Sejarah Kerajaan Ternate – Kerajaan Ternate atau Kesultanan Ternate termasuk kerajaan Islam di Kepulauan Maluku yang juga termasuk kerajaan Islam tertua di Indonesia. Kerajaan ternate berdiri tahun 1257 dan pendiri kerajaan ternate adalah Baab Mashur Malamo.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Malaka
Agar lebih memahaminya, kali ini kita akan membahas tentang sejarah kerajaan ternate, letak, silsilah raja, kehidupan, masa kejayaan, keruntuhan dan peninggalan kerajaan ternate secara lengkap.
Sejarah Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate atau Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan Islam yang ada di Maluku yang juga termasuk kerajaan Islam tertua di Indonesia.
Kerajaan dengan mana lain kerajaan Gapi berdiri sekitar tahun 1257 dan pendirinya adalah Baab Mashur Malamo
Sekitar abad ke-13 hingga ke-19 kerajaan Ternate memiliki peran penting di wilayah nusantara bagian timur. Masa kejayaan kesultanan Ternate terjadi di pertengahan abad ke-16 dengan perkembangan perdagangan rempah juga kekuatan militer yang dimilikinya. Wilayah kekuasaan kerajaan ternate meliputi Maluku; Sulawesi bagian utara, timur dan tengah serta selatan Filipina hingga Kepulauan Marshall di Pasifik.
Raja pertama kerajaan ternate adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Selanjutnya, dilanjutkan putranya yang bernama Zainal Abidin (1500 M-). Saat Zainal Abidin memerintah, penyebaran agama Islam giat dilakukan ke daerah di sekitarnya hingga ke Filipina Selatan.
Puncak kejayaan kerajaan Ternate terjadi pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Pada saat itu, kekuasaan Ternate mencakup Mindanao, Maluku, Papua dan Timor. Selain itu, penyebaran agama Islam juga semakin luas.
Letak Kerajaan Ternate
Letak kerajaan ternate secara geografis berada di Kepulauan Maluku antara pulau Sulawesi dan pulau Irian jaya. Letaknya yang stategis, tak heran jika saat itu, kerajaan ini penting dalam perdagangan. Kepulauan Maluku saat itu merupakan penghasil rempah terbesar sehingga banyak yang memberi juluki “The Spicy Island”.
Pada saat itu, rempah menjadi komoditas utama perdagangan dunia sehingga setiap bangsa yang datang kesana akan melewati jalur perdagangan dan lewat perdagangan tersebut penyebaran agama islam semakin meluas di Maluku, seperti Ambon, Ternate dan Tidore. Selain itu kondisi tersebut juga mempengaruhi kehidupan bidang politik, ekonomi dan sosial budaya.
Silsilah Kerajaan Ternate
Berikut beberapa silsilah sultan/raja kerajaan ternate:
[table id=2 /]
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Sriwijaya
Masuknya Islam di Ternate
Tidak ada sumber pasti kapan Islam masuk ke Maluku Utara terutama Ternate. Diduga islam telah dikenal rakyat ternate sejak awal kerajaan Ternate berdiri. Hal tersebut karena saat itu banyak pedagang Arab yang tinggal di Ternate. Sejumlah raja diawal kerajaan ternate berdiri telah memakai nama islami namun masih diperdebatkan apakah mereka sudah memeluk islam belum saat itu. Pada pertengahan abad ke-15, keluarga kerajaan Ternate dipastikan telah resmi menganut agama Islam .
Raja Ternate ke-18 yaitu Kolano Marhum merupakan raja pertama ternate yang menganut agama Islam. Selain itu, seluruh kerabat dan pejabat istana juga memeluk Islam. Kemudian tahta diteruskan puteranya yang bernama Zainal Abidin. Saat memerintah, Sultan Zainal Abidin membuat beberapa kebijakan diantaranya mengganti gelar kolano dengan sultan; Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan; diberlakukannya syariat Islam dan dibentuknya lembaga kerajaan berdasarkan hukum Islam dan mengikutsertakan para ulama.
