Perang Banjar (1859-1905) – Perang Banjar merupakan perang yang dilakukan rakyat untuk melawan penjajahan Belanda. Perang yang berlangsung sekitar tahun 1859-1905 terjadi di Kesultanan Banjar yang mencakup provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Perang Banjar juga disebut dengan Perang Banjar-Barito atau Perang Kalimantan Selatan.
Baca Juga : Sejarah Perang Aceh Melawan Belanda (1873-1904)
Apa latar belakang perang banjar? Siapa saja tokoh perang banjar? Bagaimana akhir perang banjar? Agar lebih memahaminya, kali ini kita akan membahas tentang sejarah perang banjar, latar belakang, penyebab, jalan, akhir dan tokoh dalam perang banjar secara lengkap.
Masuknya Belanda Ke Banjar
Belanda yang mengatasnamakan East United India Company datang dan membuat kontrak perdagangan dengan Kalimantan sekitar abad ke-16, tepatnya pada tahun 1606. Penandatanganan kontrak pertama perdagangan lada antara pihak Banjar dan Belanda terjadi pada tahun 163. Alasan utama kedatangan Belanda ke Banjar adalah lada yang kala itu adalah komoditi mewah di Eropa. Akan tetapi, setelah beberapa dekade menjalin hubungan dagang, terjadi konflik kecil dan gencatan senjata yang disebabkan karena tidak terpenuhinya kontrak lada yang disepakati. Pada tahun 1638, terjadi peristiwa pembunuhan yang menewaskan sebanyak 64 orang Belanda dan 21 orang Jepang di kota Waring.
Pada abad ke-19, Gubernur Hindia Belanda yang bernama Herman Willem Daendels mengambil keputusan untuk angkat kaki dari Banjarmasin. Selanjutnya, pada tahun 1811 Kalimantan ambil alih oleh Inggris sebagai akibat dari Perang Napoleon. Akan tetapi, Belanda kembali menandatangani kontrak baru dengan Sultan banjar pada Desember 1816 sehingga Kalimantan kembali dikuasai Belanda. Berikutnya, sekitar bulan Januari 1817 Belanda mengganti bendera Sultan dengan bendera milik mereka dan kemudian pelan-pelan kekuasaan Sultan tergantikan oleh Hindia Belanda. Kemudian, pemberontakan kecil kembali muncul akibat ketidakadilan kontrak yang disepakati.
Latar Belakang Perang Banjar
Perang Banjar dimulai pada tahun 1859 dan berakhir pada tahun 1905 namun sumber Belanda menyebutkan bahwa perang ini berlangsung sekitar tahun 1859-1863. Sebenarnya, pertikaian dengan pihak Belanda mulai terjadi sejak Belanda memperoleh hak monopoli dagang di Kesultanan Banjar. Konflik semakin memanas setelah Belanda ikut campur dalam Dengan ikut campurnya Belanda dalam urusan kerajaan Banjar.
Pangeran Nata yang merupakan wali putra mahkota, menyatakan diri sebagai raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II pada tahun 1785 dan melenyapkan semua putra alm. Sultan Muhammad. Akan tetapi, ada satu pewaris tahta yang berhasil menyelamatkan diri yaitu Pangeran Amir. Dengan bantuan sang paman yang bernama Arung Turawe, Pengeran Amir menyerang kerajaan namun tidak berhasil dan ia ditangkap lalu diasingkan ke Srilanka.
Baca Juga : Perang Dunia 1
Sejarah Perang Banjar
Sultan Tahmidillah I yang merupakan sultan banjar saat itu mempunyai 3 putra yang dapat menjadi penerus tahta yakni Pangeran Amir, Pangeran Abdullah dan Pangerah Rahmat. Kemunculan saudara Sultan Tahmidillah I bernama Pangeran Nata yang mendapat bantuan Belanda berniat merebut tahta kerajaan lalu Pangeran Nata menghabisi putra Sultan Tahmidillah I namun Pangeran Amir berhasil menyelamatkan diri. Setelah itu, Pangeran Nata diangkat menjadi Sultan Tahmidillah II oleh Belanda.
