Sejarah Pemberontakan Andi Azis di Makassar – Pemberontakan Andi Azis berlangsung di Ujungpandang pada 5 April 1950. Apa latar belakang pemberontakan Andi Azis? Siapa saja tokoh pemberontakan Andi Azis?
Sejarah Pemberontakan Andi Azis
Insiden Andi Azis merupakan usaha pemberontakan yang dilakukan oleh seorang mantan perwira KNIL bernama Andi Abdoel Azis yang berjuang melindungi adanya Negara Indonesia Timur dan tidak mau kembali ke NKRI.
Baca Juga : Sejarah G30S/PKI
Andi Azis berpendapat bahwa para perwira APRIS harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur dan beranggapan bahwa pemerintah adalah dalang dibalik semua itu.
Dalang pemberontakan ini adalah Andi Abdoel Azisyang lahir di Simpang Binal, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan pada tanggal 19 September 1924.
Pada tahun 1930-an, seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda membawa Andi Azis ke Belanda.
Meletusnya Perang Dunia ke II, membuat Andi Azis menjadi anggota ke Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) dan diberi tugas dalam tim pasukan bawah tanah yang memerangi pasukan Nazi Jerman.
Sesudah Jepang tunduk pada sekutu, Andi Azis diizinkan untuk mementukan pilihan apakah ia akan bergabung dengan pasukan sekutu yang akan ditugaskan di Jepang atau masuk ke pasukan yang akan diberi tugas di selatan Indonesia.
Karena sudah sekian lama (sekitar sebelas tahun) tidak bertemu dengan orangtuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya Andi Aziz memilih untuk ditempatkan di satuan yang akan bertugas di gugus selatan Indonesia dengan maksud agar bisa berkumpul lagi dengan orang tuanya yang ada di Makassar.
Pada 19 Januari 1946, satuannya sampai di pulau Jawa, Andi Azis menjadi komandan regu yang bertanggung jawab di daerah Cilinding. Pada tahun 1947-an, Andi Azis diberi libur panjang dan menyelesaikan tugas militernya.
Mengetahui bahwa ia memperoleh libur panjang, ia segera kembali ke Jakarta dan turut serta dalam akademi kepolisian di Menteng Pulo. Sekitar pertengahan tahun 1947, ia diundang untuk kembali bergabung dengan KNIL dan menjadi Letnan Pangkat Dua.
Setelah bergabung kembali dengan KNIL, ia tempatkan di Makassar sebagai komandan kompi berpangkat Letnan Satu dan 125 pasukan profesional dan masuk TNI. Pada 30 Maret 1950, bersama pasukan KNIL yang dipimpinnya ia bergabung dengan APRIS di depan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta yang merupakan Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Di dalam APRIS, pangkat Andi Azis naik menjadi kapten dan tetap mengendalikan kompi yang dibawahinya. Anggotanya tidak berubah dengan kapasitas tempur di atas standar pasukan regular TNI dan Belanda. Pada saat itu, Belanda sedang melatih para prajuritnya di daerah Bandung-Cimahi untuk mempersiapkan invasi militer mereka yang kedua. Disana, ada dua pasukan khusus Belanda yang sedang dilatih yakni pasukan komando dengan baret hijau dan pasukan penerjun dengan baret merah. Berdasarkan pengalamannya di sektor Eropa, Andi Azis mungkin akan melatih pasukannya dengan kemampuan ia miliki.
Baca Juga : Pemberontakan DI/TII
Latar Belakang Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan yang dilakukan di Makassar oleh Andi Azis dilatarbelakangi oleh konflik yang terjadi di Sulawesi Selatan pada April 1950. Kegaduhan tersebut terjadi karena adanya unjuk rasa yang dilakuan kelompok anti federal yang mendesak Negara Indonesia Timur untuk bergabung dengan Indonesia secepat mugkin. Di lain sisi, adanya permasalahan yang timbul dari kelompok pembentuk Negara Federal semakin membuat kondisi makin gaduh dan tegang.
Kemudian pada 5 April 1950, pemerintah menugaskan satu batalion TNI dari Jawa dibawah komando Mayor Hein Victor Worang untuk menjaga keamanan disana. Masyarakat pendukung federal menganggap bahwa kedatangan pasukan tersebut sebagai ancaman bagi mereka. Selanjutnya, para pendukung federal bergabung lalu membentuk Pasukan Bebas dengan Kapten Andi Aziz sebagai pemimpin. Andi Aziz beranggapan bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan yang terjadi di Sulawesi Selatan adalah tanggung jawabnya.