Kebijakan Sultan Zainal Abidin kemudian diikuti semua kerajaan di Maluku secara total tanpa ada perubahan. Selain itu, Sultan Zainal Abidin juga mendirikan madrasah pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah mendalami ajaran Islam di Pulau Jawa kepada Sunan Giri dan ia dikenal dengan Sultan Bualawa .
Perlawanan Kerajaan Ternate Terhadap Bangsa Asing
Berikut beberapa perlawanan kerajaan ternate terhadap bangsa asing diantaranya yaitu:
Pengusiran Portugal
Perlakuan yang dilakukan Portugal terhadap para saudaranya mengakibatkan kegeraman Sultan Khairun lalu ia berniat untuk mengusir Portugal dari Maluku. Perlakuan Portugal juga menyebabkan kemarahan rakyat mendukung tindakan Sultan Khairun.
Sultan Khairun berupaya melakukan perlawanan untuk mengusir Portugal dari maluku namun sudah memiliki kedudukan Portugal yang sangat kuat dengan benteng dan pundi kekuatan di seluruh Maluku juga sekutu suku pribumi akan dikerahkan untuk menghentikan Ternate.
Posisi Portugal d Malaka terancam dengan adanya Aceh dan Demak, mereka kesulitan memperoleh bantuan sehingga dengan terpaksa meminta damai pada Sultan Khairun. Namun dengan tipu muslihat yang dimiliki Lopez de Mesquita yang merupakan gubernur Portugal, memanggil Sultan Khairun untuk berunding namun sultan dibunuh dengan kejam.
Terbunuhnya Sultan Khairun semakin membakar semangat perjuangan rakyat Ternate bahkan seluruh rakyat maluku untuk mengusir Portugal Dibawah pimpinan Sultan Baabullah, mereka menyerang pos-pos Portugal yang berada di Maluku dan timur Indonesia . Setelah 5 tahun berperang, pada tahun 1575 Portugal akhirnya angkat kaki dari Maluku.
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Samudera Pasai
Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Ternate mencapai puncak keemasan dengan wilayah kekuasaan mencakup wilayah Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Kepulauan Marshall, Filipina Selatan hingga kepulauan Nusa Tenggara.
Dengan kejayaan yang diperoleh, Sultan Baabullah mendapat julukan sebagai penguasa 72 pulau dimana semua pulau tersebut berpenghuni hingga Kesultanan Ternate menjadi kerajaan Islam terbesar di Indonesia bagian timur.
Kedatangan Belanda
Setelah Sultan Baabullah mangkat, Ternate mulai melemah, Kerajaan Spanyol yang telah bersatu dengan Portugal pada tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang Ternate. Dengan kekuatan baru Spanyol memperkuat kedudukannya di Filipina, Ternate kemudian menjalin aliansi dengan Mindanao untuk menghalau Spanyol tapi gagal, bahkan Sultan Said Barakati berhasil ditawan oleh pihak Spanyol dan dibuang ke Manila.
Akibat terus mengalami kekalahan, memaksa Ternate meminta bantuan Belanda pada tahun 1603. Akhirnya, Ternate berhasil menahan Spanyol tapi dengan imbalan yang sangat mahal namun secara perlahan Belanda menguasai Ternate.
Pada 26 Juni 1607, Sultan Ternate menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku sebagai imbalan atas bantuan Belanda melawan Spanyol. Pada tahun 1607, Belanda membangun benteng Oranje di Ternate .
Sejak awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate menyebabkan ketidakpuasan penguasa dan bangsawan Ternate, salah satunya Pangeran Hidayat (15??-1624) yang merupakan raja muda Ambon yang juga merupakan mantan wali raja Ternate. Pangeran Hidayat memimpin oposisi yang menentang kedudukan sultan dan Belanda, ia tak menghiraukan perjanjian monopoli dagang Belanda dengan menjual rempah ke pedagang di Jawa dan Makassar.
Kehidupan Politik Kerajaan Ternate
Kepulauan maluku memiliki kerajaan kecil, diantaranya kerajaan ternate yang merupakan pemimpin Uli Lima yakni himpunan lima bersaudara. Ketika bangsa portugis datang ke Maluku, mereka langsung memihak dan membantu ternate karena beranggapan bahwa ternate lebih kuat.