Tidak terima Pangeran Nata menjadi Sultan Banjar, Pangeran Amir dibantu Arung Tuwawe melakukan perlawanan. Tapi usaha tersebut gagal lalu Pangeran Amir ditangkap dan dibuang ke Srilanka. Sebagai imbalan untuk kemenangan yang didapatkan Sultan Tahmidillah II atas Pangeran Amir, ia harus menyerahkan daerah Kutai, Bulungan, Kotawaringin dan Pasir pada Belanda.
Pada tahun 1809, Pangeran Amir dianugerahi seorang putra yang diberi nama Pangeran Antasari. Sejak kecil, Pangeran Antasari telah benci dengan kehidupan istana yang sesak politik, konspirasi dan pengaruh Belanda. Sehingga, Antasari kecil lebih senang berada diantara rakyat biasa, bermain, bertani, berdagang dan belajar agama Islam dengan ulama.
Kehidupan Pangeran Antasari sangat kental dengan agama Isla, jadi tak heran jika ia mempunyai perangai yang baik, jujur, ikhlas, pemurah, tabah serta mempunyai pandangan cukup luas dan jauh sehingga rakyat sangat menyukai sosoknya.
Setelah Sultan Tahmidillah II mangkat dan tahtanya digantikan oleh Sultan Sulaiman, namun setelah 2 tahun pemerintahan jatuh ke tangan Sultan Adam. Kini wilayah kekuasaan Banjar hanya tersisa Banjarmasin, Hulusungai dan Martapura karena wilayah lainnya sudah diambil alih Belanda sebab kesepakatan yang dilakukan.
Isi Perjanjian Banjar yang disepakati pada tahun 1826 cukup membuat rugi pihak Banjar, antara lain:
- Tidak dapat menjalin hubungan diplomasi dengan negara lain selain Belanda.
- Penyempitan wilayah kekuasaan karena sejumlah wilayah dikuasai dan diawasi oleh Belanda.
- Jabatan Mangkubumi dipegang oleh tokoh yang disetujui Belanda.
- Semua padang perburuan seperti Padang Bajingah, Padang Pacakan, Padang Simupuran, Padang Ujung Karangan dan Padang Atirak yang menjadi tradisi masyarakat sekitar dan banyak menjangan harus diberikan pada Belanda dan masyarakat tidak diperbolehkan berburu menjangan.
- Pajak penjualan intan yang harus diberikan ke Belanda yakni 10% dari harga intan dan harga beli diatur pihak Belanda.
Baca Juga : Kedatangan Bangsa Barat ke Indonesia
Ada suatu hal yang menguntungkan Banjar yakni Belanda melindungi Banjar jika diserbu musuh. Meski terlihat melindungi kedaulatan Banjar justru musuh sebenarnya adalah Belanda.
Ketidakseimbangan perjanjian terjadi akibat pengaruh tindakan perebutan kekuasaan yang dilakukan Pangeran Nata dengan bantuan Belanda. Sebagai balas budi, Pangeran Nata membuat perjanjian yang sangat menguntungkan bagi pihak Belanda.
Sebagai pengganti Sultan Adam yang telah wafat, posisi sultan banjar diberikan belanda kepada Pangeran Tamjidillah. Meski rakyat menginginkan Pangeran Hidayatullah menjadi sultan banjar berikutnya karena ia putra Sultan Adam. Pangeran Hidayatullah hanya diangkat sebagai Mangkubumi. Tindakan dan perlakuan Belanda yang menindas dan senaknya sendiri membuat rakyat banjar geram.
Rakyat Banjar kemudian memulai perlawanan dengan membawa semangat Perang Agama. Kelemahan Sultan Tamjidillah menyebabkan kekalutan. Akibat situasi yang semakin memanas, Pangeran Antasari hadir sebagai pemimpin rakyat Banjar yang sudah muak pada perlakuan Belanda, lalu ia mengajak Pangeran Hidayatullah.