Faktor pendorong terjadinya pemberontakan Andi Aziz, antara lain:
- Adanya perbedaan pendapat tentang pembauran Negara bagian Indonesia Timur ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada pihak yang bersikukuh agar NIT tetap ada dan menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia Serikat, sedangkan pihak lainnya menginginkan agar NIT menjadi bagian negara Republik Indonesia yang berpusat di Yogyakarta.
- Adanya kecurigaan yang muncul di kalangan bekas tentara KNIL yang dialihkan ke Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS)/TNI. Para anggota KNIL berpendapat bahwa mereka akan dianaktirikan oleh pemerintah dan dengan TNI ada kecanggungan karena dulunya mereka adalah musuh perang.
Kesimpulan latar belakang pemberontakan Andi Azis diantaranya yaitu:
- Mengklaim bahwa masalah keamanan di Negara Indonesia Timur hanya tugas bagi pasukan bekas KNIL.
- Memprotes keikutsertaan pasukan APRIS dalam konflik yang terjadi di Sulawesi Selatan.
- Melindungi keberadaan Negara Indonesia Timur.
Hal ini menjadi pendorong terjadinya pemberontakan bersenjata yang terjadi pada 5 April 1950 dibawah komando Andi Aziz. Andi Aziz sempat diangkat sebagai Kapten oleh pemerintah dalam acara pelantikan penerimaan bekas tentara KNIL ke dalam APRIS pada 30 Maret 1950.
Hasutan yang diterima Kapten Andi Aziz dari Mr. Dr. Soumokil untuk mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT), membuatnya memerintahkan pasukannya untuk menyerang Markas Panglima Territorium dan melucuti senjata TNI yang menjaga daerah tersebut.
Kapten Andi Abdul Aziz jug berupaya menghalangi pasukan TNI yang akan mendarat ke Makassar karena ia beranggapan bahwa Makassar menjadi tanggung jawab bekas tentara KNIL.
Setelah merasa kuat, pada tanggal 5 April 1950 ia menangkap dan menyandera Letnan kolonel Mokoginta lalu Andi Aziz membuat pernyataan yang ditujukan pada pemerintah pusat di Jakarta. Isi pernyataan Andi Azis tersebut antara lain:
Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
- NIT harus tetap dipertahankan agar tetap menjadi bagian Republik Indonesia Serikat.
- Penyerahan tanggung jawab keselamatan daerah NIT diberikan pada pasukan KNIL yang menjadi anggota APRIS dan anggota lain yang bukan berasal dari KNIL tidak perlu turut serta.
- Meminta Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta tidak memberikan izin pembubaran NIT dan membaurkannya dengan negara RI.
Imbas Pemberontakan Andi Aziz
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerbu markas milik Tentara Nasional Indonesia yang ada di Makassar dan mereka berhasil mengambilalih bahkan menyandera Letkol Mokoginta. Hal tersebut membuat perdana menteri NIT yaitu Ir. P. D Diapri (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena menolak dengan apa yang telah dilakukan Andi Azis dan Ir. Putuhena yang pro-RI menggantikannya.
Pada 21 April 1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Upaya Pemberantasan Aksi Pemberontakan Andi Aziz
Berikut ini upaya penumpasan pemberontakan Andi Aziz yang dilakukan pemerintah, diantaranya yaitu:
Andi Azis Harus Melapor 4 x 24 Jam
Pada 8 April 1950, pemerintah mewajibkan Andi Azis untuk memberi laporan diri ke Jakarta setiap 4 x 24 jam untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah dilakukannya. Sedangkan pasukan yang ikut andil di dalam pemberontakan diminta menyerahkan diri dan membebaskan semua tawanan mereka. Pada saat yang bersamaan, pemerintah mengirimkan pasukanke Sulawesi Selatan dibawah komando Kolonel Alex.E. Kawilarang untuk melancarkan operasi militer .
Andi Azis Ditangkap dan Diadili
Pada 15 April 1950, Andi Azis terpaksa pergi ke Jakarta setelah dipaksa oleh Sukawati yang merupakan presiden Negara NIT. Namun karena ia terlambat untuk melapor, maka Andi Aziz dibekuk dan dihukum sebagai bukti tanggung jawb dari apa yang telah ia lakukan.