Di lain sisi, bangsa spanyol memihak tidore, sehingga terjadi peperangan antara dua bangsa tersebut dan untuk menyelesaikan pertikaian tersebut , Paus harus ikut campur dan membuat perjanjian saragosa. Dalam perjanjian saragosa tersebut, bangsa spanyol diharuskan pergi dari maluku dan pindah ke Filipina, sedangkan Portugis tetap di Maluku.
Sultan Hairun
Untuk memperkuat kedudukannya, portugis mendirikan benteng bernama Benteng Santo Paulo, tapi hal itu justru membuat rakya makin benci terhadap mereka. Secara terang-terangan sultan hairun menentang politik monopoli dari bangsa portugis.
Sultan Baabullah
Sultan baabullah merupakan putra Sultan Hairun, ia juga melakukan perlawanan pada portugis dan pada tahun 1575 M Portugis bisa dikalahkan dan pergi dari benteng.
Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Ternate
Maluku memiliki tahan yang subur juga memiliki hutan dengan hasil melimpah seperti cengkeh dan pala di kepulauan Banda. Pada abad ke-12 Masehi terjadi peningkatan permintaan rempah terutama cengkeh.
Akibat perdagangan keluar dari maluku yang semakin pesat maka muncul persekutuan dagang. Selain itu, perekonomian masyarakat ternate juga bertumpu pada perikanan.
Kehidupan Sosial Kerajaan Ternate
Selain untuk menjalin perdagangan dan memperoleh rempah, tujuan kedatangan bangsa portugis di kepulauan Maluku adalah untuk menyebarkan agama katholik. Pada tahun 1534 M, agama Katholik telah berkembang di Halmahera, Ternate, dan Ambon oleh Fransiskus Xaverius.
Sebagian besar wilayah Maluku telah menganut agama Islam terutama Ternate. Sehingga, perbedaan agama tersebut digunakan bangsa Portugis untuk menyulut pertikaian antar pemeluk agama. Setelah pertikaian terjadi maka bangsa Portugis akan memperuncing keadaan dengan ikut campur tangan dalam pemerintahan, sehingga seolah-olah merekalah yang berkuasa.
Kedatangan Belanda ke Maluku, membuat penganut agama Katholik harus berganti menganut agama Protestan. Hal tersebut menyebabkan bermunculan konflik sosial yang sangat besar dan kehidupan rakyat semakin tertekan.
Situasi tersebut menyulut kemaerahan amarah rakyat Maluku pada Belanda. Dengan dipimpin Sultan Ternate maka terjadilah perang umum tapi perlawanan tersebut bisa diredakan pihak Belanda. Pada saat pemerintahan Belanda, rakyat Maluku sangat menderita sehingga muncul perlawanan terhadap Belanda.
Kehidupan Budaya Kerajaan Ternate
Kegiatan perekonomian mendominasi Maluku sehingga tak banyak memiliki berkembang kebudayaan. Sehingga kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak diketahui.
Masa Kejayaan Kerajaan Ternate
Kerajaan ternate mengalami kejayaan pada saat pemerintah Sultan Baabullah. Selain berhasil menyingkirkan kekuasaan bangsa Portugis. Saat pemerintahannya pula terjadi perluasan kekuasaan ke Mindanao dan Hitu (Ambon). Kekuasaan kerajaan Ternate meliputi 72 pulau besar dan kecil. Sedangkan usaha Ternate untuk menguasai Tidore dan mengusir Portugis dari Ambon tidak berhasil dilakukan.
Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Pada tahun 1583, Sultan Baabullah mangkat kemudian kekuasaan dilanjutkan oleh Sahid Barkat yang merupakan anak Sultan Baabullah . Lambat laun kebesaran Ternate mulai mengalami kemunduran, karena mendapat tekanan dari Spanyol juga VOC. Setelah Spanyol beralih ke Filipina, dengan leluasa VOC memberi pengaruh di Maluku. Pada pertengahan abad ke-17, Sultan Ternate dan Tidore mengakui kekuasaan VOC.
