Latar Belakang G30S/PKI – Setelah kemerdekaan, terjadi banyak pemberontakan di wilayah Indonesia. Salah satunya adalah Gerakan 30 September/PKI atau disingkat G30S/PKI. Apa latar belakang G30S/PKI?
Pengertian G30S/PKI
Gerakan 30 September (dalam dokumen pemerintah tertulis Gerakan 30 September/PKI, disingkat G30S/PKI), Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September hingga awal 1 Oktober 1965 ketika tujuh perwira tinggi militer Indonesia dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha kudeta.
Peristiwa 30S/PKI ini menelan korban tujuh perwira tinggi dari militer Indonesia dan beberapa orang lainnya karena usaha kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Dalang dibalik peristiwa gerakan 30S/PKI adalah Partai Komunis Indonesia yang sudah menjadi bagian dari sejarah partai politik Indonesia sejak tahun 1914.
Baca Juga : Provinsi di Indonesia
Sebenarnya, pemberontakan sebagai latar belakang G30S PKI telah dimulai jauh sebelum ini yaitu pada peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948 dengan memproklamasikan Soviet Republik Indonesia. Kejadian tersebut berhasil ditumpas oleh TNI pada 30 September 1948. Selain itu, masih ada banyak kekacauan yang diakibatkan oleh pemogokan organisasi yang berada di bawah PKI, aksi kekerasan dari ormas PKI di berbagai wilayah dengan berbagai jargon politik bernada kekerasan seperti “Ganyang Nekolim”, “Ganyang Kabir”, “Ganyang Tujuh Setan Kota” dan lain sebagainya hingga mencapai puncaknya pada peristiwa G30S PKI.
Sejarah G30S/PKI
Sebelum peristiwa 30S/PKI terjadi, Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat tercatat sebagai partai komunis terbesar di dunia. Hal tersebut didukung dengan adanya sejumlah partai komunis yang telah tersebar di Uni Soviet dan Tiongkok.
Sejak dilakukan audit pada tahun 1965, setidaknya ada 3,5 juta pengguna aktif yang bernaung menjalankan program dalam PKI ini. Jumlah tersebut belum termasuk 3 juta jiwa yang menjadi kader dalam anggota pergerakan pemuda komunis.
Selain itu, PKI juga memiliki hak kontrol secara penuh terhadap pergerakan buruh, kurang lebih ada 3,5 juta orang sudah ada di bawah pengaruhnya. Tidak hanya itu, masih ada 9 juta anggota lagi yang terdiri dari gerakan petani dan beberapa gerakan lain. Misalnya pergerakan wanita, pergerakan sarjana dan beberapa organisasi penulis yang jika dijumlahkan bisa mencapai angka 20 juta anggota beserta para pendukungnya.
Masyarakat curiga dengan adanya pernyataan isu bahwa PKI adalah dalang dibalik terjadinya peristiwa 30 September yang bermula dari kejadian di bulan Juli 1959, yang mana pada saat itu parlemen telah dibubarkan. Sedangkan Presiden Soekarno justru menetapkan bahwa konstitusi harus berada di bawah naungan dekrit presiden.
PKI berdiri dibelakang dukungan penuh dekrit presiden Soekarno. Sistem Demokrasi Terpimpin yang diusung oleh Soekarno disambut dengan antusias oleh PKI. Karena dengan adanya sistem tersebut, PKI meyakini bahwa mereka mampu menciptakan suatu persekutuan konsepsi yang Nasionalis, Agamis dan Komunis (NASAKOM).
Latar Belakang G30S/PKI
30 September 1965 bukan kali pertama bagi PKI melakukan pemberontakan karena sebelumnya pada tahun 1948 PKI juga pernah melayangkan pemberontakan di daerah Madiun, Jawa Timur. Amir Syarifuddin dan Muso adalah pelopor pemberontakan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan pemberontakan PKI di Madiun adalah mendirikan negara komunis dengan melenyapkan Negara Republik Indonesia.