Kemudian pada 28 April 1859, Perang Banjar meletus. Pangeran Antasari memimpin Kesultanan Banjar dengan bantuan Pangeran Hidayatullah, Pangeran Amrullah, Demang Lehman, Tumenggung Antaluddin, Haji Buyasin dan lain sebagainya. Mereka menyerbut tambang Nassau Oranje dan Benteng Pengaron milik belanda. Melihat hal yang terjadi, pihak kolonial melakukan intervensi dan mengutus Kolonel Augustus Johannes Andersen dan Letnan Kolonel G. M. Verspyck untuk memimpin komando militer.
Setelah dua tempat Belanda tersebut dapat dikuasai, banyak terjadi pertempuran yang muncul diberbagai tempat.
Pangeran Hidayatullah yang berpihak pada rakyat semakin terlihat jelas dan ia jadi anti Belanda. Ia menolak menyerah pada pihak Belanda. Akhirnya, Kesultanan Banjar dihapuskan oleh Belanda pada Juni 1860 dan menugaskan seorang petinggi Belanda mengambil alih Kesultanan Banjar.
Perang yang terjadi semakin meluas ketika kepala daerah dan ulama bergabung dengan pemberontak namun pemberontakan tersebut mudah digagalkan karena persenjataan pihak Banjar kurang canggih dan memadai dibandingkan pihak Belanda. Pada tahun 1861, Pangeran Hidayatullah menyerah diri lalu ia diasingkan ke Cianjur.
Baca Juga : Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Hal tersebut mengakintakan Pangeran Antasari menjadi pemimpin pemberontakan dan keturunan Kesultanan Banjar satu-satunya yang masih ingin mengalahkan Belanda. Kedudukannya diperkuat menjadi pemimpin tertinggi, Pangeran Antasari menyatakan semboyan yang berbunyi “Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah”. Kemudian ia diberi gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin oleh rakyat, alim ulama dan pejuang. Tugas Pangeran Antasari kini merangkap sebagai Kepala Pemerintahan, Komando Tertinggi Perang dan Pemimpin Islam Tertinggi.
Kekalahan Kesultanan Banjar semakin nampak. Belanda memperoleh berbagai pasokan kebutuhan perang dan pasukan bantuan dari Batavia. Pangeran Antasari mengalihkan markas komando ke Sungai Teweh dan ia dibantu kedua putranya yang bernama Gusti Muhammad Said dan Gusti Muhammad Seman. Selain itu, bantuan juga datang dari Kiai Demang Lehman dan Tumenggung Surapati. Akan tetapi, setelah beberapa hari Pangeran Antasari mangkat dan dikebumikan di Hulu Teweh.
Meski sang pemimpin wafat, pemberontakan terus berlanjut dengan dipimpin kedua putra pangeran Antasari. Menjelang akhir perang, Tumenggung Aria Pati dan Kiai Demang Lehman berhasil tertangkap Belanda serta membunuh Tumenggung Macan Negara, Tumenggung Naro, Panglima Bukhari dan Rasyid. Sedangkan Pangeran Perbatasari yang merupakan menantu Pangeran Antasari berhasil ditangkap di Kalimantan Timur pada saat pertempuran tahun 1866 lalu ia dibuang ke Tondano, Sulawesi Utara. Panglima Bakumpai ditangkap pihak Belanda lalu dihukum gantung pada tahun 1905 di Banjarmasin sedangkan Gusti Muhammad Seman mangkat dalam Pertempuran Baras Kuning di Barito.
Penyebab Perang Banjar
Penyebab Umum Terjadinya Perang Banjar
Penyebab umum terjadinya perang banjar diantaranya:
- Ketidaksenangan rakyat banjar dengan tindakan Belanda yang merajalelanya pengambilalihan perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Selatan.
- Belanda terlalu banyak mencampuri urusan kesultanan.
- Tujuan Belanda mengambil alih Kalimantan Selatan karena ditemukan tambang batubara disana.
Penyebab Khusus Perang Banjar
Penyebab khusus terjadinya perang banjar diantaranya:
- Belanda mengangkat Sultan Tamjidullah sebagai Sultan Banjar yang seharusnya dipegang oleh Pangeran Hidayatullah. Setelah Tamjidullah dilengserkan dari sultan, Kesultanan Banjar dibubarkan pihak Belanda.