Runtuhnya Kerajaan Ternate
Lama kelamaan pengaruh dan kekuasaan Belanda semakin kuat terhadap Ternate. Secara leluasa, Belanda membuat peraturan melalui sultan yang membuat rakyat merugikan. Sikap Belanda yang seenaknya juga sultan yang menurut pada perintah Belanda membuat semua kalangan geram. Selama abad ke tuhuh belas, terjadi sejumlah pemberontakan yang dilakukan para bangsawan juga rakyat disana, diantaranya:
Pada 1635, Belanda melakukan penebangan pohin cengkeh dan pala di seluruh Maluku secara besar besaran atau disebut Hongi Tochten, tujuannya agar lebih mudah mengawasi dan mengendalikan harga rempah yang turun. Hal tersebut tentu saja menyulut amarah rakyat. Dengan dipimpin raja muda ambon yang bernama Salahakan Luhu, tahun 1641 bersama puluhan ribu prajurit dari Ternate, Hitu (Ambon) dan Makassar melakukan penyerbuan markas Belanda yang ada di Maluku Tengah. Pada tanggal 16 Juni 1643, Salahakan Luhu dan seluruh keluarganya berhasil tertangkap dan dihukum mati. Setelah itu, perjuangan diteruskan Kapita Hitu Kakiali dan Tolukabessi yang merupakan saudara ipar Luhu sampai tahun 1646.
Pada 1650, terjadi pemberontakan di Ternate dan Ambon yang dilakukan para bangsawan Ternate, pemicunya adalah kedekatan dan penurutnya Sultan Mandarsyah pada Belanda. Sehingga pemberontakan ini dilakukan untuk menjatuhkan sultan dari tahta. Diantara para pemberontak ada tiga pangeran yaitu pangeran Saidi (panglima tertinggi ternate), pangeran Majira (raja muda ambon) dan pangeran Kalamata(adik sultan Mandarsyah).
Pangeran Saidi dan Pangeran Majira mengomando perlawanan di wilayah Maluku Tengah sedangkan Pangeran Kalamata bersama Sultan Hasanuddin.
Pemberontakan yang dilakukan para bangsawan tersebut pernah berhasil melengserkan tahta Sultan Mandarsyah dan membuat Sultan Manilha naik tahta tapi Sultan Mandarsyah berhasil merebut kembali tahtanya dengan bantuan Belanda. Namun setelah lima tahun berjalan, pemberontakan Pangeran Saidi dan lainnya bisa dipadamkan. Pangeran Saidi disiksa dengan kejam samppai tewas mati sedangkan Pangeran Majira dan Pangeran Kalamata diampuni oleh sultan tapi mereka diasingkan.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kalingga
Tindakan kejam Belanda kepada rakyat membuat geram Sultan Muhammad Nurul Islam atau Sultan Sibori. Kemudian Sultan Sibori bersekutu dengan Datuk Abdulrahman penguasa Mindanao, tapi usaha mereka menghimpun kekuatan kurang maksimal sebab daerah strategis untuk melakukan perlawanan telah jatuh ke tangan Belanda karena perjanjian yang dilakukan pendahulu dengan pihak Belanda. Pasukan Sultan Sibori gagal lalu mundur ke Jailolo. Pada 7 Juli 1683, Sultan Sibori dengan keterpaksaan mau melakukan perjanjian yang intinya membuat kerajaan Ternate menjadi kerajaan dibawah kekuasaan Belanda dan menjadi akhir masa kedaulatan Ternate.
Meski kekuasaan mereka telah hilang, sejumlah penerus sultan Ternate terus melakukan perjuangan untuk melepaskan Ternate dari belenggu Belanda. Karena terus diawasi oleh Belanda, para sultan hanya bisa memberi dukungan pada rakyat secara diam-diam karena ruang gerak mereka yang sempit.
Pada 1914, Sultan Haji Muhammad Usman Syah mulai menggerakan rakyat yang ada di wilayah kekuasannya untuk melakukan perlawanan kepada Belanda, diawali dengan wilayah Banggai dengan dipimpin oleh Hairuddin Tomagola namun tidak berhasil.