Dengan adanya ajaran mengenai Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) dari Presiden Soekarno memberikan keuntungan besar bagi PKI karena membuat PKI menjadi bagian resmi dalam susunan politik Indonesia yang sebenarnya hanya akan membuka jalan bagi PKI untuk menjalankan segala rencana mereka. Salah satu bukti nyata tindakan PKI adalah pemberontakan G30S/PKI yang dikomando oleh DN. Aidit. Tujuan pemberontakan tersebut adalah untuk melenyapkan TNI-AD dan mengambilalih pemerintahan Indonesia.
Selain ingin menguasai pemerintahan, ada juga faktor lain yang menyebabkan PKI melakukan pemberontakan adalah:
- TNI AD keberatan jika Angkatan kelima dibentuk
- TNI AD menolak adanya Nasakomisasi karena meraka menganggap bahwa dengan adanya ajaran ini hanya kedudukan PKI yang diuntungkan.
- TNI AD memprotes diadakannya Poros Jakarta Peking dan konfrontasi dengan Malaysia. Menurut mereka dengan adanya Poros Jakarta-Peking dan konfrontasi dengan Malaysia hanya akan memberi kesempatan bagi Cina untuk menyebarkan semangat revolusi komunis di Asia Tenggara damembuat hubungan baik dengan negara tetangga menjadi rusak.
Lebih lengkapnya, latar belakang terjadinya gerakan 30 September atau dikenal dengan G30S/PKI diantaranya yaitu:
Baca Juga : Pemberontakan DI/TII
Pembentukan Angkatan Kelima
PKI yang merasa kekuatan militernya masih sangat lemah saat menghadapi Angkatan Darat sangat berkepentingan untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan para petani yang dipersenjatai. Pembentukan Angkatan Kelima ini merupakan gagasan Menlu Cina Chou En-Lai saat mengunjungi Jakarta pada tahun 1965, dan menjanjikan akan memasok 100 ribu pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Gagasan tersebut menjadi alasan bagi pemimpin PKI dalam memperkuat pertahanan dan terus mendesak pembentukan Angkatan Kelima tersebut yang ditolak oleh Angkatan Darat. Begitu juga dengan Laksamana Muda Martadinata yang menolak atas nama Angkatan Laut. Angkatan Kelima hanya akan diterima apabila berada dibawah komando ABRI.
Nasakom
Ideologi Nasakom (Nasional, Agama, Komunis) adalah salah satu faktor dalam latar belakang G30S/PKI dan menjadi bagian dari sejarah G30S PKI lengkap. Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai komunis terbesar di dunia selain Tiongkok dan Uni Soviet. Pada tahun 1965, jumlah anggota PKI yaitu sekitar 3,5 juta orang dan 3 juta orang lagi dari organisasi pergerakan pemudanya. Selain itu, masih ada beberapa organisasi yang diawasi dan dikontrol oleh PKI seperti pergerakan Serikat Buruh yang memiliki 3,5 juta anggota juga Barisan Tani Indonesia dengan 9 juta anggota, begitu juga dengan organisasi pergerakan wanita bernama Gerwani, organisasi penulis, artis, dan juga pergerakan para sarjana yang membuat PKI memiliki lebih dari 20 juta anggota serta pendukung.
Pada Juli 1959, parlemen dibubarkan dan Soekarno mengeluarkan ketetapan konstitusi berupa dekrit Presiden, ia mendapat dukungan penuh dari PKI. Angkatan bersenjata diperkuat dengan mengangkat jendral militer ke posisi yang penting dengan sistem Demokrasi Terpimpin. Sambutan PKI untuk Demokrasi Terpimpin sangat baik dan menganggap bahwa Soekarno memiliki mandat untuk persekutuan konsepsi antara pendukung Nasionalis, Agama dan Komunis (NASAKOM). Angkatan Darat menolak ideologi NASAKOM tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Jenderal Ahmad Yani.