Dibawah komando Mayor H.V. Worang, pasukan TNI berhasil mendarat di Sulawesi Selatan dan pada 21 April tahun 1950, pasukan tersebut dapat mengambil alih Makassar tanpa ada pemberontak yang melawan.
Bentrok Pasukan KL-KNIL
Pada 26 April 1950, dibawah pimpinan A.E Kawilarang pasukan APRIS berhasil mendarat di Sulawesi Selatan dengan tujuan mewujudkan perkembangan nasionalisme Indonesia. Tapi sayang, keamanan di Sulawesi Selatan berlangsung singkat sebab hadirnya pasukan KL-KNIL yang sedang menanti perpindahan pasukan ekspedisi keluar dari Makassar. Pasukan KL-KNIL kemudian menghasut dan menyulut emosi yang menyebabkan perselisihan antara KL-KNIL dan APRIS.
Pada 5 Agustus 1950, peperangan antara pasukan APRIS dan KL-KNIL berkobar. Ketika itu, kota Makassar sedang dalam kondisi menegangkan akibat terjadinya perang antara KL-KNIL dan APRIS. Dalam pertempuran tersebut, pasukan APRIS menang dan membuat strategi blokade pada tentara KNIL.
Baca Juga : Sejarah Perang Aceh
Peristiwa 5 Agustus 1950
Pada 5 Agustus 1950, secara mendadak Markas Staf Brigade 10/Garuda Makassar diserang pasukn Andi Azis namun pasukan TNI berhasil berhasil memukul mundur pasukan andi aziz.
Pemberhentian Baku Tembak
Pada 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta dilakukan perundingan akibat mereka menyadari bahwa posisinya sudah terdesak. Akhirnya terjadi perundingan tantara Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jenderal Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Sebagai hasilnya, mereka setuju untuk mengakhiri gencatan senjata yang menyebabkan kekacauan di Makassar dan pasukan KNIL dalam waktu dua hari harus angkat kaki dari Makassar. Akhirnya, pemimpin pemberontakan yaitu Andi Aziz dapat ditangkap dan diadili oleh Pengadilan Militer Jogjakarta pada tahun 1953 dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Akhir Pemberontakan Andi Aziz
Pada 8 April 1950, Pemerintahan Indonesia mengeluarkan ultimatum yang meminta Andi Azis untuk segera datang ke Indonesia. Jika ia mengabaikan ultimatum tersebut, maka kapal laut “Hang Tuah” akan menyerang Makassar. Selain itu, ultimatium tersebut juga meminta Andi Azis bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya dalam 2 x 24 jam, ultimatum juga diabaikan. Setelah batas waktu sudah lewat, pemerintah mengirimkan pasukan dibawah komando Kolonel Alex Kawilarang.
Pada 15 April 1950, Andi Azis akan datang ke Jakarta dengan janji Hamengkubuwono IX bahwa ia tidak akan ditangkap, tapi pada saat Andi Azis datang ke Jakarta, ia langsung ditangkap. Setelah sidang, Andi Azis divonis 15 tahun penjara.
Hikmah Dibalik Pemberontakan Andi Azis
Kapten Andi Azis adalah seorang pemberontak yang tak pernah meluakai dan membunuh orang demi kepentingan pribadi. Ia hanya korban propaganda Belanda yang tertutup matanya terhadap dunia politik.
Sebenarnya, ia adalah seorang militer sejati yang saat itu hanya ingin berusaha melindungi integritas kesatuan Negara Republik Indonesia. Dalam kesehariannya, masyarakat suku Bugis Makasar yang bermukim di Tanjung Priok Jakarta cukup memandang dan menghargai Andi Aziz. Ia dia dianggap sebagai salah satu tetua yang sering diminta memberikan nasihat agar meraka tetap hidup rukun dan sejahtera.
Selain itu, ia dikenal bermurah hati dan suka menolong, ia selalu berpesan pada anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan”.
Meski ia seorang pemberontak, sosoknya bisa dijadikan sebagai pembelajaran bahwa hidup di dunia ini jangan terlampau percaya dengan apa yang dikatakan orang lain, percaya pada hati nurani, jangan terlampau percaya pada orang lain sebab belum tentu orang itu bisa mengajak ke jalan yang benar tapi justru menjerumuskan kita untuk melakukan hal yang salah. Sehingga, sebaiknya waspada dan teliti memberi kepercayaan pada orang lain.
Baca Juga : Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Demikian artikel tentang pemberontakan Andi Aziz. Semoga bermanfaat