- Terjadinya monopoli perdagangan lada, rotan, damar, hasil tambang seperti emas, intan dan lain sebagainya oleh Belanda yang menyebabkan kerugian bagi rakyat.
- Belanda terlalu mencampuri urusan tahta kerajaan dimana saat penentuan pengganti Sultan Adam maka Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai gantinya karena ia disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak hanya diberi kedudukan sebagai Mangkubumi karena ia membenci Belanda.
Baca Juga : Organisasi Bentukan Jepang Di Indonesia
Strategi Perang Banjar
Strategi perang gerilya digunakan Pangeran Antasari dan Pengeran Hidayatullah dengan mendirikan kerajaan baru juga benteng pertahanan di daerah pedalaman dan hutan. Melalui ikatan pernikahan hubungan kekeluargaan dan kekerabatan rakyat Banjar dan Dayak terikat. Sebagai akibatnya, muncul status pegustian dan temenggung sebagai sarana pemersatu dan kekompakan antara Banjar dan Dayak untuk melawan Belanda.
Melalui kerabatnya yang ada di Tenggarong, Pangeran Antasari menjalin kerjasama dengan Kutai Kartanegara. Ia mengirimkan surat kepada para pangeran Kutai yang menjadi pelaku penyelundupan senjata api dari Kutai ke Tanah Dusun (Banjar).
Akan tetapi, saat Perang Banjar diteruskan oleh keturunan Pangeran Antasari, Aji Muhammad Sulaiman yang saat itu menjabat menjadi raja kutai tidak memberi tanggapan positif akan permintaan bantuan dari Pangeran Perbatasari justru Pangeran Perbatasari diberikan pada pihak Belanda tahun 1885.
Jalannya Perang Banjar
Dengan dipimpin oleh Panembahan Aling dan Sultan Kuning, pada 28 April 1859 rakyat Muning menyerang daerah tambang batu bara di Pengaron. Walaupun tidak berhasil menguasai benteng belanda disana namun mereka berhasil membakar daerah tambang batu bara dan pemukiman orang Belanda sehingga banyak orang Belanda yang tewas.
Selain itu pasukan Muning juga menyerbu perkebunan milik Belanda yang berada di Gunung Jabok, Kalangan dan Bangkal. Kemudian, meletuslah Perang Banjar. Akibat hal tersebut, pemerintahan Banjar makin berantakan.
Tidak banyak yang bisa dilakukan Sultan Tamjidillah untuk meredam kekacauan yang terjadi akibat ia tak disukai rakyat maka Belanda meminta ia untuk turun tahta. Kemudian Sultan Tamjidillah secara resmi mengundurkan diri pada pada 25 Juni 1859 dan mengembalikan kekuasaan Banjar pada Belanda lalu ia dibuang ke Bogor.
Pangeran Hidayatullah sempat dibujuk Belanda untuk bergabung dengan mereka dan ia kan dijadikan Sultan Banjar namun ia menolak karena ia menilai hal tersebut hanyalah tipu daya dari pihak Belanda.
Pangeran Hidayatullah lebih memilih bergabung dengan rakyat untuk melawan Belanda. Pasukan Antasari mulai menyerang pos-pos milik Belanda yang berada di Martapura. Perlawanan tersebut didukung oleh para ulama dan tokoh kerajaan yang sudah tidak kuat melihat perlakuan Belanda.
Pada Agustus 1859, bersama dengan Haji Buyasin, Kiai Langlang, Kiai Demang Lehman, pasukan pangeran Antasari berhasil menyerbu benteng Belanda di Tabanio. Selain itu, Pasukan Surapati berhasil menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda yang berada di Hulu Sungai Barito, Lontotuor dan merebut senjata disana.
Baca Juga : Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
Pada Agustus-September tahun 1859, perang Banjar meluas ke tiga wilayah di Banua Lima, Martapura dan Tanah Laut, serta sepanjang Sungai Barito. Perang di Banua Lima dipimpin Tumenggung Jalil. Perang di Martapura dan Tanah Laut dipimpin Demang Lehman. Sedangkan, Pangeran Antasari memimpin perang di sepanjang Sungai Barito .