Konfrontasi Malaysia
Malaysia sebagai negara federasi yang baru terbentuk pada 16 September 1963 merupakan salah satu faktor penting dalam latar belakang G30S/PKI. Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia mendekatkan Soekarno dengan PKI sehingga bisa menjelaskan mengapa para tentara menggabungkan diri dalam gerakan 30 S atau Gestok dan juga menjadi penyebab PKI menculik para tentara petinggi Angkatan Darat. Terjadinya demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur yang menyebabkan PM. Malaysia Tunku Abdul Rahman menginjak-injak lambang Garuda karena dipaksa para demonstran menyebabkan kemurkaan Soekarno.
Kemudian Ia menyerukan pembalasan dendam dengan slogan “Ganyang Malaysia” dan memerintahkan Angkatan Darat untuk melakukannya. Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang masih mendapat bantuan Inggris karena menganggap tentara tidak memadai untuk berperang dalam skala itu. Sedangkan Kepala Staf TNI AD A.H. Nasution menyetujuinya karena khawatir isu Malaysia akan dimanfaatkan PKI untuk memperkuat posisinya di bidang politik Indonesia.
Pada saat itu, Angkatan Darat berada dalam posisi yang serba salah karena tidak yakin akan menang melawan Inggris, tapi di sisi lain mereka akan menghadapi kemurkaan Soekarno jika tidak berperang. Keragu-raguan tersebut menghasilkan peperangan yang setengah hati di Kalimantan dan mengalami kegagalan, padahal ini merupakan operasi gerilya dimana tentara Indonesia sangat mahir melakukannya. Kekecewaan Soekarno karena tidak didukung tentara membuatnya mencari dukungan pada PKI yang memanfaatkan kesempatan tersebut untuk keuntungannya sendiri.
Selain itu, Angkatan Darat juga menolak adanya poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang yang hanya akan membantu Cina memperluas semangat revolusi komunis di kawasan Asia Tenggara sehingga bisa merusak hubungan baik dengan negara tetangga. Penolakan tersebut diwujudkan dalam bentuk seminar di Gedung Seskoad Bandung yang dihadiri oleh delapan Jenderal yaitu Rachmat Kartakusumah, J. Mokoginta, Suwarto, Jamin Ginting, Suprapto, Sutoyo, M.T. Haryono dan S. Parman pada 1-5 April 1965 yang menghasilkan doktrin strategis politis Angkatan Darat yang dinamakan Tri Ubaya Cakti.
Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara
Pembantaian Para Perwira TNI
Pembunuhan para perwira Angkatan Darat merupakan puncak latar belakang G30S PKI. Situasi politik Indonesia yang genting pada sekitar bulan September 1965 memunculkan isu adanya Dewan Jenderal yang mengindikasikan ada beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas pada Soekarno dan berniat untuk menggulingkan pemerintahannya. Hal tersebutlah yang memicu peristiwa G30S PKI. Soekarno disebut-sebut menanggapi isu dengan memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa para jenderal tersebut untuk diadili, nama dalam prosesnya konon beberapa oknum pasukan yang terbawa emosi justru melepaskan tembakan sehingga membunuh keenam petinggi TNI AD.
TNI AD tersebut diantaranya Letjen Ahmad Yani (Kastaf Komando AD), Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri), Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri), Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri), Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman), juga membunuh Ade Irma Suryani putri dari Jendral Abdul Harris Nasution yang selamat dari serangan tersebut dan menewaskan ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean. Para korban yang dibuang ke Lubang Buaya, Pondok Gede, Jakarta ditemukan pada tanggal 3 Oktober.
Selain itu ada beberapa orang lain yang juga menjadi korban yaitu Bripka Karel Sasuit Tubun (pengawal di kediaman resmi Wakil PM II dr. J. Leimena), Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta) dan Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kastaf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta).
