Prasasti Kerajaan Sriwijaya – Ada banyak kerajaan di Indonesia, salah satunya adalah kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya berasal dari bahasa sansekerta yaitu sri yang berarti bercahaya dan wijaya yang berarti kemenangan, sehingga arti nama kerajaan sriwijaya adalah kemenangan yang bercahaya
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari yang pernah berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.
Berdasarkan observasi sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin menyimpulkan bahwa letak Kerajaan Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatra Selatan sekarang), tepatnya di sekitar situs Karanganyar yang kini dijadikan Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya.
Masa kejayaan kerajaan Sriwijaya dimulai sekitar abad ke-9 hingga abad ke-10 dimana saat itu kerajaan sriwijaya berhasil menguasai jalur perdagangan maritim Asia Tenggara. Tapi masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya harus berakhir sekitar tahun 1007 dan 1023 Masehi.
Kata Sriwijaya pertama kali ditemukan dalam Prasasti Kota Kapur yang ditemukan di pulau Bangka. Diperkirakan kerajaan Sriwijaya ada sekitar abad ke-7, informasi tentang berdirinya kerajaan ini bisa dilihat dari peninggalannya, yang banyak dalam bentuk prasasti. Kemunculan kerajaan Sriwijaya membuat para ahli sejarah Indonesia mengalihkan pandangan mereka saat itu dari kerajaan Mataram.
Pengertian Prasasti
Secara etimologi, kata prasasti berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti “pujian”. Tapi kemudian dianggap sebagai “piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan”. Di kalangan arkeolog, prasasti disebut inskripsi, sedangkan di kalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu bersurat.
Pengertian prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan yang keras dan tahan lama, biasanya batu.
Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Gambarnya
Berikut 9 (sembilan) prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang menjadi sumber sejarah kerajaan sriwijaya, diantaranya:
Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini ditemukan dan dilaporkan pertama kali pada Desember 1892 oleh J.K Van Der Meule. Prasasti Kota Kapur merupakan prasasti pertama dari Kerajaan Sriwijaya. Berikut gambar prasasti kapur :
Orang yang pertama kali meneliti Prasasti Kota Kapur adalah seorang ahli Epigrafi dari Belanda bernama H. Kern. ia bekerja di Bataviaasch Genootschap. Dari riset yang ia lakukan ia beranggapan bahwa Sriwijaya adalah nama seorang raja.
Kemudian kembali ada riset yang menyatakan bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan. Peneliti yang menyatakan hal tersebut bernama, George Coedes. Berdasarkan isi prasasti Kota Kapur, ia berhasil menyingkap bahwa Sriwijaya adalah nama kerajaan yang berdiri pada abad ke-7 M di Pulau Sumatera.
George Coedes juga menggambarkan bahwa kerajaan Sriwijaya adalah kerajaan kuat yang pernah menguasai seluruh wilayah bagian barat Nusantara, semenanjung Malaya dan Thailand Selatan.
Hingga kini, prasasti kota kapur yang asli disimpan di Museum Rijksmusem Amsterdam, Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia.
Prasasti kota kapur merupakan salah satu prasasti yang berisi kutukan yang diciptakan oleh penguasa Sriwijaya bernama Dapunta Hyang. Berikut isi asli prasasti kota kapur dan terjemahannya menurut Coedes :
Artinya:
Keberhasilan ! (ada mantra persumpahan yang artinya tidak dimngerti)
Wahai semua dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kedatuan Sriwijaya ini; kalian semua dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah!
Manakala di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadatuan ini ada orang yang memberontak, bersekongkol dengan pemberontak, berbicara dengan pemberontak, mendengarkan kata pemberontak; mengenal pemberontak, yang tidak berperilaku hormat, tidak takluk, tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya angkat sebagai datu;
Biarkan orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan tersebut mati terkena kutuk agar ekspedisi untuk melawan pimpinan datu atau beberapa datu Sriwijaya, dan biarkan mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. Lagipula semua perbuatannya jahat; seperti mengganggu ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, menggunakan racun upas dan tuba, ganja, saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan tersebut tidak berhasil dan mengenai mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat tersebut; biarkan juga mereka mati terkena kutuk.
Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang agar merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini juga mati terkena kutuk; dan dihukum langsung. Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut mati terkena kutuk.
Akan tetapi jika orang takluk setia pada saya dan pada mereka yang saya angkat sebagai datu, semoga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya mendapat keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka!
Tahun Saka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah kutukan ini diucapkan; pemahatannya berlangsung saat bala tentara Sriwijaya baru berangkat menyerang bhumi jawa yang tidak takluk pada Sriwijaya.