Pasukan Kiai Demang Lehman yang berupaya mempertahankan benteng Tabanio yang telah mereka kuasasi dari serangan Belanda. Dalam pertempuran tersebut banyak korban berjatuhan termasuk 9 serdadu Belanda. Setelah itu, Belanda menambah pasukan lalu berhasil mengambil alih benteng Tabanio namun pasukan Demang Lehman berhasil lolos.
Selanjutnya kekuatan pasukan Demang Lehman dipusatkan di benteng pertahanan di Gunung Lawak, Tanah Laut. Namun benteng tersebut kembali diserang Belanda dan akhirnya Demang Lehman tewas.
Pada bulan September, para tokoh pejuang melakukan pertemuan di Kandangan yang menghasilkan kesepakatan menolak tawaran berunding dengan pihak Belanda. Selain itu, mereka menyusun strategi perawanan, diantaranya seperti:
- Amuntai dijadikan sebagai pusat kekuatan.
- Membangun dan memperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
- Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di dusun Atas dan menyupayakan senjata tambahan.
Tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut bersumpah untuk mengusir Belanda dari Banjar tanpa negosiasi hingga titik darah penghabisan “Haram Manyarah Waja sampai Kaputing”.
Sebagai upaya mencegah berbagai serangan, pasukan belanda terus diperkuat dan benteng-benteng pertahanan dibagun seperti Benteng Munggu Thayor di Tapin dan Benteng Amawang di Kandangan. Pasukan Demang Lehman berusaha menguasai Benteng Amawang namun tidak berhasil. Kemudian, mereka mundur ke daerah Barabai untuk membantu pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah.
Pangeran Hidayatullah dan juga pasukannya pergi dari Martapura dan bergabung dengan keluarga di Amuntai. Meski tanpa perangkat kebesaran, Sultan Hidayatulloh diangkat menjadi Sultan oleh para ulama dan pasukannya. Sultan Hidayatullah mengumandangkan perang jihad fi sabilillah pada Belanda. Pasukan Pangeran Hidayatullaoh dalam perjalanan menuju Amuntaimenyerang pos-pos miliki Belanda.
Pangeran Hidayatullah memusatkan perlawanan di Barabaidan diperkuat dengan pasukan Demang Lehman. Oleh sebab itu, G.M. Verspyck memerintahkan semua pasukan Belanda untuk menghadapi mereka.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
Selain itu, kapal perang dan kapal kecil juga dikerahkan. Maka terjadilah pertempuran, dengan seruan “Allahu Akbar” pasukan Hidayatullah dan Demang Lehman maju melawan Belanda. Mereka yakin apabila mereka tewas dalam perang ini mereka mati syahid.
Ketidak seimbangan jumlah dan juga senjata dari Belanda, Pasukan Hidayatullah dan Demang Lehman mundur dan medirikan pertahanan di Gunung Madang.
Belanda mengerahkan seluruh pasukan untuk menangkap Pangeran Hidayatullah. Pertahanan di Gunung Madang berhasil dijebol oleh Belanda, kemudian Pasukan Hidayatullah bergerilya berpindah-pindah. Namun, ruang gerak mereka semakin dipersempit oleh Belanda.
Akhirnya, Pangeran Hidayatullah dan keluarganya berhasil tertangkap pada 28 Februari 1862 kemudian diasingkan ke Cianjur.
Pangeran Antasari meneruskan perlawanan, ia diangkat menjadi pejuang dan pemimpin tertinggi agama Islam bergelar Panembahan Amiruddin Kalifatullah Mukminin oleh para pengikutnya.
Akhir Perang Banjar
Semakin melemahnya kekuatan pasukan banjar, tidak seimbangnya persenjataan dan banyaknya pemimpin perlawanan yang wafat seperti Pangeran Antasari, Tumenggung Jalil, Pangeran Hidayatullah dan juga Sultan Kuning.