Kronologi Peristiwa G30S/PKI
Pasukan G30S/PKI memulai aksinya dari Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965 dini hari dan mulai menyebar ke segala sudut Jakarta. PKI berhasil menguasai beberapa instansi vital yang ada di Ibukota seperti Studio RRI, pusat Telkom dan sebagainya. Pasukan Pasopati PKI berhasil menculik dan membunuh para perwira TNI AD yang menjadi sasaran operasi. Berikut ini 6 Jenderal yang menjadi korban kebiadapan G30S/PKI diantaranya:
- Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima AD/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
- Mayjen Haryono Mas Tirtodarmo (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
- Mayjen R.Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
- Mayjen Siswono Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
- Brigjen Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
- Brigjen Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Sedangkan, target lain yaitu Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil melarikan diri tapi putrinya yang bernama Ade Irma Suryani tertembak dan meninggal di rumah sakit. Ajudannya bernama Letnan Satu Pierre Andreas Tendean juga ikut menjadi sasaran penculikan karena kemiripan wajahnya dengan Jenderal Nasution. Selain itu, Brigadir Polisi Karel Satsuit Tubun, yang merupakan pengawal rumah Waperdam II Dr.J. Leimena yang bertetangga dengan Nasution juga ikut tertembak.
Dengan kaburnya Jenderal Nasution, membuat cemas Aidit dan rekannya karena akan menyebabkan masalah besar. Kemudian, Suparjo memberikan saran untuk melakukan operasi kembali. Saat di istana, Suparjo melihat bahwa militer di kota sedang bingung. Akan tetapi , saat itu para pemimpin gerakan tersebut tidak berbuat apa-apa. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab kegagalan operasi yang mereka.
Setelah berhasil membunuh para petinggi TNI AD, selanjutnya pimpinan G30S/PKI mendeklarasikan sebuah dektrit melalui RRI yang telah mereka kuasai. Dekrit tersebut diberinya nama kode Dekrit No 1 yang menyampaikan hal mengenai pembentukan Dewan Revolusi Indonesia di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Bersumber pada revolusi, kekuasaan tertinggi yaitu dekrit tersebut, maka Dewan Revolusi merupakan kekuasaan tertinggi, Dekrit no 2 G30S/PKI tentang penurunan dan kenaikan pangkat dimana semua pangkat diatas Letkol diturunkan, sedang prajurit yang mendukung gerakan PKI diberi kenaikan pangkat 1 hingga 2 tingkat.
Baca Juga : Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya
Tokoh G30S/PKI
Berikut tokoh-tokoh PKI, diantaranya yaitu:
D.N. Aidit
D.N. Aidit yang bernama lengkap Dipa Nusantara Aidit yang lahir di Belitung dan masuk ke Jakarta tahun 1940 merupakan Ketua Umum Comite Central PKI. Tokoh partai komunis Indonesia ini berhasil membawa PKI menjadi partai komunis terbesar di dunia. Partai Komunis Indonesia menjadi tempat beliau belajar teori politik Marxis.
Aidit menjadi pengembang berbagai program dari PKI, diantaranya Pemuda Rakyat, Gerwani, Lekra, dan lain sebagainya. Usaha Aidit berakhir pada tahun 1965 saat G30SPKI. Beliau langsung melarikan diri ke Yogyakarta lalu berkeliling ke Semarang hingga Solo. Kemudian D.N. Aidit ditangkap aparat di tempat persembunyiannya di Solo tepatnya di rumah Kasim alias Harjomartono.
Musso
Munawar Muso atau Musso merupakan tokoh partai komunis Indonesia yang memproklamirkan Pemerintahan Republik Soviet Indonesia pada 18 September 1948 di Madiun. Tujuan hal tersebut adalah untuk mengganti Dasar Negara Indonesia yang semula Pancasila menjadi Komunis.
Amir Syarifuddin
Amir Syarifudin pernah menjadi negosiator Indonesia pada perjanjian Renville yang tidak menguntungkan RI sehingga Amir Syarifudin dikecam berbagai kalangan yang membuat Kabinet Amir Syarifudin jatuh. Dalam mengembalikan kedudukannya, Amir Syarifudin tentunya membuat Front Demokrasi Rakyat yang mengumpulkan kaum tani dan buruh. Bersama FDR, Amir Syarifudin berhasil menghasut buruh yang akhirnya pada 5 Juli 1959 terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu. Amir Syarifudin juga menjadi tokoh yang juga memproklamirkan Republik Soviet Indonesia bersama Muso.
