinan Sultan Hadiwijaya kerajaan pajang mengalami kejayaan, pemerintahan berlangsung dengan baik dan hubungan dengan kerajaan bawahan juga baik. Kesenian dan sastra juga berkembang pesat, pengaruh budaya Islam pun semakin menyebar hingga ke pelosok daerah.

Namun semuanya berlangsung dengan cepat, setelah Ki Ageng Pemanahan mangkat pada 1575, maka pemerintahan di Mataram diteruskan oleh putranya yang bernama Sutawijaya atau Ngabehi Loring Pasar. Dalam kepemimpinan Sutawijaya, Mataram berkembang dengan pesat. Hal tersebut membuat Sutawijaya enggan untuk menghadap ke Pajang.

Pada tahun 1582, terjadi perang Pajang dan Mataram karena Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung Mayang yang dihukum buang ke Semarang oleh Hadiwijaya. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram walaupun pasukan Pajang jumlahnya lebih besar. Sepulang dari perang, Hadiwijaya jatuh sakit dan meninggal dunia. Setelah itu, terjadi perebutan kekuasaan antara putra dan menantunya yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri. Arya Pangiri yang didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta pada tahun 1583.

Pada saat berkuasa, Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam terhadap Mataram dan kehidupan rakyat Pajang terabaikan. Hal tersebut membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang merasa prihatin. Pada tahun 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk menyerbu Pajang. Walaupun pada tahun 1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, tapi Pangeran Benawa tetap menganggapnya sebagai saudara tua.

Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan Arya Pangiri. Kemudian, ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Lalu, Pangeran Benawa menjadi raja Pajang yang ketiga dan pemerintahannya berakhir pada tahun 1587. Karena tidak ada putra mahkota yang menggantikannya, Pajang dijadikan sebagai negeri bawahan Mataram. Selanjutnya yang menjadi bupati di Pajang adalah Pangeran Gagak Baning, adik Sutawijaya. Sedangkan Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram dan ia sebagai raja pertama bergelar Panembahan Senopati.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Pajang

Pada saat Pakubuwono I dan Jayanegara bekerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras pada abad ke-16 hingga abad ke-17, kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Kehidupan rakyat Pajang mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehingga masyarakat Pajang sangat mengamalkan syariat Islam.

Pada saat pemerintahan Sultan Hadiwijaya, kesusastraan juga kesenian yang semula sudah berkembang di Demak dan Jepara perlahan mulai menyebar di pedalaman. Selain kesusastraan yang menyebar pedalaman, agama islam juga memberikan pengaruh yang kuat di pedalaman dan pesisir pantai.

Maja Kejayaan Kerajaan Pajang

Masa kejayaan kerajaan Pajang terjadi pada masa pemerintahan raja pertama yaitu Hadiwijaya atau Jaka Tingkir. Sultan Pajang mulai melakukan perluasan kekuasaan sehingga beberapa daerah sekitarnya seperti Jipang dan Demak lalu ke daerah pesisir utara seperti Jepara, Pati, bahkan ke arah barat sampai ke Banyumas. Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kekusastraan dan kesenian yang sudah maju di Demak dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman Jawa.

Baca Juga : Sejarah Kerajaan Sriwijaya

Selain itu, pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir dan tersebar ke daerah pedalaman. Pada masa pemerintahan Raja Hadiwijaya mulai banyak kerajaan raja yang tunduk padanya sehingga ia juga memperluas daerahnya sampai madiun, aliran anak sungai solo myang besar, blora dan kediri. Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan pengakuan sebagai sultan islam dari raja-raja penting di Jawa Timur.

Sebagai peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana Sunan Prapen di Giri, daat itu hadir para Bupati dari Jipang, Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban, dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur adalah Panji Wirya Krama, Bupati Surabaya.

Disebutkan juga bahwa Arosbaya (Madura Barat) mengakui Adiwijaya sehubungan dengan itu bupatinya bernama Panembahan Lemah Duwur diangkat menantu Raja Pajang.

Runtuhnya Kerajaan Pajang

Sepeninggalan Sultan Adiwijaya pada tahun 1587, kerajaan Pajang ditaklukan oleh negara bawahannya yaitu Mataram. Setelah Sultan Adiwijaya masih ada lima raja lagi yang berturut-turut memerintah di Pajang. Ahli waris pertama kerajaan Pajang adalah tiga putra menantu Sultan yaitu Raja di Tuban, Raja di Demak dan raja di Arisbaya, Selain putranya sendiri, pangeran Banawa yang masih sangat muda pada saat ayahnya meninggal dunia. Dalam hubungan ini, Sunan Kudus menggunakan wibawa kerohaniannya untuk mengangkat Aria Pangiri, anak susuhunan Prawoto yang terbunuh untuk menggantikan sebagai raja pajang.