Perlawanan yang masih bertahan ada di daerah Tabalong dengan pimpinan Penghulu Rasyid dan Haji Bador, mereka mendirikan benteng-benteng pertahanan di Sungai Hanyar dan Pasar Arba. Penghulu Rasyid dianggap cukup membahayakan bagi Belanda lalu mereka membuat pengumuman yang intinya barang siapa yang dapat membawa kepala Penghulu Rasyid akan diberi uang sebanyak f.1.000. Akhirnya, Penghulu Rasyid tewas pada tahun 1865 karena penghianatan kawan.
Setelah Penghulu Rasyid wafat, tak ada lagi perang di daerah Banjar dan hulu sungai, namun masih berlangsung secara sporadis di daerah Barito di bawah pimpinan Pangeran Perbatasari, Haji Bitahir, Pangeran Mohammad Seman, Tumenggung Gamar, Panglima Wangkang dan lainnya.
Pada tahun 1905, Pangeran Mohammad Seman yang merupakan putra Pangeran Antasari tewas tertembak marsose Belanda dan hanya ada perlawanan kecil dari rakyat banjar, Belanda menganggap bahwa peperangan ini telah berakhir.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Malaka
Tokoh Perang Banjar
Tokoh Pihak Kesultanan Banjar, diantaranya yaitu:
- Pangeran Hidayatullah
- Pangeran Antasari
- Aling
- Tumenggung Antaludin
- Tumenggung Surapati
- Demang Lehman
- Panglima Bukhari
- Tumenggung Jalil
- Panembahan Muhammad Said
- Panglima Batur
- Panglima Umbung
- Panglima Wangkang
- Penghulu Muda
- Penghulu Rasyid
- Penghulu Suhasin
- Raden Djaija
- Tagab Obang
- Pambakal Sulil
- Muhammad Seman.
- Kiai Suta Kara
- Pangeran Tjitra Kasoema
- Kiai Raksapati
- Toemenggoong Aria Pattie
- Ratu Zaleha
- Wulan Jihad
- Tumenggung Gamar
- Pangeran Miradipa.
- Pangeran Syarif Umar.
- Tumenggung Naro
- Haji Buyasin
- Kiai Tjakrawati
- Galuh Sarinah
- Aji Pangeran Kusumanegara
- Panglima Unggis
- Panglima Sogo
- Panglima Batu Balot.
- Dammung Sayu
- Patih Gangsarmas,
- Gusti Buasan
- Gusti Berakit (Berkek)
- Panglima Amir
- Panglima Usup
- Pangeran Perbatasari
- Pangeran Aminullah
- Antung Durrahman
- Gusti Atjil
- Kiai Sari Kodaton
- Aluh Idut
- Habib Ali
- Panglima Mat Narung dari Putussibau
- Panglima Wangkang
- Tamanggung Awan
- Tamanggung Balere
- Tamanggung Ecut
- Raden Sahidar
- Raden Timbang
- Panglima Kumis Baja
- H.M.Amin
- Panglima Bitik Bahe
- Damang Luntung
- Damang Laju
- Tamanggung Danom
- Tamanggung Angis
- Raden Joyo
- Panglima Inti
- Upeng
- Tamanggung Jadam
- Panglima Bahi
- Tamanggung Lawas
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Tokoh Pihak Belanda, diantaranya:
- Augustus Johannes Andresen
- George Frederik Willem Borel
- Karel Cornelis Bunnik
- F.P. Cavaljé
- P.P.H. van Ham
- Karel van der Heijden
- Christiaan Antoon Jeekel
- H.L. Kilian
- Franz Lodewijk Ferdinand Karel von Pestel
- Evert Willem Pfeiffer
- Joost Hendrik Romswinckel
- Charles de Roy van Zuydewijn
- C.E. Uhlenbeck
- Gustave Verspijck
- Johannes Jacobus Wilhelmus Eliza Verstege
- Jacobus Agustinus Vetter
- Stephanus Johannes Boers
- Pangeran Djaija Pamenang
- Radhen Adipati Danoe Redjo
- Toemenggoeng Nicodemus Djaija Negara
- Pangeran Sjarif Hamid
- Soeto Ono
- Toemenggoeng Djaja Kartie
- Haji Kuwit
Demikian artikel pembahasan tentang sejarah perang banjar. Semoga bermanfaat