Nyoto
Lukman Njoto merupakan Wakil Ketua II CC PKI. Beliau juga menjadi orang yang ketiga pada saat PKI sedang di masa jayanya. Tokoh Partai Komunis Indonesia ini juga menjadi menteri kabinet Dwikora yang mewakili PKI. Bahkan, Nyoto dipercaya oleh Ir. Soekarno untuk menulis pidato kenegaraan yang akan dibacakan oleh Ir. Soekarno.
Sekitar tanggal 16 Desember 1965, Nyoto pulang dari sidang kabinet di Istana Negara. Tidak lama kemudian, mobilnya dicegat di sekitaran Menteng kemudian Nyoto dipukul serta dibawa pergi tentara dan langsung ditembak mati.
MH. Lukman
Muhammad Hatta Lukman juga merupakan tokoh partai Komunis Indonesia yang juga bersama dengan Aidit dan Nyoto bahkan ketiganya dikenal sebagai tiga pemimpin PKI atau triumvirat. Beliau mengikuti ayahnya yang dibuang ke Papua dan biasa hidup di tengah pergerakan.
Setelah pemberontakan Madiun tahun 1948, kepemimpinan PKI diambil alih oleh tiga orang ini. Nasib MH. Lukman juga sama seperti Aidit dan Nyoto, diculik dan ditembak mati tentara. Mayat dan kuburan ketiga tokoh Partai Komunis Indonesia ini juga tidak diketahui keberadaannya.
Tujuan G30S/PKI
Tujuan Gerakan 30 September yang dilakukan PKI Diantaranya yaitu:
- Ini merupakan aksi PKI sebagai usaha untuk mengambil alih kekuasaan di Indonesia dengan menggunakan oknum ABRI sebagai kekuatan fisik.
- Tujuan utama komunis di Negara Non Komunis adalah mengambilalih kekuasaan negara dan mengkomuniskannya.
- Upaya yang dijalankan dalam jangka panjang berlanjut dari generasi ke generasi.
- Aksi yang dilakukan tidak terlepas dari kegiatan komunisme internasional.
Pengaruh G30S/PKI Bagi Bangsa Indonesia
Berakhirnya G30S/PKI tidak membuat kondisi politik Indonesia langsung kembali normal. Kondisi nasional masih sangat menyedihkan dan kehidupan ideologi nasional juga belum mapan. Selain itu, banyaknya konflik antar partai politik membuta situasi politik juga belum normal kembali. Demokrasi terpimpin yang dianut Indonesia saat itu justru membuat sistem pemerintahan di Indonesia menjadi otoriter dan menindas rakyat atau diktator. Perekonomian juga memburuk sehingga diberbagai tempat banyak terjadi kemiskinan dan kelaparan.
Presiden Soekarno menyalahkan pihak yang terlibat dalam gerakan pemberontakan ini yang mengakibatkan banyak korban tewas termasuk para petinggi TNI AD dan korban lainnya yang tidak bersalah.
Presiden Soekarno menyatakan bahwa bisa saja dalam revolusi terjadi gerakan seperti G30S/PKI. Sikap tersebut diartikan lain oleh rakyat dan beranggapan bahwa Soekarno membela PKI. Hal tersebut membuat popularitas dan kewibawaan Presiden menurun di mata Rakyat Indonesia.
Sehingga pada 10 Januari 1966, terjadi demonstrasi dimana para demonstran memberitahukan tiga tuntutan mereka yang dikenal dengan TRITURA (Tri Tuntutan Rakyat) yang isinya antara lain:
- Pembubaran Parkai Komunis Indonesia (PKI)
- Pembersihan unsur PKI dalam Kabinet Dwikora.