Kepemimpinan Aria Pangiri sebagai sultan kedua di Pajang tidak berlangsung lama, iaa berhasil disingkirkan dan dikembalikan ke Demak oleh Pangeran Banawa dengan dukungan Senapati dari Mataram. Pangeran Banawa menyerahkan hak waris kerajaanya kepada Senapati Mataram yang dianggapnya sebagai kakak. Namun Senapati ingin tetap tinggal di Mataram dan ia hanya minta perhiasan emas intan kerajaan Pajang. Pangeran Banawa dikukuhkan sebagai raja Pajang di bawah perlindungannya.

Hanya setahun menjadi raja, Pangeran Banawa meninggalkan kerajaan untuk membaktikan diri pada agama di Parakan (daerah Kedu utara). Setelah itu, Pajang dipercayakan pada seorang Pangeran muda dari Mataram yaitu Gagak Bening. Ia banyak melakukan perombakan dan perluasan istana Pajang dan setelah tiga tahun memerintah ia meninggal pada tahun 1591.

kemudian sebagai penggantinya ditunjuk putra Pangeran Banawa, cucu almarhum Sultan Adiwijaya. Pangeran Banawa II masih sangat muda saat mulai memerintah. Pada masa pemerintahan raja mataram berikutnya seperti pada masa Panembahan Seda-ing-Krapyak, Pangeran Banawa II ini juga tanpa mengalami kesulitan yang besar.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya

Akan tetapi pemberontakan Pajang terhadap Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung yang terjadi pada 1617-1618 telah mengancurkan Pajang untuk selama-lamanya. Sebagai hukuman atas pemberontakan yang berupa tidak mau menyetorkan hasil berasnya kepada Mataram, sawah-sawah di Pajang yang padinya sedang menguning dibakar habis oleh pasukan Mataram. Para petani yang terlibat dalam pemberontakan kemudian diangkut secara paksa ke Mataram. Tenaga mereka dimanfaatkan dalam pembangunan kraton baru di Plered yang letaknya 1 km sebelah timur laut ibukota Mataram yang lama.

Peninggalan Kerajaan Pajang

Berikut ini beberapa peninggalan yang menjadi bukti sejarah kerajaan pajang, diantaranya yaitu:

Bandar Kabanaran

Bandar Kabanaran adalah suatu bandar yang berkembang saat masa kerajaan Pajang yang berlokasi di tepi sungai Jenes yaitu anak sungai Bengawan Solo. Situs bandar kabanaran berada di jalan Nitik RT. 04, RW. 01, kelurahan Laweyan, kecamatan Laweyan, Surakarta.

Posisi sungai Jenes pada situs Bandar kebenaran juga sekaligus sebagai pembatas antara kabupaten Sukoharjo dan kota Solo. Dahulu warga sekitar mengenal sungai janes dengan sebutan sungai Kabanaran. Pada saat pemerintahan kerajaan Pajang, sungai Kabanaran menjadi jalur utama perdagangan dan transportasi yang terhubung secara langsung ke sungai Bengawan Solo.

Pasar Laweyan

Letak pasar Laweyan tidak jauh dari Bandar Kabanaran. Dulunya, pasar ini merupakan pusat utama kegiatan dagang di Bandar Kabanaran. Hingga saat ini, pasar Laweyan masih digunakan masyarakat sekitar untuk transaksi perdagangan.

Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

Masjid Laweyan

Masjid Laweyan berada di jalan Liris No. 1, dusun Belukan RT 04 RW 04, Kel. Pajang, Kec. Pajang, Surakarta. Masjid Laweyan juga dikenal dengan masjid Ki Ageng Henis di daerah Solo yang menjadi bukti sejarah penyebaran agama Islam di kota Solo, Jawa. Meski sudah dilakukan beberapa kali perbaikan, namun masih terlihat di sudut Masjid beberapa peninggalan berupa Pura, yaitu tempat peribadatan umat Hindu.

Kesenian Batik Laweyan

Dari abad ke-14, masyarakat Laweyan sudah dikenal sebagai penghasil kain yang berkualitas karena masih dibuat dengan cara tradisional. Kampung batik Laweyan merupakan pusat batik di kota Solo dan telah ada sejak masa pemerintahan kerajaan Pajang tahun 1546.

Makan Para Bangsawan Pajang

Di pemakaman ini terdapat sekitar 20 makam dan salah satu makamnya adalah makam Ki Ageng Henis yang merupakan salah satu perintis kerajaan kerajaan Pajang.

Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kalingga

Makam Joko Tingkir/Sultan Hadiwijaya

Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan PajangM yang memerintah dari tahun 1549-1582 M. Makam Jaka Tingkir berada di Butuh, Gedongan, Plupuh, Dusun II, Gedongan, Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Komplek pemakaman Jaka Tingkir diberi nama Makam Butuh yang ditandai dengan adanya sebuah bangunan masjid bernama Masjid Butuh.

Itulah artikel pembahasan tentang sejarah kerajaan pajang. Semoga bermanfaat