Dengan dipimpin Kapita Banua, rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao melakukan perlawanan di Jailolo, mereka berhasil membuat Belanda mengalami kerugian, para prajuritnya banyak tewas termasuk Controleur Belanda Agerbeek serta markas mereka dihancurkan. namun perlawanan tersebut denga mudah dipadamkan Belanda karena kekuatan militer dan persenjataan Belanda yang lebih unggul. Kapita Banau berhasil tertangkap dan dihukum gantung.
Pada 23 September 1915, berdasarkan keputusan pemerintah Hindia Belanda, p 1915 no. 47, setelah terbukti mendalangi pemberontakan, Sultan Haji Muhammad Usman Syah akhirnya diturunkan dari tahta lalu semua hartanya disita kemudian diasingkan ke Bandung lalu tahun 1927 disana ia wafat.
Sempat terjadi kekosongan posisi sultan Ternate selama 14 tahun setelah pelengseran Sultan Haji Muhammad Usman Syah, sedangkan pemerintahan adat dipimpin oleh Jogugu dan juga dewan kesultanan. Belanda sempat memiliki niat untuk menghapuskan Kesultanan Ternate namun diurungkan karena mereka cemas dengan reaksi kerasrakyat yang akan menyebabkan pemberontakan kembali dan pula letak ternate yang jauh dari Batavia yang merupakan pusat pemerintahan Belanda.
Lebih singkatnya, penyebab kemunduran Kerajaan Ternate adalah adanya tindakan adu domba yang dilakukan bangsa asing (Portugis dan Spanyol) untuk memecah belah Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore y dengan tujuan untuk memonopoli semua rempah yang ada di wilayah tersebut. Setelah sadar telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, akhirnya Sultan Ternate dan Sultan Tidore bersatu dan sukses membuat Portugis dan Spanyol pergi dari Maluku.
Suka cita setelah mengalami keberhasilan mengusir penjajah tersebut tidak berlangsung lama, hal tersebut disebabkan kongsi dagang belanda yaitu VOC berhasil memonopoli perdagangan rempah di Maluku serta dengan strategi dan kerja yang tersusun dengan rapi berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terawasi, mereka berhasil menguasai ternate.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kediri
Peninggalan Kerajaan Ternate
Walaupun kekuasaan Ternate sebagai imperium nusantara timur telah berakhir pertengahan abad ke-17 namun memiliki pengaruh besar dalam kebudayaan Indonesia bagian timur terutama Sulawesi dan Maluku. Pengaruh tersebut antara lain agama, adat istiadat juga bahasa.
Ternate juga berperan besar dalam penyebaran agama islam dan pengenalan syariat Islam di wilayah timur Indonesia dan Filipina bagian selatan.
Kemenangan Kesultanan Ternate atas Portugal yang terjadi tahun 1575 adalah kemenangan pertama pribumi Indonesia dari bangsa barat, yang telah menunda penjajahan di Indonesia selama 100 tahun dan juga memperkuat posisi Islam.
Kedudukan Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh juga berhasil mengangkat Bahasa Ternate sebagai bahasa pergaulan di seluruh wilayah dibawah pengaruhnya.
Sebesar 46% kosakata bahasa Melayu di Manado diambil dari Bahasa Ternate. Kini bahasa Melayu Ternate dengan dialek berbeda digunakan secara luas khusunya Sulawesi Utara, pesisir timur Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, Maluku dan Papua.
Naskah surat dari Sultan Abu Hayat II pada Raja Portugal yang tertulis tanggal 27 April dan 8 November 1521 diyakini sebagai naskah Melayu tertua kedua di dunia setelah naskah Melayu Tanjung Tanah. Dan kini kedua surat tersebut tersimpan di Museum Lisabon, Portugal.
Peninggalan kerajaan ternate diantaranya yaitu Istana Sultan Ternate, benteng kerajaan Ternate dan masjid Ternate.
Baca Juga : Peninggalan Kerajaan Kutai
Demikian pembahasan tentang sejarah kerajaan ternate, semoga bermanfaat.