Prasasti Talang Tuwo
Prasasti Talang Tuwo memuat informasi yang ditulis dengan aksara pallawa dari bahasa Melayu Kuno. Dalam prasasti talang tuo ini tertulis angka tahun 606 Saka atau sekitar 684 masehi. Prasasti ini disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta. Gambar prasasti talang tuwo:
Isi Prasasti Talang Tuo:
Berikut isi Prasasti Talang Tuwo yang terdiri dari 14 baris aksara :
Artinya:
Pada tanggal 23 Maret 684 M, saat itulah taman yang dinamakan Śrīksetra ini dibuat di bawah pimpinan Sri Baginda Śrī Jayanāśa. Inilah niat baginda: Semoga yang ditanam di sini, pohon kelapa, pinang, aren, sagu, dan pohon lainnya, buahnya bisa dimakan, demikian pula bambu haur, waluh, dan pattum, dan sebagainya; dan semoga juga tanaman lainnya dengan bendungan dan kolamnya, dan semua amal yang saya berikan, bisa digunakan untuk kebaikan semua makhluk, yang bisa berpindah tempat dan yang tidak, dan bagi mereka menjadi jalan terbaik untuk memperoleh kebahagiaan.
Apabia mereka lapar waktu beristirahat atau dalam perjalanan, semoga mereka menemukan makanan serta air minum. Semoga semua kebun yang mereka buka menjadi berlebih (panennya). Semoga subur beragam jenis ternak yang mereka pelihara, dan juga budak milik mereka. Semoga mereka tidak terkena malapetaka, tidak tersiksa karena tidak bisa tidur.
Apa pun yang mereka perbuat, semoga semua planet dan bintang menguntungkan mereka, dan semoga mereka terhindar dari penyakit dan ketuaan selama menjalankan usaha mereka. Dan juga semoga semua hamba mereka setia pada mereka dan berbakti, semoga teman-teman mereka tidak mengkhianati mereka dan semoga istri mereka menjadi istri yang setia. Lebih lagi, dimana pun mereka berada, semoga di tempat itu tidak ada pencuri, atau orang yang menggunaan kekerasan, atau pembunuh, atau penzinah.
Selain itu, semoga mereka memiliki seorang kawan sebagai penasihat baik; semoga dalam diri mereka lahir pikiran Boddhi dan persahabatan (…) dari Tiga Ratna, dan semoga mereka tidak terpisah dari Tiga Ratna itu. Dan juga semoga senantiasa (mereka bersikap) murah hati, taat pada peraturan, dan sabar; semoga dalam diri mereka terbit tenaga, kerajinan, pengetahuan akan semua kesenian berbagai jenis; semoga semangat mereka terpusatkan, mereka mempunyai pengetahuan, ingatan, kecerdasan.
Lagi pula semoga mereka teguh pendapatnya, bertubuh intan seperti para mahāsattwa berkekuatan tiada bertara, berjaya, dan juga ingat akan kehidupan mereka sebelumnya, berindra lengkap, berbentuk penuh, berbahagia, bersenyum, tenang, bersuara menyenangkan, suara Brahmā. Semoga mereka dilahirkan sebagai laki-laki, dan keberadaannya berkat mereka sendiri; semoga mereka menjadi wadah Batu Ajaib, memiliki kekuasaan atas kelahiran, kekuasaan atas karma, kekuasaan atas noda, dan semoga akhirnya mereka mendapatkan Penerangan sempurna lagi agung.
Prasasti Palas Pasemah
Prasasti palas pasemah merupakan prasasti pada batu peninggalan kerajaan yang terdapat di desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan.
Penulisan isi prasasti Palas Pasemah menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan aksara Pallawa. Isi prasasti palas pasemah ini memuat 13 baris tapi sayangnya tidak memuat informasi mengenai angka tahun.
Berdasarkan penelitian terhadap bentuk aksaranya, prasasti palas pasemah diperkirakan dibuat pada akhir abad ke 7 masehi.
Isi prasasti Palas Pasemah sama seperti prasasti kota kapur yaitumengenai kutukan bagi setiap orang yang tidak tunduk dan patuh terhadap perintah atau kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu dipahat pada batu andesit. Prasasti ini memiliki ukuran yang cukup besar dengan tinggi sekitar 118 cm dan lebar sekitar 148 cm.
Pada bagian atas prasasti ada hiasan 7 ekor kepala ular kobra, sedangkan di bagian bawah tengah ada seperti pancuran atau cerat yang biasa untuk mengalirkan air.