- Penurunan harga (perbaikan ekonomi).
Pemerintah melakukan mengadakan reshuffle pada Kabinet Dwikora. perombakan ini dilakukan pada 21 Februari 1966 lalu kabinet tersebut dinamai Kabinet Dwikora Yang Disempurnakan. Kabinet Dwikora sering disebut kabinet seratus menteri karena jumlah anggotanya hampir seratus orang.
Disaat mendekati pelantikan kabinet pada tanggal 24 Februari 1966, Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) melakukan demonstasi dan dalam aksi tersebut seorang mahasiswa Universitas Indonesia bernama Arief Rahman Hakim tewas.
Kejadian tersebut memberikan pengaruh pada banyaknya aksi demonstrasi yang terjadi. Tiga perwira TNI AD bertemu dengan presiden yang didampingi oleh Dr. Subandrio, Dr. J. Leimena dan Dr. Chaerul Saleh. Kesimpulannya, ketiga perwira tersebut bersama denganKomandan Resimen Cakrabirawa yaitu Brigjen Sabur diperintahkan membuat konsep surat perintah pada Letjen Soeharto. Surat Perintah tersebut dikenal dengan nama Surat Perintah 11 Maret (SUPERSEMAR). Isi pokok surat perintah tersebut adalah perintah untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dilakukan atas nama Presiden kepada Letjen Soeharto untuk menjamin keamanan dan ketertiban serta kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan presiden.
Baca Juga : Pengertian Ekonomi
Penumpasan G30S/PKI
Tindakan yang dilakukan untuk menumpas pemberontakan G30S/PKI diantaranya yaitu:
- Menetralkan pasukan di sekitar Medan Merdeka yang dimanfaatkan oleh G30S/PKI.
- Operasi militer penumpasan G30S/PKI dilakukan sore hari.
- Pasukan RPKAD berhasil merebut gedung RRI pusat, gedung telekomunikasi dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka yang dikuasai PKI tanpa adanya gencatan senjata.
- Pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai lapangan banteng dan mengamankan markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya.
- Presiden Soekarno meninggalkan Halim Perdana Kusuma dan bertolak ke Istana Bogor.
- Pasukan RPKAD bergerak menuju target dipimpin oleh Kolonel Subiantoro.
- Dalam gerakan pembersihan ke kampung di sekitar lubang buaya, Ajun Brigadir Polisi Sukitman yang sempat ditawan penculik berhasil kabur.
- Pada 3 Oktober 1965 jenazah para perwira tinggi AD yang dikuburkan dalam sumur tua berhasil ditemukan .
- Pada 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan hari ABRI, jenazah para petinggi TNI AD dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan mereka dianugerahi gelar pahlawan Revolusi.
Penumpasan G30S/PKI Di Jawa Tengah dan Yogyakarta
Beberapa penumpasan G30S/PKI di Jawa Tengah dan Yogyakarta, diantaranya yaitu:
- Brigjen Surjosumpeno mengubungi para perwira untuk mendapatkan pengarahan atau taklimat.
- Panglima Kodam memberi perintak ke para pejabat agar tetap tenang dan berusaha menenangkan rakyat karena situasi sebenarnya belum diketahui.
- Bertolak ke Magelang untuk menata kekuatan.
- Pada 2 Oktober kota Semarang berhasil dibebaskan dengan kekuatan 2 pleton BTR.
- Kota yang pernah dikuasai G30S/PKI berhasil direbut kembali.
- Komando Operasi Merapi dibentuk dan dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edi Wibowo.
- Kolonel Sahirman, Kolonel Maryono, dan Kapten Sukarno berhasil ditembak mati.
- Operasi yang dilancarkan Blitar disebut Operasi Trisula.
- Diluar Jakarta dan Jawa Tengah hanya dilakukan Gerakan Operasi Territorial.
Demikian pembahasan latar belakang dan sejarah G30S/PKI. Semoga bermanfaat.