Informasi yang tertulis pada prasasti telaga batu menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan huruf Pallawa. Tulisan pafa prasasti ini sangat banyak dan panjang sekitar 28 baris.
Secara garis besar, isi prasasti telaga batu berkaitan dengan kutukan terhadap siapa saja yang melakukan kejahatan di Kerajaan Sriwijaya dan tidak taat terhadap perintah Datu. Menurut Casparis, bahwasanya orang-orang yang dimaksud adalah orang berbahaya yang berpotensi melakukan perlawanan kepada kedatuan Sriwijaya, sehingga perlu untuk di sumpah.
Orang-orang yang perlu di sumpah mulai dari rajaputra (putra raja), kumaramatya (menteri), bhupati (bupati), senapati (panglima), nayaka (tokoh lokal terkemuka), pratyaya (bangsawan), haji pratyaya (raja bawahan), dandanayaka (hakim), vasikarana (ahli senjata), catabhata (tentara), marsi haji (pelayan raja) dan lain sebagainya.
Prasasti Telaga Batu merupakan prasasti yang paling lengkap karena memuat nama-nama pejabat pemerintahan. Prasasti ini juga menguatkan pendapat bahwasanya pusat kerajaan Sriwijaya berada di kota Palembang.
Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada 29 November 1920 di Kedukan Bukit, 35 Ilir, Palembang, Sumatera Selatan. Ukuran prasasti kedukan bukit yaitu 45 × 80 cm dan penulisan isinya menggunakan aksara pallawa bahasa Melayu Kuno.
Isi prasasti kedukan bukit menggambarkan bahwa seorang utusan Kerajaan Sriwijaya bernama Dapunta Hyang sudah menempuh perjalanan suci (sidhayarta) dengan perahu bersama 2.000 pasukannya telah berhasil menaklukan daerah-daerah lain. Kini, prasasti kedukan bukit ini berada di Museum Nasional Indonesia.
Prasasti Karang Berahi
Prasasti ini pertama kali ditemukan di tepian Batang Merangin, Dusun Batu Bersurat, Desa Karang Berahi, Kecamatan Pamenang, Merangin, Jambi oleh Kontrolir L.M. Berkhout pada tahun 1904. Prasasti karang berahi menggambarkan kutukan bagi mereka yang berbuat jahat dan tidak setia pada Raja Sriwijaya.
Prasasti Ligor
Prasasti ligor ini ditemukan di yang dahulunya bernama Ligor atau sekarang bernama Nakhon Si Thammarat, Thailand Selatan. Prasasti ini ditemukan di Thailand, sangat jauh dari pusat kerajaan Sriwijaya yaitu di Palembang, Sungai Musi.
Prasasti ligor terdiri dari pahatan yang ditulis pada kedua sisi. Bagian pertama disebut prasasti Lior A atau dikenal dengan nama manuskrip Viang Sa. Kemudian bagian kedua disebut Prasasti Ligor B. Prasasti Ligor kedua ini beraksara Kawi, berangkat tahun 775 masehi.
Menurut para ahli, prasasti ligor B ini dibuat oleh Maharaja Dyah Pancapana kariyana Panamkarana, salah satu raja dari wangsa Sailendra kerajaan Sriwijaya.
Isi prasasti ligor A yaitu mengenai raja Sriwijaya, yaitu raja dari segala raja yang ada di dunia, raja merupakan pendiri Trisamaya caitya untuk Kajara. Kemudian isi dibagian kedua adalah tentang nama Visnu yang bergelar Maharaja. Visnu berasal dari keluarga Sailendravamsa, dijuluki sebagai Sesavvarimandavimathana atau diartikan sebagai pembunuh bagi musuh-musuh yang sombong tidak bersisa.
Prasasti Leiden
Prasasti Leiden ini ditulis disebuah lempengan tembaga dan ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Tamil. Kini, prasasti Leiden berada di Musium Belanda. Isi prasasti leiden menceritakan hubungan baik antara dinasti Chola dari Tamil dengan dinasti Sailendra dari Sriwijaya, India Selatan.
Prasasti Hujung Langit
Prasasti Hujung Langit ditemukan di desa Haur Kuning, Lampung. Informasi yang terdapat dalam prasasti hunjung langit ini menggunakan bahasa Melayu Kuno dan akasara Pallawa.
Susunan pesan dalam prasasti hunjung langit ini tidak cukup jelas karena tingkat keausan batunya sangat tinggi. Namun, setelah diidentifikasi prasasti hunjung langit diperkirakan berasal dari tahun 997 Masehi dan isinya mengenai pemberian tanah sima.
Demikian materi tentang prasasti kerajaan Sriwijaya, semoga bermanfaat.